Hari demi hari dilalui, berganti bulan dan berganti tahun, Jennie sudah mulai mengenal jelas Alter ego Lalisa, ia bahkan mengingat peringatan Lalisa dingin untuk berhati-hati kepada Lalisa sebenarnya.
Lalisa sebenarnya itu mesum, bahkan sangat, Jennie saja hampir ditidurinya kalau lengah sedikit.
Berkat peringatan itu ia berhasil menjaga jarak dari Lalisa sebenarnya dan selalu selamat dari kemesuman Lalisa sebenarnya.
Namun malam ini, disaat Lalisa sebenarnya hadir ia malah diam terduduk di tepian kasur sembari memandang tirai hitam yang menutupi jendela.
Jennie yang berada di sofa menjaga jarak sedari tadi sedikit bingung dengan sikap Lalisa.
Ingin menghampiri namun takut, bisa saja Lalisa menggunakan taktik diam-diam tapi pasti dan berakhir menidurinya.
Jadi memilih untuk diam memandang punggung Lalisa sembari menahan rasa penasarannya.
"Kamu benar-benar menghindariku ya." Tiba-tiba berbicara yang membuat Jennie sedikit tersentak dan mengangguk tipis, Lalisa tersenyum tipis melihat anggukan tersebut dari pantulan kaca jendela disaat tirai beriak karena kipas angin.
Ia menarik nafas panjang dan melirik kearah jam, waktunya tidak lama dan ia ingin menghabiskan sisa waktu sebelum Lalisa kecil muncul.
"Untuk kali ini, bisa duduk disebelahku?"
"Aku tidak bisa." Lalisa paham, Lalisa ngerti kenapa Jennie sampai seperti ini, ia sadar kalau selama ini berusaha untuk meniduri Jennie dan hasilnya ia dijauhi olehnya.
Tapi sungguh, Lalisa ingin berbicara banyak kepada Jennie, ia berfikir tentang cara supaya Jennie mau duduk disebelahnya.
Berfikir lama dan akhirnya menemukan ide yang membuatnya segera membuka laci meja kecil di dekat kasur.
Jennie yang melihat itu masih diam tapi rasa penasarannya kian menggebu-gebu, ia bahkan berdiri perlahan dari duduknya.
Setelah terbuka laci itu, Lalisa segera mengeluarkan sebuah dasi dan mengikat tangan kanannya dulu, setelah itu melilitkan tangan kiri dan mengikat kedua tangannya, bahkan ia menarik kencang dasi dengan mulut supaya tidak terlepas, setelah itu berdiri dan berbalik memandang Jennie.
"Aku sudah mengikat tanganku, jadi bisa duduk disebelahku?" Hal itu tentu mengejutkan Jennie, bahkan Lalisa rela mengikat tangannya sendiri.
"Ba-baiklah." Dengan rasa ragu yang masih ada serta gugup, perlahan Jennie melangkah menghampiri Lalisa yang tersenyum senang dengan netra bergulir memandang pergerakan Jennie.
Bahkan Jennie berada tepat dihadapan, netra Lalisa tidak beralih sedikitpun, ia duduk terlebih dahulu disusul Jennie yang sedikit jauh.
Lalisa tidak marah, setidaknya Jennie sudah mau berdekatan dengannya.
"Sudah, lalu apa?"
Lalisa melirik kearah jam, begitupula Jennie dan sadar kalau waktu Lalisa hanya tinggal 5 menit lagi.
"Aku ingin meminta maaf." Mendengar itu, Jennie mengalihkan pandangan ke tirai dan mengangguk pelan.
Sebenarnya sulit untuk memahami Lalisa, bahkan ia pernah mendapati perlakuan kasar disaat melakukan pemberontakan dan untungnya Lalisa langsung mengurungkan niatnya waktu itu.
"Sungguh Jennie, aku minta maaf."
"Iya."
"Kalau gitu lihat aku."
"Aku tidak mau." Lalisa menghela nafas dan menunduk, ia memandangi kedua tangannya yang terikat mulai memerah dan bengkak.
"Baiklah, sekali lagi aku minta maaf." Melirik Lalisa dari sudut mata dan melihat Lalisa yang perlahan jatuh ke kasur sebelum matanya berakhir terpejam.
