22. Cravings

8.9K 646 15
                                        

Empat bulan berlalu, perut Ann semakin membesar. Begitu pula dengan sikap manjanya. Sampai hari ini Ann masih suka meminta hal-hal aneh yang membuat seisi rumah sakit kepala. Dan Malam ini seluruh anggota keluarga Edison sedang berkumpul di ruang tamu, mendiskusikan permintaan baru dari Ann.

"Aduh, Bunda tidak tahu harus bagaimana."

"Aku tidak masalah Ann meminta apa pun, tapi jika yang satu ini jelas tidak bisa."

Alva diam tak berkomentar. Ia tidak berniat ikut berbicara karena dia sendiri tak memiliki solusi untuk permintaan Ann kali ini. Pasalnya Ann meminta pergi sebuah bar dan ingin meminum alkohol, tentunya Alva menolak keras permintaan ini.

Helaan napas terdengar dari mulut Alva. Sebenarnya ia sangat bersedia melakukan apa pun untuk Ann tapi tidak dengan yang ini. Ia juga tak habis pikir tentang permintaan berbahaya itu, padahal ia merasa Ann tak pernah meminum alkohol sebelumnya.

"Ayah bisa membuatkan sesuatu yang mirip dengan alkohol, tapi Ayah tidak yakin dengan efeknya. Ayah tidak akan mau mencoba hal semacam ini kepada manusia terlebih pada Ann dan cucu Ayah sendiri."

"Tapi kakak ipar akan menangis terus, Xici kasian," ucap Xici lagi, lalu hening. Semuanya terdiam dengan kebuntuan itu, tak ada jalan untuk permintaan Ann yang satu ini.

"Tolak saja. Lebih baik aku mendengar dia menangis 5 bulan ke depan daripada membahayakan kesehatan keduanya," tambah Reo.

Semuanya mengangguk setuju. Tapi di sisi lain mereka juga tidak tega mendengar Ann menangis. Begitu juga Alva yang selalu menghadapi Ann selama 4 bulan terakhir. Ia sudah pusing memikirkan setiap permintaan aneh dari Ann. Tak lama terlihat Ann berjalan masuk ke ruang tamu. Seluruh pasang mata langsung mengarah padanya.

"Eh, sudah bangun, Sayang?" tanya sang Bunda. Pemuda itu baru terbangun setelah tertidur karena menangis meminta alkohol. Matanya sedikit sembab karena terus menangis selama beberapa hari terakhir karena alkohol itu.

Ann menoleh ke arah lain sampai netranya berhenti pada pintu keluar. Tanpa aba-aba ia langsung lari keluar vila. Sontak Alva juga lari mengejar takut Ann jatuh.

"Ann, ke mana?" tanya Alva panik.

"Bintangnya bagus," gumam Ann lalu duduk di teras.

Alva yang mendengar itu hanya bisa diam menghela napas pasrah, ia ikut duduk di samping Ann. Pemuda itu sibuk memandangi langit malam. Tak lama, Alva menaikkan resleting jaket cokelat yang dipakai Ann.

"Jika mau melihat bintang, lebih baik jangan di sini. Di dalam saja, di tempat outdoor lebih bagus."

"Oh, ya sudah, ayo," balas Ann lagi langsung mengangkat kedua tangannya. Alva langsung menangkap maksud Ann yang ingin digendong. Ia langsung mengangkat Ann dan membawanya masuk.

"Ke mana dia?" tanya Alza saat Alva masuk ke ruang tengah..

"Mau melihat bintang. Aku ke tempat outdoor dulu," balas Alva lalu pergi dengan Ann yang menempel ditubuhnya bak anak koala.

Alza menggeleng pelan lalu menyandarkan kepalanya di sofa. Keheningan kembali mengisi ruang tengah itu. Tak ada yang berniat membuka pembicaraan lagi, bahkan Xici yang biasanya selalu mengisi suasana vila pun tak lagi bersuara. Ia kalah rewel dari Ann.

---

"Cantik," gumam Ann. Ia menatap ke arah langit malam. Bulan purnamanya sangat terang dan bintang tabur melengkapi keindahan malam. Ann terpaku melihat semua itu.

Alva pun diam memangku Ann, ia bersandar di kursi santai sambil memeluk tubuh Ann agar tidak kedinginan. Malam itu sangat sunyi. Hanya ada suara serangga dan angin malam yang dingin.

I'm not Enigma [TERBIT-edisi revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang