Dia hari sudah mereka liburan di pantai dan masih ada lima hari lagi yang belum terlewati. Dan malam ini mereka bertiga tengah berada di kamar dengan Sagan yang berada di tengah. Mungkin Sagan terlalu kecapekan sehingga dia tertidur lebih awal dari biasanya.Tapi Baim belum masih bisa tertidur, perasaanya sangat gelisah memikirkan seseorang yang dia kurung di dalam rumah sendirian. Setelah beberapa hari liburan Baim baru menginat anak itu juga.
"Mas belum tidur?" Ucap Ina yang terbangun dari tidurnya.
"Sayang, maaf tapi sepertinya besok pagi kita akan pulang," ucap Baim.
"Loh kenapa? Kan masih lima hari lagi mas," ucap Ina.
"Ada masalah yang harus mas selesaikan jadi maaf besok kita pulang ya," Baim mengelus Surai istrinya.
"Ya udah lah terserah mas aja." Ina kembali merebahkan tubuhnya dengan posisi membelakangi Baim, sepertinya Ina kecewa dengan Baim karena mengajaknya pulang sebelum liburan selesai.
Pagi pun tiba, semalaman penuh Baim sama sekali tidak tertidur, dan pagi ini dia sangat pusing sekali karena Sagan yang menangis dia marah-marah karena masih ingin liburan. Entah harus seperti apa lagi Baim dan Ina membujuk Sagan supaya mau pulang.
"Sayang kalo nanti papah udah selesai, kita liburan lagi ya, tapi untuk sekarang kita pulang dulu ya."
"Ada masalah apa sih pah? Kan anak buah papa banyak, kenapa harus sama papah terus? Kita ini lagi liburan pah jadi lupain dulu masalah di kantor."
"Papah akan pulang, kalo kamu gak ikut papah kamu pulang sendiri," Baim membawa kopernya sendiri, Baim hanya menggertak Sagan saja karena bagaimanapun juga Baim tidak tega untuk meninggalkan Sagan sendirian dia diam duduk di dalam mobil sembari menunggu Sagan dan Ina.
Lima menit berlalu, akhirnya Ina dan Sagan keluar dari penginapan, dan tanpa bicara apapun setelah mereka masuk ke dalam mobil Baim langsung melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.
"Mas berhenti dulu di restoran, Sagan belum sarapan," ucap Ina, tapi Baim seolah tuli dengan ucapan Ina dia tetap fokus menyetir mobilnya supaya mereka selamat hingga rumah.
Beberapa jam menempuh perjalanan yang jauh akhirnya mereka sampai di pekarangan rumahnya, Ina dan Sagan saling memandang mereka nampak kebingungan dengan sikap Baim yang seperti di kejar setan.
"Mas kamu kenapa sih?!" Ina ikut mengejar Baim masuk ke dalam rumah dan dia melihat suaminya yang berdiri di ambang pintu salah satu kamar yang jarang di masuki.
Mereka berdua terkejut, terdiam mematung, menyaksikan di depan mata kepalanya sendiri seorang pemuda yang telah mereka lupakan bersandar di kasur dengan mulut yang terbuka mengeluarkan darah, matanya terpejam erat seolah menahan sakit yang tidak bisa tertahankan, ke dua tangannya yang terus mencengkram dadanya dengan erat.
"Mas apa yang sudah kamu lakukan?!" Ina mendorong Baim hingga dia mundur beberapa langkah.
"Hey kamu kenapa?" Ina mengguncang pundak Sagam. Sedangkan Sagam malah semakin kesakitan karena Ina terus mengguncang tubuhnya.
"Mas cepat bawa di ke rumah sakit," ucap Ina.
Baim pun segera mendekat, dia melihat dari bawah hingga atas tubuh Sagam terus bergetar, Baim merasa bersalah tapi egonya itu semakin tinggi.
"Saya akan bawa kamu ke rumah sakit kalo mau setuju akan merubah wajahmu," ucap Baim.
"Mas apa sih? Ini bukan waktu yang tepat kamu bicarakan ini!"
"Tunggu dulu Ina," Baim menatap wajah Sagam yang tengah kesakitan, Sagam masih belum membalas ucapan Baim barusan.
"Kita pergi," Baim menarik tangan Ina untuk keluar tapi mereka malah terkejut kembali ketika melihat tubuh Sagam yang mulai tergeletak tak berdaya, tubuhnya bergetar seperti kejang.
"Sagam!" Ina semakin histeris melihat bagaimana darah itu menggenang di samping tubuh Sagam yang sudah tergeletak.
Dia mendekat, mengambil sapu tangan dari dalam kantong jas nya dan menyumpalkannya ke mulut Sagam.
"Mas cepat panggil dokter."
Setelah dokter datang dan memeriksa Sagam langsung pulang, dia bilang jika Sagam hanya mengalami demam biasa dan tidak perlu di bawa ke rumah sakit.
"Ke kamar yu mas," ajak Ina dan di angguki oleh Baim. Mereka meninggalkan Sagam sendirian di kamar tamu. Mereka sengaja membawa Sagam ke kamar tamu Karena kamar Sagam itu sangat gelap sekali bahkan mereka tidak bisa melihat apapun di kamar Sagam.
Tanpa mereka ketahui ternyata Sagam sudah sadar, dia baru membuka matanya setelah Baim dan Ina keluar dari kamar. Sagam yang baru sadar pun mencoba untuk duduk meskipun tubuhnya masih lemas sekali, Sagam sangat berterimakasih karena mereka datang di waktu yang tepat, tapi Sagam sangat sakit hati sekali ketika apa yang di ucapkan ke dua orangtuanya tadi. Sagam tau mereka sangat benci kepada dia, tapi tidak seharusnya mereka seperti itu, yang patut di pertanyakan kepada mereka itu di mana letak tanggung jawabnya sebagai orang tua?
Sagam berjalan ke arah pintu sembari berpegangan kepada tembok dia berjalan perlahan menuju ke kamarnya, tidak ada yang mengetahui Sagam memaksakan dirinya berjalan menuju kamar karena semua orang kini tengah berada di taman belakang untuk menikmati makan siangnya.
Setelah sampai di kamarnya Sagam langsung masuk ke dalam kamar mandi, di mengguyur tubuhnya di bawah shower air dingin membiarkan semua lukanya kembali basah karena terkena air. Selama ini Sagam juga sangat membenci dirinya yang pengecut, dia tidak bisa melawan Baim yang sering memukulinya, dia tidak bisa melawan Ina yang sering mencacinya dan juga Sagam tidak bisa melawan Sagan karena Sagam sangat takut kepada Baim dan Ina.
Seandainya, seandainya dulu Sagam bisa menjelaskan apa yang sudah terjadi pada dirinya mungkin mereka akan sedikit memahami meskipun Sagam tidak yakin jika mereka akan peduli kepada Sagam.
Tapi itu semua hanya seandainya yang sudah terlewatkan, yang menjadi penyalaan terbesar di hidup Sagam. Benar kata orang jika penyesalan itu selalu terakhir.
Setelah puas menyiksa dirinya sendiri kini Sagam sudah keluar dari kamar mandi, membuka jendela kamarnya yang menampakan pemandangan indahnya dunia. Memejamkan matanya menikmati hembusan angin yang menerpa wajahnya, sudah lama sekali rasanya Sagam tidak membuka jendela ini atau bahkan tidak pernah di buka sama sekali.
Matanya yang terpejam meneteskan air mata dan ke dua tangannya menggenggam erat kayu yang membatasi jendela dengan tembok, sangking eratnya kuku Sagam nampak begitu putih.
____________________________________
Sepertinya akan selesai cepat dehh
Cukup gak part nya segini, kalo g cukup di cukup-cukupi in lah ya heheh soalnya udah mentok endingnya bakalan ke gini. Semoga kalian suka yaaa jangan kecewa nanti sama endingnya aku harap sih kalianenerima kalo ending ceritanya itu happy ending atau sed ending okeyy.
Selamat membacaaa jangan lupa vote dan komen
KAMU SEDANG MEMBACA
PERTAMA DAN TERAKHIR
Roman pour AdolescentsRumah itu statis, manusia itu dinamis, lantas bagaimana kita menjadikan seseorang rumah sedangkan sifatnya saja berubah-ubah. JANGAN LUPA FOLLOW YA KAWAN