Mata Reo terbuka. Pandangannya penuh dengan kegelapan. Tak lama, ada suara langkah kaki. Reo menoleh, netranya menangkap seorang anak kecil. Ia kenal anak kecil itu ... "Alva?"
Reo diam sejenak, ia mendekati adik kecilnya lalu merendahkan diri. Ia berlutut di depan Alva dan langsung mengusap wajah kecil itu. Wajah Alva basah, ia menangis? Reo menelan salivanya kasar, ia ingat adik kecilnya selalu menangis karena merindukan Ibundanya.
"Alva, hei-hei, jangan menangis, Kak Reo ada di sini, oke? Sudah jangan menangis lagi, ya?"
Reo mengusap lembut air mata yang mengalir di pipi mungil itu. Sosok polos Alva masih menangis tanpa henti. Entah sudah berapa lama ia menangis hingga matanya sembab. Reo kembali mengusap pipi mungil itu, tapi tak lama adik kecilnya justru mundur.
"Kak Reo kenapa tega? Alva salah apa?"
Reo terkejut. "Eh, ada apa, Alva? Kakak kenapa?" Reo bingung, ia tak mengerti kenapa tiba-tiba adik kecilnya berkata seperti itu.
Tak lama, sosok kecil Alva perlahan berubah membesar. Reo tersadar seketika jika sebenarnya adiknya bukanlah seorang anak kecil lagi, lalu kenapa tadi ia melihat sosok kecil Alva?
Kini Alva di hadapannya telah menjadi seorang pria bertubuh besar dan tegap. Pria berwajah dingin dengan iris mata merah redup, namun sosoknya masih menangis dan menunduk dalam.
Reo bingung, apa yang terjadi? Kenapa Alva menangis sedih seperti ini? Apa ini berhubungan dengan Ann? Belum sempat ia bertanya, kini Alva menarik tangannya dan menggenggam erat.
Suasana sekitar yang tadi tak Reo perhatikan kini berubah menjadi remang dan dingin. Semilir angin malam menyapa kulitnya, dan bau anyir darah juga tercium pekat. Ada apa ini? Di mana mereka sekarang?
Tak lama, Alva berbalik dan berjalan menjauh. Reo semakin bingung, ia hendak menyusul tapi ia tak bisa berjalan. Kakinya terasa kaku dan tak bisa bergerak bak patung. Ada apa ini?
Perhatian Reo kembali pada Alva. Dari kejauhan ia melihat ada Ann sedang berdiri memunggunginya. Alva memeluk Ann, lalu tak lama Alva mengulurkan tangan padanya.
Reo kembali dibuat bingung. Ia menatap kakinya, kini kakinya sudah bisa bergerak. Dengan cepat Reo mendekati dua orang itu. Saat hendak meraih tangan Alva, tiba-tiba pandangannya menangkap sebuah pistol di tangannya. Reo semakin bingung, sejak kapan ia menggenggam pistol?
Saat hendak bertanya, tiba-tiba Reo kembali dibuat terkejut saat melihat dada adiknya berlumur darah, dan itu terlihat seperti bekas tembakan. Apa ini? Apa maksudnya ini? "Alva, ini—"
"Kenapa Kakak tega?"
Reo terdiam membeku. Pikirannya kalut seketika. Apa yang sedang terjadi? Apa ia menembak Alva? Kenapa? Tangan Reo gemetar seketika. Pistol di tangannya jatuh, dan di saat yang sama ia juga melihat Alva dan Ann jatuh.
Netra Reo membola. Tubuhnya lemas seketika. Tangannya hendak menggapai dua orang itu. Apa yang dilihat Reo seolah melambat, ia bisa melihat jelas Alva dan Ann jatuh bersama. Samar-samar ia juga melihat bibir adiknya bergerak dan berbicara.
"Kenapa kakak membunuhku?"
Reo tersentak seketika. Ia terbangun tiba-tiba, dan pandangannya menangkap langit-langit putih, ini di rumah sakit?
"Sudah bangun, Nak?"
Reo menoleh cepat, rupanya ada Voorh di sana. Reo diam sejenak mengatur napas. Ia menelan salivanya kasar karena mimpi buruk itu. Ia masih tak mengerti apa yang sedang ia mimpikan.
"Apa kamu baik-baik saja?" tanya Voorh tersenyum kecil.
Reo diam sebentar. Ia memegangi kepalanya yang terasa pusing. Ia menatap ke sekitar, hanya ada dirinya dan Voorh. Semua sisi ruangan itu juga terlihat seperti ruang perawatan, ia hanya bermimpi buruk, kan?
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm not Enigma [TERBIT-edisi revisi]
Lãng mạnAnn, seorang pembunuh bayaran yang beralih profesi menjadi barista, tetapi diam diam ia bekerja lagi dengan seorang Enigma berbahaya bernama Alva Edison, kerjasama yang dibangun secara sepihak ini membuatnya harus memutar otak untuk menolak setiap m...
![I'm not Enigma [TERBIT-edisi revisi]](https://img.wattpad.com/cover/269864739-64-k685366.jpg)