28. Vol. 2; Caught

5.8K 433 6
                                        

Jam 5 pagi, Xici keluar dari kamarnya dan langsung menuju dapur. Ia mengambil air minum karena merasa haus. Tak lama, ia berjalan ke arah ruang tamu dan duduk di sofa sambil membuka handphone. Matanya terlihat segar sebab ia tak tidur. Ia terjaga semalaman karena cemas menunggu kabar dari kakak-kakaknya.

"Oh, Xici di sini? Sudah bangun duluan ternyata."

Xici menoleh, rupanya sang Bunda sudah keluar dari kamar. "Oh, iya, Bunda. Xici bangun duluan karena haus" bohongnya.

Sang Bunda mengangguk, tapi setelah itu matanya tertuju pada pintu utama vila. Xici tahu apa yang sedang dipikirkan ibunya.

"Ayah masih belum pulang, ya?"

"Mungkin pekerjaannya banyak, Bunda. Kemarin kak Reo juga begadang loh," jelas Xici. "Bunda tahu tidak? Kemarin sewaktu menunggu Xici pulang sekolah, kak Reo ketiduran di mobil. Xici sampai harus menggedor kaca mobilnya berkali-kali, beruntung saja kacanya tidak pecah."

Sang Bunda tertawa pelan. "Iya, Bunda paham kok, Ayah dan kakak-kakakmu memang sibuk. Ya sudah, Xici mau langsung mandi? Jadi nanti jika Ayah datang, Xici bisa langsung berangkat sekolah."

"Iya Bunda, sebentar lagi ya. Xici mau menghabiskan air minum dulu."

"Iya, Bunda ke dapur dulu ya, Sayang."

"Iya Bunda," balas Xici. "Oh iya, Bunda, Xici mau dibuatkan nasi goreng omelet, ya?"

Sang Bunda langsung mengangguk lalu pergi ke dapur. Setelah itu Xici menghela napas pelan, ia menghidupkan tevelisi di depannya dan kembali menatap handphone. Menggulirkan layar beberapa kali sembari mengirimkan beberapa pesan pada sang Ayah dan juga semua kakak-kakaknya. Namun tak satupun dari pesan-pesan itu yang masuk kecuali Alza. Pesan pada Alza memang sudah masuk, tapi jika belum dibaca maka itu tidak ada bedanya.

Saat sedang fokus menatap handphone. Telinga Xici tak sengaja mendengar berita di televisi. Perhatiannya teralihkan pada berita besar yang menggemparkan kota hari itu. Ia menatap tak percaya pada kalimat yang tertulis di layar dan apa yang reporter itu katakan. Sebab berita itu berkaitan dengan ... "Kak Alva?"

---

Di tampat lain, di apartemen. Nao terbangun karena suara dering telepon. Ia tak sengaja tertidur karena kelelahan memandangi laptop semalaman tanpa henti. Setelah mengambil handphone, Nao menerima telepon itu tanpa melihat siapa yang menelpon. Sambil menguap kecil, ia mendekatkan handphone itu ke telinga. "Halo?"

"Nao, bisa aku minta tolong?"

Mata Nao langsung terbuka, itu suara Alza. Segera ia bangkit dan wajahnya segar seketika. "Alza, ada apa? Katakan saja, aku akan membantu sebisaku."

"Iya, tolong kendalikan berita terbaru pagi ini, ya?"

"Berita?" ulang Nao bingung. "Oh, oke, nanti aku cek dulu, ya. Oh iya, Ann dan Reo bagaimana? Apa kamu sudah bertemu Alva?" tanyanya lagi sambil menekan laptopnya, tapi ternyata laptop itu mati, mungkin karena kehabisan baterai?

Buru-buru Nao mengambil charger, tak lama ia mencoba menghidupkan laptopnya lagi. Setelah aktif, ia kembali mendengarkan telepon itu. Tak lama ia sadar Alza belum bersuara sejak tadi. "Alza? Kamu masih di sana? Alza?"

Nao diam mendengarkan telepon itu tapi hanya ada keheningan. Ia memeriksa sambungan teleponnya tapi semuanya tetap normal. "Alza? Apa kamu mendengar suaraku? Alza?"

Seketika telepon itu terputus. Nao kebingungan. "Eh, apa signal di sana seburuk itu?" Nao mencoba menelepon Alza lagi beberapa kali, semuanya masuk tapi tak ada yang terjawab, ada apa ini?

I'm not Enigma [TERBIT-edisi revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang