"Mama mau kemana?" Tanya Sagan ketika berpapasan dengan Ina."Mama mau ke atas sebentar," jawab Ina.
"Sekalian sama hp aku ya mah tolong banget ya ma."
"Okey."
"Papa denger denger di sekolah bakalan ada olimpiade ya?" Ucap Baim sembari mengelus rambut Sagan.
"Oh iya Sagan lupa pa, seharusnya Sagan belajar buat olimpiade nanti," ucap Sagan dengan ekspresi wajah yang panik.
"Udah nanti aja, papah percaya kok sama kamu tanpa belajar pun papa yakin kamu bakalan menang, kamu kan hebat kaya papa," ucap Baim.
"Hehe anak papa gitu."
"Papa harap kamu tidak mengecewakan papa seperti anak sialan itu."
"Pah meskipun aku sama dia kembar tapi nasib kita berbeda jauh, aku di atas langit dan dia jauh di bawah tanah, dia gak mungkin bisa menyamakan kedudukan ku bagaimanapun caranya," ucap Sagan.
"Kamu benar, papa menyesal karena dulu tidak membuangnya ke panti asuhan."
"Coba aja kalo dulu papa buang dia, mungkin keluarga kita gak bakalan malu karena dia."
"Maafin papa ya, semuanya salah papa."
"Bukan salah papa, ini semua salah dia yang sialnya menjadi kembaran ku," ucap Sagan.
"Lagi ngomongin apa sih? Kok kaya serius banget gini," ucap Ina sembari memberikan hp milik Sagan.
"Gak papa kok mah," ucap Baim.
"Kalian udah main rahasia-rahasia an ya? Gak mau kasih tau mama?"
"Gak gitu mah, cuma ya gak penting,"
Ina seketika di buat diam dengan jawaban Sagan, padahal dia mendengar semua obrolan mereka berdua, tapi kenapa ketika Ina menghampiri mereka, mereka malah bersikap seperti tidak berkomunikasi sama sekali.
_________"Yok," Ozie menggandeng tangan Sahaka untuk masuk ke dalam salah satu ruangan.
"Lo aja zie, gue gak sanggup," ucap Shaka.
"Gue ngerti, Lo tunggu kita dia sini atau di mana?" Tanya Ozie.
"Gue tunggu di sini aja, tapi maaf gue gak bisa ikut masuk, gue gak sanggup."
Ozie hanya mengangguk, dan segera masuk ke dalam. Sebenernya Ozie juga merasa tidak sanggup, perasaanya dari tadi terus merasakan takut dan sedih, tapi Ozie harus menemani sahabatnya di dalam, Ozie harus berusaha tegar di hadapan sahabatnya.
________"Kok gue nangis sih?" Tanya Sagan kepada dirinya sendiri, entah Sagan tidak tau kenapa matanya tiba-tiba meneteskan air mata padahal dia tengah bermain game, perasaannya pun tidak karuan entah apa yang tengah dipikirkannya sehingga seperti ini.
"Kenapa sama gue? Perasaan apa ini?"
Sagan bangkit dari posisinya, dia mengambil tisu untuk menghapus air matanya. Dan berjalan ke luar dari kamar.
"Loh kok belum tidur?" Sapa Ina ketika melihat Sagan yang berjalan gontai ke arahnya.
"Belum ngantuk," ucap Sagan.
"Mama kenapa belum tidur?" Tanya balik Sagan.
"Mama juga gak bisa tidur, Dari tadi hati mama gak tenang banget, tapi pas liat kamu mama udah mulai tenang," Ina mengelus rambut Sagan dengan lembut. Ina menyayangi anaknya lebih dari apapun, Sagan buah hatinya yang sudah dari lama dia nanti-nanti dari dulu, Ina sebagai seorang ibu berharap jika Sagan tumbuh menjadi lelaki sejati, bisa membahagiakan ke dua orang tuanya.
"Kita tidur bareng yuk ma?" Ucap Sagan dengan antusias.
"Yok, di mana?"
"Di sini aja, sambil nonton drakor," ucap Sagan.
Ina mengangguk, dia menyetujui keinginan putranya untuk tidur di ruang keluarga sembari menonton drakor. Ina mengambil kasur lipat empuk itu ke ruang keluarga, tak lupa Ina juga membawakan bantal dan selimut untuk mereka tidur nanti.
"Gak ada cemilan ma?" Tanya Sagan kepada Ina.
"Ada, tenang saja," Ina pergi ke dapur dan kembali sembari membawa cemilan kesukaan Sagan dan kesukaannya karena Ina tidak suka dengan makanan favorit Sagan dan Sagan pun tidak suka dengan makanan favorit Ina.
________"Udah diam dulu kenapa sih Lo ngeyel banget kalo di bilangin!"
"Kita gak bakalan biarin Lo pulang hari ini," Ozie terlihat sangat geram sekali dengan kelakuan Sagam, baru saja dia sadar dan dia sudah berusaha untuk pergi dari sini. Ozie dan Shaka mau tak mau terpaksa harus mengikat kedua tangan dan kaki Sagam supaya dia diam tidak memberontak pergi.
"Nah kan kalo gini enak, kita bisa santai minum kopi ya gak shak," ucap Ozie.
"Oh ya iya dong, yok kita main game," Sahaka segera mengeluarkan hp miliknya begitupun dengan Ozie. Mereka berdua terlihat sangat asik sekali bermain game, menghiraukan tatapan tajam dari Sagam.
Jika saja tangan dan kaki nya tidak di ikat seperti ini mungkin Sagam sudah memukul Ozie dan Shaka hingga mereka kapok.
Clekk
"Loh kok dia di ikat seperti ini?" Dokter muda yang bertugas memeriksa Sagam pun hanya terheran-heran dengan Sagam yang di ikat seperti ini, dan teman-teman malah asik bermain game.
"Jangan di lepas dok kalo gak mau sekarat," ucap Shaka. Dia sudah melihat bagaimana tatapan marah yang tersorot kepada dia dan Ozie.
"Tapi kasian di ikat kaya gini."
"Jangan sok amnesia, entar saya bikin amnesia beneran," ucap Ozie.
"Kalian tuh temennya atau musuhnya sih, kok temen sendiri di perlakukan kaya gin---" ucapan dokter itu terhenti karena tangannya yang akan membuka ikatan tali di tangan Sagam di pegang oleh Ozie.
"Siapin dulu ruangan IGD baru boleh buka."
Dokter itu hanya tersenyum dan melepaskan tangannya, entah mengapa mengerjai mereka sangat seru sekali bahkan dia sudah menganggap mereka seperti teman bukan seperti dokter dan pasien secara umumnya.
"Kalian kalo ngikat dia jangan lupa di kasih makan, entar kalo ngamuk saya gak tanggung jawab."
"Ya udah mana makanan nya?"
"Loh belum di kasih?" Dokter itu melihat ke arah nakas dan benar saja di sana belum ada makanan sama sekali.
"Sudah kok dok, tadi kita sudah menyimpan makanan untuk pasien di sana," ucap suster yang ikut bersama dokter itu.
"Tapi kok gak ada?"
"Wih slow slow jangan pada panik Napa, buburnya gak di makan setan kok."
••••••••••••••••••••••••••••¥••••••••••••••••••••••••••••
Part nya udah jamuran gayss sangking lamanya aku tabung
Jangan lupa vote dan komen ya
KAMU SEDANG MEMBACA
PERTAMA DAN TERAKHIR
Fiksi RemajaRumah itu statis, manusia itu dinamis, lantas bagaimana kita menjadikan seseorang rumah sedangkan sifatnya saja berubah-ubah. JANGAN LUPA FOLLOW YA KAWAN