Bab 31

975 44 4
                                    

Karena Gus pais sibuk mencari Rifa dan belum sempat melaksanakan salat Isya. Gus Pais pergi ke masjid rumah sakit untuk melaksanakan salat empat rakaat itu. Selesai salat, Gus Pais menengadahkan kedua tangannya, beroda.

"Ya Allah, ampuni hamba karena hamba telah lalai menjaga istri hamba. Sadarkanlah Rifa dan sehatkanlah ia seperti sedia kala, angkatlah segala penyakit dan rasa sakit yang telah ia rasakan. Ya Allah, kabulkanlah doa-doa hamba sesungguhnya engkau maha mengabulkan." Tak terasa butiran air mata membasahi wajahnya. Gus Pais merasa bersalah karena sudah lalai menjaga istrinya. Entah kenapa Gus Pais merasa sangat sakit melihat Rifa yang tergeletak tak berdaya diatas bangkar.

Mungkinkan ia telah mencintai Rifa?

Selepas salat dan berdoa, Gus Pais kembali ke ruangan tempat Rifa di rawat. Sekarang Rifa telah di pindahkan ke ruang rawat, namun Rifa masih tak sadarkan diri. Karena hanya di perbolehkan untuk dua orang saja yang boleh masuk. Umi Halimah dan Gus Pais saja yang menemani Rifa di ruang rawat. Sedangkan keluarga Rifa sudah pulang dan Kiai Abdurrahman harus mengurus pondok.

Ceklek!

Pintu terbuka, Gus Pais masuk seraya mengucapkan salam dan menutup pintu kembali. Lelaki itu melihat uminya yang sudah tertidur di sopa, ia beralih menatap istrinya yang berada di atas bangkar menyaksikan peristiwa kesedihan yang di lihatnya.

Gus Pais berjalan menghampiri Rifa dan duduk di bangku dekat bangkar sang istri. Lelaki itu menatap sendu tangan Rifa yang di perban. Matanya berembun, Gus Pais mengelus lembut pipi Rifa.

"Maafkan saya, karena saya telah lalai menjaga kamu. Dan maafkan saya karena selama ini saya selalu bersikap dingin terhadap kamu," ujarnya dengan nada lirih. Cairan bening itu kembali luruh kepipinya.

____

Pagi harinya Gus Pais kembali ke pondok untuk mengambil beberapa pakaian untuk istrinya sembari akan mencari tahu siapa yang sudah menculik Rifa dan menyekapnya di gubuk.

Sesampainya di pondok, Gus Pais langsung membersihkan badannya dan memberikan pakaian Rifa yang akan ia bawa nanti.

Dengan ragu-ragu Gus Pais mengambil benda keramat yang selalu di pakai perempuan dari lemari istrinya. Ini baru pertama kalinya lelaki itu memegang pakaian dalam wanita, ia merasa malu sendiri melihat beda keramat itu.

"Astaghfirullah." Gus Pais bergeleng saat ia memikirkan hal kotor yang tak seharusnya ia pikirkan. Gus Pais segera memasukan pakaian dalam itu ke tas yang akan di bawanya nanti.

Setelah membereskannya Gus Pais menyempatkan diri untuk sarapan walaupun enggan, namun tubuhnya membutuhkan asupan makanan.

Selepas itu Gus Pais pergi ke aula seraya membawa kalung yang ia di temukan di gubuk itu. Lelaki itu akan mengumpulkan seluruh santri-santri Darull Mutaqieen ke lapangan. Gus Pais pergi ke ruang staf dan berbicara menggunakan mikrofon.

"ASSALAMUALAIKUM WARAHMATULLAHI WABARAKATUH, KEPADA SELURUH SANTRIWAN DAN SANTRIWATI DI HARAPKAN UNTUK SEGERA BERKUMPUL DI AULA, TERIMA KASIH." Suara bariton milik Gus Pais menggema di sekitaran pondok.

Santri-santri yang tadinya sedang bersantai-santai langsung pergi ke aula pondok berbodong-bondong, sebagian ada yang kebingungan karena tak biasanya mereka di kumpulkan sepagi ini. Santri putra dan santri putri terpisah dengan jarak beberapa meter. Di depan aula sudah ada Gus Pais yang berdiri tegap seraya memegangi mikrofon di tangannya.

"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,"

Terdengar jawaban salam yang serempak dari santri-santri. "Waalaikumssalaam warahmatullahi wabarakatuh."

"Sebelumnya, saya minta doanya untuk istri saya, Rifa, dia sedang di rumah sakit. Saya menemukan Rifa di sebuah gubuk dekat perkebunan warga dengan keadaan Rifa sudah pingsan, dan saya juga melihat ada banyak bekas petasan di dalam gubuk itu. Entah siapa yang tega menculik Rifa dan melemparkan petasan yang begitu banyak. Tangan Rifa sedikit melepuh dan... sampai sekarang ia masih dirawat belum juga sadarkan diri." Mata Gus Pais berembun, ia memikirkan tadi malam, melihat istrinya yang masih menutup mata dengan selang oksigen yang di pasang. Sungguh miris dan sakit ketika membayangkannya.

Mencari Cinta Gus KecilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang