"Aaahh.....sepertinya kakiku kram..." Namjoon berjalan terpincang-pincang ke dapur dan meletakkan belanjaannya.
"Kau seperti orang tua Namjoonie..."
"Duduklah...biar aku yang bereskan belanjaannya" Seokjin terkekeh dan mulai mengeluarkan barang-barang dari kantong kertasnya.
"Aaawww......inilah yang dimaksud kenapa pria tidak betah menemani kekasihnya belanja eoh?" Ia memijit-mijit kakinya yang sakit di sofa.
Hening. Suara plastik dan kertas pun berhenti.
"Jadi kau keberatan menemaniku belanja Namjoonie?"
Namjoon sontak menoleh ketika menyadari ucapannya.
Seokjin menatapnya dari balik meja dapur.
Bibirnya mengerucut kesal."B-bukan...hyung....m-maksudku....."
Ia berdiri dengan cepat hendak menghampiri pria dengan aura gelap di dapur namun terjatuh karena kakinya yang sakit.
Seokjin terbahak dan segera berlari menangkap tubuhnya yang telah berbaring di lantai.
"Aigooooo.......kasihan adikku yang panik...."
"Hyung...maaf aku tidak bermaksud seperti itu....aaawww..." Namjoon merengek dan mengusap kakinya.
"Hyung hanya bercanda Namjoonie....."
"Lagipula hyung kan bukan kekasihmu" Ia menarik tangannya dan membantu untuk kembali duduk.
"Kenapa sakitnya pindah ke hati ya?" Raut wajah Namjoon tiba-tiba berubah mendengar ucapan Seokjin.
"Hyung pijat ya...." Seokjin meletakkan kaki Namjoon di pangkuannya.
"T-tidak usah hyung....."
"A-aku akan istirahat saja sebentar" Diturunkanlah kakinya dan berjalan tertatih menaiki tangga menuju kamar.
"Ah....bodoh...kenapa aku malah ketiduran!"
Namjoon mengusap wajahnya kasar dan beranjak dari tempat tidurnya.
Sesaat ia berhenti untuk mencium sesuatu.
Bau gosong.
Ia pun bergegas keluar kamar dan berlari menuju dapur.
"Astaga hyung....bahaya!" Namjoon segera mematikan kompor dengan panci berwarna hitam di atasnya.
"N-Namjoon....maaf..maaf....."
"Akh!" Tanpa berpikir Seokjin mengangkat panci yang masih panas itu dengan tangannya.
"Hyung!" Namjoon segera menarik tangannya dan meletakkannya di bawah kucuran air di wastafel.
"Hyung kenapa melamun?"
"Itu bahaya sekali...." Ia berdecak kesal di belakang tubuh Seokjin yang masih gemetar karena kaget.
Namjoon mengeringkan ketiga jari yang memerah itu dengan handuk kecil kemudian mencari obat luka bakar di kotak P3K.
"Perih tidak?"
Seokjin menggeleng sambil tertunduk menatap jari-jarinya yang tengah berada di atas telapak tangan Namjoon."Maaf aku membentakmu hyung...." Namjoon mengoleskan obat luka itu dengan hati-hati.
"Aku kaget sekali tadi..." Ia terkekeh sambil membalut jemari Seokjin.
"Hyung kenapa melamun?"
Seokjin melirik perlahan dan mengeluarkan sebuah amplop dari saku celananya.
"Tadi....ada yang mengantarkan ini...."
Namjoon menerima amplop yang diserahkan Seokjin dan membukanya.
Bola matanya bergerak-gerak membaca setiap ketikan di atas kertas putih itu.
"Co-star?"
"Hyung!" Ia tersenyum lebar dan membulatkan matanya."Aku tidak tahu harus menjawab apa...." Seokjin menatapnya polos.
"Hyung...ini kesempatan besar!"
"Tentu saja jawabannya iya...""Betul kan?"
Seokjin tertawa kecil melihat Namjoon yang bersemangat sambil masih membulatkan kedua matanya.
"A-aku tetap harus ikut audisi..."
"Bagaimana jika aku gagal?""Bagaimana jika mereka tidak menyukaiku?"
"Hey.....ada apa dengan Jin hyung yang kukenal eoh?"
"Kemana Jin hyung yang super percaya diri itu?""Aku tidak seperti itu Namjoonieeee!" Ia memukul lengannya. Telinganya memerah.
"Haruskah kubalas sekarang?" Seokjin menimang-nimang surat itu.
Namjoon menghela napas. Tangannya bergerak meraih lembut jemari pria di hadapannya.
"Apakah hyung menginginkannya?" Ia merendahkan kepalanya mendekat. Wajahnya serius.
Seokjin mengerjap beberapa kali kemudian tersenyum dan mengangguk pelan.
"Disini ada alamat emailnya..."
"Ayo kirim balasannya hyung...""Jangan sia-siakan kesempatan ini" Namjoon membuka laptopnya.
"Send...." Seokjin menekan tuts hitam itu perlahan.
"Huffffhhhhh...."
"Kenapa jantungku berdebar seperti ini" Ia tertawa memegangi dadanya.
"Hyung....aku akan mendukungmu"
"Selama itu membuat hyung bahagia"