15:00

40 25 0
                                    

Di suatu senja yang tak ditemani semburat jingga, kutapaki jalan lama yang mulai ditumbuhi rumput liar dan berdebu akibat kemarau melanda cukup lama. Langkahku terus maju karena semuanya terasa tak asing, ingatanku bak mengatakan ini adalah salah satu jalan favoritku dahulu. Tempat aku menelusuri misteri-misteri yang ada di balik pepohonan. Menerka burung apa yang tengah berkicau di dedaunan. Tak jarang, aku bahkan terhenti cukup lama hanya sekedar menatap langit yang tampak menawan. Seakan semburat-semburat bak kapas itu tak mengizinkan mentari membuatku kepanasan, tak rela hujan membasahi diriku yang layu.

Kini, awan selalu sama di mataku, ia kelabu. Tak terdengar lagi kicau burung menyambut pagiku. Kuhentikan langkah, di depan semua rumah usang, nampak lama ditinggalkan sang empunya. Cat-cat yang ada di dinding terlihat mengelupas, beberapa sudut luarnya tampak ditumbuhi rumput liar yang tumbuh bebas, ada juga lumut yang membuat dindingnya makin nampak menyedihkan.

Dengan ragu, aku mendekat. Rumah ini terasa seperti tempat yang sering aku kunjungi, entah kapan dan untuk apa. Debu ada di mana-mana. Perabotannya tampak tak lagi lengkap. Barang berserakan di mana-mana. Seperti baru terjadi peperangan di dalamnya. Rumah yang hampa. Dua jiwa yang tadinya membuat rumah ini hidup, entah pergi ke mana.

Rumah, akankah dia jadi tempat pulang dari pelarian?
Jiwa-jiwa yang enggan terjerat sebuah tali komitmen.
Raga yang kedinginan dan memerlukan kehangatan yang diberikan oleh rumah.
Rumah, yang juga ditinggalkan kala amarah memenuhinya.
Dilupakan begitu saja, bersamaan dengan kenangan-kenangan yang mulai memudar.
Satu per satu beranjak dari ingatan.
Rumah yang merindukan pulang, namun entah untuk siapa.


-renjanalara

5 Juli 2023

Renjana Lara [ Slow Update ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang