"Baru pulang kamu hah?!" Baim berdiri di hadapan Sagam."Sudah membolos jam pelajaran pertama, di hukum sama kepala sekolah, terus sekarang kamu pulang se larut ini?"
Plakk
Satu tamparan keras berhasil mendarat di pipi Sagam, sakit tentu saja tamparan Baim itu tidak pernah main-main.
"Masuk!" Baim menarik dasi sekolah yang menggantung di leher Sagam.
Baim membawa Sagam ke taman belakang, dia membanting tubuh Sagam menggunakan kursi rotan dengan keras, tapi kalian lihat, Sagam tidak menunjukan rasa sakit sama sekali dia hanya menutupi wajahnya menggunakan tangandan ekspresi yang datar itu seolah membuat Baim naik pitam. Karena bukan ini yang Baim mau, dia menginginkan Sagam merintih kesakitan dan memohon kepadanya.
Dia mengambil pot bunga tanpa segan-segan tangan kekarnya itu melemparkan pot bunga yang berukuran sedang ke wajah Sagam, membuat jidat Sagam berdarah.
"KENAPA KAMU MEMBUAT SAYA MARAH TERUS HAH?! KENAPAAA!!"
"SAYA CAPEK HABIS BEKERJA UNTUK KELUARGA SAYA! SAYA SUDAH PUSING DENGAN PEKERJAAN SAYA DI KANTOR, SAYA PULANG KE RUMAH MAU ISTIRAHAT BUKAN MENGURUS ANAK CACAT SEPERTI KAMU!!" Baim menendang bahkan menginjak kaki Sagam dengan kuat.
"BICARA KAMU SIALAN! KELUARKAN SUARA KAMU!! CEPAT!" Baim malah memukul tubuh Sagam tanpa ampun, tapi Sagam tidak mendengarkan perintah Baim untuk mengeluarkan suaranya bahkan untuk meringis saja sepertinya Sagam enggan sekali, mulutnya itu terus tertutup rapat.
Setelah puas memukuli Sagam, Baim bangkit dia mengusap wajahnya yang penuh dengan keringat sebenarnya Baim belum puas karena Sagam masih belum mengeluarkan satu kata pun dari mulutnya, setelah itu meninggalkan Sagam sendirian di taman belakang dengan kondisi yang mengenaskan.
Tubuhnya yang terlentang dengan mata yang tertutup sempurna, luka di seluruh tubuhnya, dan darah yang terus keluar dari kepalanya.
Duarrr
Petir di malam hari terdengar, tak lama kemudian air yang turun dari langit mengalir deras membasahi tubuh Sagam yang tergeletak tak berdaya itu, Sagam juga manusia dia merasakan sakit di tubuhnya.
Sagam bukan tidak kuat untuk meneduh, menggerakkan badannya, dia sengaja membiarkan tubuhnya di guyur oleh hujan malam. Tenang, itulah yang saat ini di rasakan oleh Sagam, suara aneh yang terus terdengar dan menghantui pikirannya seketika tergantikan dengan suara gemercik air hujan.
Ini yang paling di sukai oleh Sagam, rasanya Sagam ingin setiap hari hujan terus supaya pikirannya tenang. Dan Sagam bisa keluar dari zona yang membuat dirinya tersiksa sekali selama ini.
Perlahan Sagam membuka matanya menatap langit malam yang begitu gelap. Dia melirik ke kiri dan ke kanan tidak ada siapapun hanya terlihat lampu yang menyala saja. Sagam menghela nafasnya lelah, Sagam tidak bisa menyalahkan takdir dia hanya bisa menerimanya saja dan menjalani apa yang sudah tuhan berikan kepada Sagam.
Tangannya bergerak seolah mencari sesuatu, lalu tangannya merasakan apa yang dia cari, menggenggamnya dengan erat dan mengangkat tangannya yang tengah menggenggam batu yang berukuran sedang itu tepat di atas wajahnya.
"Mati!"
"Mati!"
"Mati!"
Sagam sudah tidak tau hanya bagaimana lagi, mungkin dengan dia melakukan ini Sagam akan sedikit tenang lebih lama karena hujan ini hanya sebentar mungkin sebentar lagi berhenti, dan hati Sagam menginginkan ketenangan lebih lama.
Dukkk
"GILA KAMU HAH?!!" Ina berhasil menendang tangan Sagam yang menggenggam batu berukuran sedang hingga terpental jauh, Ina tidak peduli dengan tangan Sagam yang nantinya akan sakit.
Sagam memutarkan bola matanya ketika matanya bertemu dengan bola mata Ina.
"Cepat bangun!!" Ina menarik tangan Sagam tapi Sagam hanya diam di posisinya.
"Bangun atau saya kunci kamu di luar!" Ancam Ina namun Sagam tetap diam dia malah memejamkan matanya.
"Baiklah jika itu mau kamu, tapi jangan membuat saya repot nanti," ucap Ina.
Dia benar-benar pergi, masuk ke dalam rumah dan mengunci pintu yang menghubungkan taman belakang dan rumah.
Di luar Sagam hanya diam saja di tempatnya, membiarkan air hujan itu terus mengguyur seluruh tubuhnya. Tidak peduli dengan Ina yang akan mengunci dirinya di luar lagi pula Sagam selama hidup pun tidak pernah merepotkan mereka. Sagam belum pernah mengeluh sedikitpun apa yang dia rasakan kepada mereka.
__________Di pagi hari Baim, Ina dan Sagan tengah sarapan bersama menikmati masakan Ina dengan khidmat. Sagan yang paling menyukai masakan Ina, dia memakan masakan Ina dengan lahap bahkan porsinya lebih besar dari porsi Baim.
"Selesai," Sagan meletakkan sendok di atas piring.
"Kamu kok udah selesai aja, ayah aja masih setengahnya loh," ucap Baim.
"Hehe abisnya makanan Mamah itu paling enak se dunia," Sagan memeluk Ina dari samping dan mencium pipi Ina.
Canda dan tawa mereka seketika terhenti ketika mereka melihat Sagam yang terjatuh di hadapan mereka semua dengan posisi duduk. Tubuhnya yang di guyur hujan semalaman itu mencoba untuk masuk ke dalam rumah meskipun tubuhnya sangat lemas sekali, Sagam sangat kesal dengan dirinya sendiri kenapa dia bisa terjatuh di hadapan mereka semua, sungguh menyebalkan jika nantinya mereka akan mengira kalau Sagam hanya mencari perhatian dari mereka, tapi Sagam juga tidak bisa menyalahkan semuanya ke dirinya sendiri Sagam jadi seperti ini karena ulah Baim juga, tapi kenapa Baim seolah tidak memiliki empati sama sekali kepada Sagam yang sudah lemas seperti ini, hanya sekedar membawanya masuk ke dalam rumah pun tak apa, tidak seperti ini di biarkan tergeletak di bawah guyuran hujan dengan tubuh yang sakit. Ina bahkan benar-benar mengunci Sagam di luar semalaman dan baru di buka tadi subuh.
"Lemah banget sih Lo jadi cowok!" Ujar Sagan kepada Sagam yang masih terduduk dengan kepala yang menunduk.
"Udah sana pergi ih ngapain masih di sini! Bikin gue muak aja!" Sagan melipatkan ke dua tangannya di depan dada.
Sagam berusaha dengan sekuat tenaga untuk berdiri, dan berjalan tertatih menaiki tangga, sesekali Sagam terhenti ketika tubuhnya lemas sekali, kepalanya pusing dan berputar.
Setelah sampai di kamar dan mengunci pintu kamarnya, Sagam langsung menidurkan tubuhnya di atas kasur. Sepertinya hari ini Sagam tidak akan berangkat sekolah. Karena tubuhnya yang tidak kuat untuk melakukan apapun, bukan lebay tapi ini memang kenyataanya tubuh Sagam benar-benar lemas sekali dan sakit tentunya, seluruh tulang di tubuhnya serasa di patahkan dalam satu waktu.
Perut Sagam terasa sakit sekali, sepertinya maag Sagam kambuh lagi karena belum terisi makanan sedikitpun dari kemarin kecuali batagor pemberian temannya. Tapi jujur itu tidak mengenyangkan.
Tapi Sagam juga tidak bisa apa-apa, sepertinya Sagam akan menunggu hingga tubuhnya merasa baikan, dan semoga saja setelah Sagam tidur tubuhnya kembali bugar sehingga Sagam bisa membeli makanan untuk mengisi perutnya yang sakit.
Brakk
Brakk
Brakk
"KELUAR KAMU SIALAN! BUKANNYA SEKOLAH MALAH ENAK-ENAK TIDUR! MAU JADI APA KAMU HAH?!"
Teriak Baim dan gedoran pintu kamar Sagam terdengar begitu keras sekali. Sagam yang ada di dalam kamarpun hanya menutup telinganya dengan erat sekali.
____________________________________
Halo semuanya, dah lama banget aku g nyapa kalian
Maaf yaMakasih loh buat kalian yang udah baca cerita aku ini, ya meskipun amburadul di urutan part nya ya aku pun tidak tau kenapa jadi seperti itu.
Tapi makasih banyak loh sama kalian semua yang udah vote bahkan komen minta NEXT cerita ini, rasanya kek BAHAGIA banget.
KAMU SEDANG MEMBACA
PERTAMA DAN TERAKHIR
Teen FictionRumah itu statis, manusia itu dinamis, lantas bagaimana kita menjadikan seseorang rumah sedangkan sifatnya saja berubah-ubah. JANGAN LUPA FOLLOW YA KAWAN