"Haruskah aku menerimamu sedangkan hatimu tak mencintaiku?"
~Rifa~
Syarifa Khairunnisa Azzahra adalah seorang wanodya yang masih mencintai masa lalunya, yaitu seorang lelaki yang sering ia panggil Gus kecil. Tetapi, Rifa mal...
Atensi santri-santri teralihkan dengan mobil berwarna hitam yang memasuki pondok pesantren. Mobil hitam itu berhenti di pekarangan rumah pemilik pesantren. Mereka sudah mengetahui siapa pemilik mobil itu, pemiliknya yaitu Gus Pais.
Pais turun dari pintu mobil sebelah kanan dan di ikuti istrinya. Pais membuka pintu mobil belakangnya dan mengambil tas yang berisikan pakaian Rifa.
Rifa sudah sembuh dari sakitnya dan sudah di perbolehkan pulang oleh dokter. Perempuan itu merindukan suasana luar, bisa melihat pepohonan hijau, udara segar, tak seperti di rumah sakit, penuh dengan bau obat-obatan. Rifa tak menyukainya.
Pais berjalan gontai menuju istrinya dan membantu sang istri berjalan dengan memapahnya.
"Sini, Mas bantu," ucap Pais seraya memegangi kedua pundak Rifa.
"Nggak usah Mas, Rifa bisa sendiri," tolaknya. Wajah Rifa tak terlihat pucat seperti waktu ia di rumah sakit.
"Ya udah gandengan aja." Tangan kanan Pais menggandeng tangan Rifa sedangkan yang satunya lagi ia gunakan untuk membawa tas.
Rifa menerima saja perilakuan suaminya, meskipun ia masih bingung dengan sikap Pais sekarang yang berbeda dari biasanya cuek.
Aktivitas kedua pasangan itu di lihat oleh beberapa santri yang tak sengaja sedang berada di halaman pondok.
"Ya Allah, andai aku yang jadi istrinya Gus Pais," celetuk salah satu santri sembari memegangi sapu lidi, ia iri dengan keromantisan Pais dan juga Rifa.
"Ngaca, kamu teh ngaca! Gus Pais sama kamu teh seperti Matahari jeung bulan, mesipun hidup berdampingan, tapi mereka di ciptakan nggak untuk bersatu. Walaupun mereka memaksakan untuk bersama, itu akan menyakiti satu sama lain dan menghancurkan semuanya. Sama kayak kamu, kalo kamu rebut Gus Pais dari Ning Rifa, akan berabe urusannya," cecar salah teman santriwati itu dengan logat sundanya.
Tak terima di cecar habis-habisan oleh temannya, santriwati itu mendelik. "Dih, siapa juga yang mau rebut Gus Pais. Kan kata aku se-an-dai-nya." Dengan penuh penekanan di akhir katanya.
"Samerdeka kamu aja lah."
"Ya udah nih, kamu aja yang nyapu." Santriwati itu memberikan sapu lidi pada temannya dan melenggang pergi.
"Lah kok aku? Kata Emak aku ge pamali kalo ngerjain pekerjaan orang yang belum selesai di kerjakan!" ucapnya sedikit teriak.
"Jangan dengerin Emak kamu!" sahut santriwati itu yang sudah agak jauh.
"Emak aku lagi di kampung, mana bisa di dengerin." Lantas, ia bergidik. "Ih, aneh si eta mah."
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.