10. Anti-Enigma Ammunition

10.1K 677 8
                                        

illustration of Reo

----------------------------------------

Jam menunjukkan pukul 10. Di ruangan yang sama, Ann masih terjebak di sofa. Bukan terjebak karena tersangkut, tetapi dicengkeram erat oleh Alva. Cengkeraman itu masih belum lepas bahkan saat Reo dan Alza telah bersiap pergi.

"Lepas!" teriak Ann untuk kesekian kalinya. Ia memberontak hebat tapi ia cengkeraman itu tak kunjung lepas. Justru Alva semakin mendekapnya kencang. "Sesak, berengsek! Lepaaas!"

"Keluar, yok," ajak Alza menyenggol Reo.

"Hei, bantu aku dulu!"

"Tidak mau, bye." Alza langsung melenggang pergi begitu saja.

Kening Ann berkedut kesal. Alza benar-benar pergi dan tak peduli. Di tengah kekesalannya, ia hampir melupakan Reo. Pria yang satu itu masih berdiri di tempat. Orang ini pasti tidak akan ambil perduli juga, ia bisa menebaknya dari raut datarnya itu.

"Apa? Mau keluar juga? Sana pergi!"

Reo diam tak bereaksi. Ia terus memperhatikan bagaimana Alva mencengkeram pemuda itu dengan sangat erat. Baru kali ini ia melihat adiknya seperti ini. Ia mendekat lalu menarik rambut dan mengangkat paksa wajah adiknya.

Ann yang merasakan tarikan itu langsung menoleh bingung. Sekilas ia melihat iris mata Alva sekarang merah menyala. Ia terkejut melihat itu. "Kenapa lagi dia?"

Reo diam sejenak. "Tidak apa-apa, temani dia di sini dulu," balasnya lalu pergi keluar menyusul Alza. Dan akhirnya Ann sendirian lagi bersama makhluk enigma ini. Ann kembali menghela napas panjang. Samar-samar, ia mendengar suara mobil meninggalkan vila, lalu hening kembali menyelimuti vila itu.

"Sialan," gerutu Ann.

Suasana hening dan senyap, Ann mulai bosan. Terlebih dicengkeram erat seperti ini membuatnya tak bisa pergi atau bergerak. Pandangannya mengedar, di dekatnya ia melihat handphone Alva di meja. Tak ada pilihan lain, ia pun mengambil handphone itu berniat mencari hiburan dari sana.

Tapi handphone itu terasa seperti di-reset, ia baru sadar handphone Alva kosong seperti baru. Hanya ada beberapa kontak. Itu pun hanya nomor keluarga. Makhluk ini benar-benar mengisolasi diri.

"Ann," panggil Alva dengan suara pelan.

"Kenapa?"

Hening. Alva tak membalas lagi dan masih memeluk. Tak lama, Alva membalikkan tubuh kecil itu hingga mereka dapat bertatapan satu sama lain. Ann nampak terkejut saat melihat iris semerah darah itu menyala semakin terang.

"Kamu baik-baik saja?" tanya Alva.

"Hah? Harusnya aku yang bertanya begitu, kamu tidak apa apa? Kenapa matamu menyala seperti itu? Kamu mirip vampir."

Alva diam tak merespons. Ia kembali menarik tubuh Ann dan bersandar di bahu kecil itu lagi. Tak lama, ia menjatuhkan diri dan kembali menindihi pemuda itu.

"Ah, Hei! Sesak!" pekik Ann memberontak, ia berusaha mendorong dan menjambak rambut Alva, tapi pria itu tak bereaksi sama sekali. Ann panik, ia merasa aneh dengan posisinya saat ini.

Tak lama, Alva bangkit, tapi kedua tangan pria itu berada di samping kepalanya seperti mengurung. Kilatan iris mata Alva masih menyala dan sekarang membelakangi cahaya lampu, itu membuat kesan menyeramkan. Ann bergidik, terlebih saat ia sadar Alva mulai mendekat dan mendaratkan kecupan ringan di keningnya. Seketika bulu kuduk Ann berdiri sempurna. Refleks ia menampar wajah pria itu.

"Berengsek! Pergi sana!"

"Tahan 30 menit bisa?"

"Hah? Apanya?"

I'm not Enigma [TERBIT-edisi revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang