37. Vol. 2; Kidnapped

4.9K 292 9
                                        

Di labolatorium, di halamannya yang luas. Sebuah mobil berhenti di sana. Figur Alza langsung keluar dan segera berlari ke masuk. Ia membuka pintu utama lab, dan seketika itu juga ia langsung tersentak.

Hawa dingin dan dominan membuat bulu kuduknya meremang. Meski samar, Alza bisa merasakan dengan jelas ada feromon yang familier. Ia kenal jelas feromon ini.

Tak menunggu lama, Alza langsung menerobos masuk. Namun semakin dalam ia melangkah, hawa dingin dan dominan itu kian kentara. Rasa sesak membuatnya kesulitan bernapas, ia terus berjalan hingga sampai di ruang kantor. Saat membukanya, ia langsung jatuh di lantai tak sanggup bergerak lagi. Hawa dominan itu ternyata berasal dari ruangan ini, dan ruangan kantor itu sudah hancur berantakan. Beberapa berkas dan kertas-kertas berserakan tak tentu arah.

Tak lama Alza mendengar suara benda jatuh, ia menoleh ke belakang dan melihat Nao sudah jatuh di lantai, ini pasti karena hawa dominan itu. Tak menunggu lama, ia langsung menutup pintu ruangan itu.

Alza langsung menarik Nao menjauhi ruangan itu lalu mendudukkannya di sisi lorong. "Hei-hei, kamu tidak apa-apa?"

Nao diam sejenak. Keringat sudah membasahi keningnya. "A-aku tidak apa-apa, tapi ... tapi ini bukannya ...."

Alza diam sejenak, berpikir. Apa mungkin ruangan itu bocor? Tapi apakah akan separah ini? Kebocorannya seharusnya tak terjadi sampai sekentara ini, pasti ada yang tidak beres. Terlebih ruangan kantor dalam keadaan berantakan. Pasti telah terjadi hal buruk di sini.

"Alza, itu tadi—"

"Iya, aku tahu," potong Alza. "Singkatnya, ada ruangan khusus, ruangan kedap udara untuk menahan penyebaran feromon Alva saat dia rut. Sepertinya ruangan itu bocor, lalu sepertinya juga ada penyusup," jelasnya.

Nao terdiam, ia masih berusaha mengatur napas. Terkena hawa mencekik itu membuat kembali teringat dengan sosok Alva. Ia tak pernah berpikir akan merasakan hawa dominan itu lagi, terlebih hawa yang ia rasakan saat ini terasa lebih menyiksa. Ia merasa ini sedikit berbeda dari Alva.

Tak lama Alza mengambil handphone-nya, ia langsung menelepon nomor Reo, tapi tak ada jawaban, bahkan tak masuk. Lalu ia menelepon Sofiee, dan tiba-tiba ada suara dari dalam ruangan tadi.

Alza berpikir sejenak, apa Sofiee ada di dalam sana? Tanpa menunggu lama ia beranjak ke ruangan itu dan membukanya. Tak perduli dengan hawa mencekik itu, Alza tetap masuk dan mengedarkan pandangannya keseluruh ruangan. Tak ada siapa pun di sana, tapi handphone Sofiee tergeletak di lantai. Alza hendak mengambil handphone itu, tapi belum sempat ia bergerak kini kakinya terasa lemas dan nyaris mati rasa.

Alza jatuh, keningnya membentur lantai, dan pandangannya kian gelap. Napasnya juga mulai habis. Ia harus segera keluar sekarang atau tidak sama sekali. Dengan sisa tenaganya, ia segera bergerak keluar dari ruangan itu lalu kembali jatuh di depan ruangan itu.

Alza diam sejenak mengatur napas. Ia menatap pintu ruangan itu yang mulai tertutup rapat sendiri. Setelah pintu itu tertutup, hawa di sekitarnya mulai terasa ringan. Ia bisa bernapas meski masih terasa sesak.

"Alza."

Suara lemah itu mengalihkan perhatian Alza, ia langsung menoleh kearah Nao. Sekarang pemuda itu terlihat semakin lemas. Ia hampir lupa jika Nao tidak bisa bertahan lama dalam hawa seperti ini.

Alza langsung bangkit. Ia mengangkat Nao di tangannya dan berlari keluar dari lab. Setelah mendekati pintu utama lab, ia memutar badan dan mendorong pintu dengan punggungnya lalu jatuh ke tanah.

Alza langsung menghirup napas dalam. Rasa sesak itu kini mulai mereda perlahan. Ia diam cukup lama mengatur napasnya.

"A-Alza ..." Lirihan itu menarik perhatian Alza, ia langsung menatap pada Nao yang ada di dekapannya. Ia segera bangkit dan mendudukkan pemuda itu.

I'm not Enigma [TERBIT-edisi revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang