27. Vol. 2; Fail And Fall

6.1K 435 10
                                        

Jam menunjukkan pukul 10 malam. Di apartemen yang sama, Nao berdiri di depan pintu dan membungkuk beberapa kali pada seorang security. Bukan tanpa sebab security itu datang. Itu semua karena Via berteriak kencang hingga membuat beberapa orang di kamar sekitar panik, bahkan suara teriakannya sampai terdengar oleh security yang berjaga di lobby.

"Sudah jelas, Nak?" tanya security itu setelah berceramah panjang lebar. Nao kembali mengangguk dan meminta maaf. Ia benar-benar merasa bersalah telah membuat kepanikan.

"Iya, Pak. Sekali lagi saya minta maaf, kami tadi kelewatan saat bercanda. Saya benar-benar minta maaf."

"Tidak apa-apa, yang penting jangan diulangi lagi, ya? Karena yang tinggal di apartemen ini bukan hanya kalian, kasihan kamar lain terganggu. Mereka pasti lelah dan butuh waktu istirahat."

Nao kembali mengangguk dan membungkuk berterima kasih, juga mengucapkan permintaan maaf lagi. Setelah security itu pergi Nao langsung menutup pintu kamarnya dan menghela napas panjang. "Beruntungnya mudah diatasi." Nao menatap pada Roma dan Via yang sedang duduk di sofa. Mereka juga sama-sama terlihat lega.

"Kamu tidak apa-apa, Via?" tanya Nao.

Via menggeleng cepat. "Tidak, tidak apa-apa. Aduh, maaf aku terlalu panik. Aku pikir aku diculik karena aku bangun di tempat asing. Tapi kenapa aku bisa sampai di sini? Kenapa aku tidak ingat apa-apa? Bukankah tadi aku baru pulang dari kafe lalu aku bertemu ... Alva?"

Via diam cukup lama. Ia menyentuh kepala sendiri tampak berusaha mengingat. Nao dan Roma bertatapan sejenak, lalu Nao kembali pada Via. Di wajah Via, ia melihat ada percikan darah. Jika diperhatikan lebih jeli, sebenarnya ada bekas usapan merah yang terlihat. Ia berasumsi itu adalah bekas darah yang baru dibersihkan namun tidak benar-benar bersih, apa yang terjadi hingga wajah Via berlumur darah?

"Kenapa wajahku terasa kaku?" gumam Via.

Nao langsung berpikir keras, ia harus mencari alasan. "Oh, itu tadi ... Ah! Kamu pingsan di jalan. Aku bertemu denganmu di streetfood beberapa jam yang lalu. Aku tidak tahu rumahmu jadi aku bawa kamu ke apartemenku. Beruntung saja saat itu ada Roma, jadi Roma membantuku membawamu ke sini."

Via berpikir sejenak. "Streetfood? Kenapa aku ada disana? Bukankah tadi aku di jalan mau pulang?"

Nao menatap Roma, mereka bertatapan sejenak. Ada alur singkat yang muncul di kepala Nao. "Munking kamu lupa, Via. Kata Roma, kalian memiliki janji untuk bertemu di streetfood."

"Hah?" Roma terkejut.

"Iya, tadi kamu bilang begitu, kan?" tambah Nao lagi.

Roma gelagapan seketika. Ia benar-benar tak mengerti harus merespon apa. "A-aku ... em, iya, tadi kita janjian mau bertemu di streetfood, tapi tiba-tiba kamu pingsan saat menungguku."

"Benar, dan beruntung saja aku ada di sana," tambah Nao. "Kamu tahu? Jarak antara kamu pingsan dan Roma datang itu cukup lama, jadi sudah banyak orang yang mengelilingimu."

"Apa? Benarkah? Serius?" pekik Via dengan wajah merah. Tampaknya Via malu menjadi pusat perhatian, Nao sadar itu.

"Iya, benar. Beruntung saja aku melihatmu dan tak lama Roma juga datang, jadi kami segera membawamu pergi. Kamu tahu, Via? Saat jatuh, kamu sangat tidak anggun. Lihatlah wajahmu, ada bekas saus dari jajanan streetfood yang kamu beli."

Via langsung menutup wajahnya. Ia terlihat benar-benar malu bahkan punggung tangannya juga ikut memerah. Nao sedikit lebih tenang karena perhatian Via cukup mudah dialihkan. "Sudahlah, tidak apa-apa. Lebih baik kamu cuci wajah dulu, ya? Sepertinya aku kurang pandai membersihkan wajahmu."

I'm not Enigma [TERBIT-edisi revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang