55 : Tokyo

232 14 0
                                    




Mobil itu hening.

Tidak ada percakapan apapun selama perjalanan menuju ke studio yang berjarak agak dekat dengan rumah mereka.

Sesekali Namjoon diam-diam menoleh pada pria yang sedang menyetir di sebelahnya.

Sepertinya Seokjin sama sekali tidak keberatan dengan suasana hening seperti ini, tidak seperti biasanya.

Seokjin selalu memasang musik walaupun dengan volume kecil, kadang ia ikut bernyanyi dan membuat bahan candaan dengan lagunya.

Perasaan Namjoon semakin tak karuan. Ia mengepalkan tangan erat di bawah bibirnya.

Sentuhan telapak tangan yang dingin membuyarkan lamunannya. Ia tersentak dan menoleh.

"Kita sudah sampai..." Seokjin tersenyum sambil menurunkan kepalan tangannya perlahan.

"Kau tidak apa-apa Namjoonie?"

Namjoon menggeleng. Sentuhan tangan Seokjin sedikit menenangkannya. Ia berusaha tersenyum.



"Yoongi menyuruhmu mengambil apa sih?"

"Memang dia tidak bisa mengambilnya besok saja huh?"
Seokjin berkeliling memasuki studio bercahaya minim itu.

Namjoon tersenyum lega di belakangnya.

Pria itu kembali mengerucutkan bibirnya.

"O ya...." Seokjin berbalik tiba-tiba dan membuat Namjoon tersentak kemudian menetralkan raut wajahnya.

"Kau sedang ada project apa dengan Yoongi huh?"

"Apakah hyung tidak boleh tahu sekarang?"
Ia kembali mengerucutkan bibirnya.

"Ahh...hyung juga tidak bilang soal film yang hyung bintangi" Tak mau kalah, Namjoon ikut meninggikan suaranya.

"Memangnya kau peduli?"

Keduanya tersentak.

"Maaf...." Seokjin berucap lirih.


"Kenapa kita bertengkar?"

"Aku hanya ingin bicara...." Namjoon menunduk sedih.

"Maaf....." Sekali lagi Seokjin mengulang.

Namjoon menghela napas kemudian menarik pelan kedua tangan Seokjin.

Mengajaknya duduk di depan layar monitor yang baru saja ia nyalakan.

"Aku......baru saja menyelesaikan dua lagu baru..."

"Untuk tampil di tempat biasa nanti kah?" Seokjin tersenyum lebar.

Ia menoleh pada Namjoon yang tengah menjulurkan tubuh di sampingnya.

Wajah mereka sangat dekat sekarang. Seokjin bisa melihat cekungan tipis di pipinya itu dengan jelas.


"Tidak hyung..."

"Aku sudah tidak kesana lagi" Ia tersenyum sambil terus menatap layar komputernya dan mengklik sebuah folder. Cekungan di pipinya semakin dalam.

Seokjin menelan ludah kasar. Menahan diri untuk tidak menyentuh lesung pipi yang selalu membuatnya merona.

Ia beranjak dari kursinya kemudian pindah ke sofa di belakangnya.

Wajahnya panas sekali.


"Aku ingin membuat sebuah album..."

Namjoon menoleh kemudian mengusap tengkuknya malu.

"Woaahhh.....serius?" Seokjin membulatkan matanya.

Namjoon mengangguk dari tempat duduknya. "Sekarang aku sedang mengumpulkan lagu..."

"Hingga saatnya nanti..."

"Aku ingin jadi orang yang berguna..."


"Namjoonie......"
"Aku.....boleh dengar lagunya?"

"Hyung....tapi ini...."

"Dibuat waktu kita masih....."

Seokjin menggeleng dan tersenyum lembut. "Tidak apa-apa Namjoonie....."

Lagu berinstrumen alat musik tradisional Jepang itu pun kembali diputar.

Namjoon terus menatap layar monitor.

Takut jika lagu yang ia buat itu membuat Seokjin merasa tidak nyaman. Ia memejamkan matanya erat.

Menunggu reaksi dari pria yang duduk di belakangnya.


"L-lagunya agak berbeda dengan...." Namjoon memberanikan diri untuk menoleh.

Seokjin tengah memejamkan matanya.

Ia bersandar menutupi bibirnya yang melengkung dengan lengan sweaternya.


"Hyung.....maaf jika lagunya...."

"Namjoonie........" Kedua matanya terbuka. Bersamaan dengan air matanya yang mengalir.

"Boleh peluk?" Ia berusaha tersenyum.

Namjoon bergegas menghampirinya.

Duduk di sampingnya dan mendekap erat tubuh ramping yang bergetar itu.

Sekuat tenaga ia menahan air mata. Namjoon menggigit bibirnya.



















Under The Same SkyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang