"Ngapain Lo ke sini lagi?!""Terserah gue lah mau kemana juga."
"Eh dengerin ya gue masih marah sama Lo karena Lo udah main kasar sama temen gue," ucap Ozie sembari menunjuk Agisna.
"Emang gue peduli, lagian dia sendiri yang bikin gue malu, tiba-tiba mukul tuh dokter," ucap Agisna dengan nada yang acuh sekali.
"Ya seharusnya Lo telpon gue! Bukan malah di gituin, Lo liat sekarang gara-gara Lo dia jadi kaya gini!" Ucap Ozie. Sebenarnya OZie juga tau jika semuanya bukan salah Agisna sepenuhnya tapi Ozie tidak suka dengan sikap Agisna kepada Sagam.
"Kok Lo jadi nyalahin gue sih?! Kan gue udah baik nolongin dia, dianya aja yang lebay, gak ada apa-apa tiba-tiba kabur sambil nangis, udah kaya orang gila aja," ucap Agisna tanpa memikirkan perasaan Ozie.
"Kalo dia emang gila kenapa hah?! Lo mau apa?!"
"Oh beneran gila ya, gue kira cuma bisu aja ternyata dia juga gila."
"BISA GAK SIH KALIAN DIAM HAH?! IBU PUSING DENGERIN KALIAN BERANTEM TERUS!! GAK KASIAN APA SAMA SAGAM DI DALEM? SAMA SHAKA YANG MASIH BELUM SADAR!" Ucap Ibu Ozie.
"Maaf," Ozie menundukkan kepalanya merasa bersalah. Sedangkan Agisna hanya diam saja memalingkan wajahnya.
"Lebih baik kamu ke kamar saja istirahat sama ibu, nanti biar ayah yang jaga di sini," ucap Ibu Ozie.
"Tapi Bu---"
"Kamu mau membantah ibu? Kamu udah gak sayang sama ibu?" Ucapnya.
"Bukan gitu Bu, tapi--"
"Sana ke kamar Lo, dia biar gue yang jagain," ucap Agisna.
"Awas aja kalo Lo macem-macem, gue abisin Lo!" Ozie menanunjuk Agisna yang masih memasang wajah datar, sungguh meyebalkan bukan dengan satu orang ini.
Setelah Ozie kembali keruangannya bersama kedua orang tuanya kini tinggal Agisna sendirian yang menunggu Sagam. Ada sedikit rasa bersala di dalam hati Agisna.
________"Bund."
"Iya?"
"Sagam gimana?"
"Kamu tenang saja ya, Sagam udah baik-baik aja kok."
"Jangan bohong bund, Sagam gak baik-baik aja kan?"
Dia terdiam seribu bahasa entah harus berbicara apa lagi dan dengan cara apa lagi supaya anaknya itu yakin dengan ucapannya. Dia sangat takut jika berkata jujur kepada Shaka yang ada nanti anak itu kembali drop.
"Bund boleh gak aku ketemu sama Sagam sebentar?"
"Bukan bunda melarang kamu buat ketemu sama Sagam tapi tadi dokter bilang kalo kaki kamu patah dan jangan dulu bergerak berlebihan takutnya terjadi sesuatu."
Shaka kembali terdiam, melihat kaki sebelah kanannya yang di pasang gips, coba saja waktu itu dia bisa menghabisi mereka semua, pasti semua ini tidak akan terjadi, setidaknya dia mungkin hanya luka biasa saja.
Dalam hati Shaka dia berdoa semoga saja, Ozie menemani Sagam di sana, ya meskipun Shaka tau jika Ozie juga sama terluka tapi Shaka juga tau jika luka Ozie tidak terlalu parah darinya dan sudah bisa jalan-jalan sendiri.
"Istirahat besok kita ijin sama dokternya biar bisa ketemu sama Sagam ya?"
"Ayah mana bunda?" Tanya Shaka. Dia baru sadar jika ayahnya tidak ada di dekatnya ketika dia baru saja sadar.
"Ayah lagi ngurusin masalah kalian di kantor polisi."
Shaka hanya mengangguk saja, biarlah ayahnya melaporkan ini semua ke pihak yang berwajib, karena menurut Shaka mereka itu wajib mendapatkan apa yang mereka lakukan bukan.
Baru saja Shaka memejamkan matanya pintu ruang rawatnya di buka oleh seseorang.
"Zie?!"
"Dah sadar Lo." Ujar Ozie.
"Lo kok udah bisa jalan-jalan sih?!" Tanya Shaka kepada Ozie.
"Ah elah gue baik-baik aja."
"Bukan gitu anjir, gue iri aja sama Lo, Lo udah bisa jalan-jalan sedangkan gue masih belum bisa," Shaka menundukan kepalanya.
"Gak usah kaya gitu, kita bertiga sama-sama terluka," balas Ozie.
"Iya sih, eh tapi yang ngabisin mereka itu siapa sih? Kok gue lupa ya?" Shaka menggaruk kepalanya yang tidak gatal itu.
"Si Sagam."
"Hah seriusan Lo?! Kan tangan dia masih sakit kok bisa?"
"Kan dia robot."
"Bangke lu anjir, dah lah males gue bahas itu lagi, dan awas aja ya Lo bahas itu di depan si Sagam, gue bunuh Lo!" Ucap Shaka.
"Serem banget ngancamnya bang."
"Terus Lo ngapain kesini? Si Sagam sama siapa?"
"Emangnya kenapa? Lo risih sama kehadiran gue?," ucap Ozie, dia berniat untuk pergi saja.
"Eh bentar! Si Sagam gimana?"
"Lo tau sendiri lah."
________"Mamaaaaa" terdengar suara rengekan dari seorang remaja yang kini tengah tidur di kasurnya, tubuhnya yang di tutup oleh selimut dan menyisakan wajahnya saja.
"Iya sayang sabar ya papah sebentar lagi pulang ko," Ina mengelus rambut Sagan yang lepek oleh keringat, sepulang sekolah Sagan sudah mengeluh jika dia tidak enak badan, dan sekarang dia terserang demam tinggi.
"Pusing mah."
"Mamah pijitin ya," tangan Ina terulur mengusap kepala Sagan.
"Sagan!"
"Mas, kita bawa Sagan ke rumah sakit cepetan, demamnya gak turun-turun dari tadi," ucap Ina.
Tanpa berfikir panjang Baim langsung menggendong tubuh berisi Sagan, dia berjalan hati-hati ke arah mobilnya. Malam ini seharusnya Baim berada di kantor karena sebentar lagi akan ada rapat penting dan itu menyangkut kelanjutan perusahaannya, tapi tiba-tiba Baim meminta sekretarisnya untuk memundurkan jadwal rapatnya menjadi besok pagi karena Ina Istrinya menelpon Baim dan memberi kabar jika Sagan terserang demam.
Lihatlah mereka berdua dari gurat wajahnya sudah terlihat jika mereka tengah di Landa kepanikan, ketika Sagan hanya terserang demam saja mereka langsung panik seperti itu. Tidak pernah kan mereka membayangkan bagaimana nasib Sagam yang selalu mereka siksa entah itu fisik maupun batinnya, sepertinya hal seperti ini belum pernah terjadi kepada Sagam.
Setelah puas menyiksa Sagam mereka langsung pergi meninggalkan Sagam begitu saja meskipun tubuh anaknya itu sudah lemas tak berdaya dengan tubuh yang berlumuran darah. Mereka sama sekali belum pernah menampakan wajah khawatir, ataupun sedih ketika melihat Sagam yang tergelatak tak berdaya. Belum pernah sama sekali mereka mengobati luka Sagam hingga akhir ini sehingga luka itu tertimbun dengan luka yang baru.
____________________________________
Klarifikasi!!
Sebelumnya maaf ya semuanya kalo judul cerita ini aku ganti tiba-tiba. Sebelum aku bikin cerita ini tuh aku sempat mikir dua kali kasih judul nya, tapi karena aku pengen cepet-cepet up dan aku nulisnya pun sudah setengah cerita jadi aku pikir gak ada salahnya kalo cerita ini pake judul sementara.
Dan setelah beberapa hari dan Minggu aku mikirin apa judul cerita ini yang pas akhirnya aku nemuin pas aku nulis ending cerita ini.
Aku gak tau kalian penasaran atau gak nya tapi aku yakin kalian bakalan kaget lagi si sama ending nya hehe.
Penasaran gak?
Yok tungguin aku up ya biar kalian gak penasaran gimana ending nya
KAMU SEDANG MEMBACA
PERTAMA DAN TERAKHIR
Teen FictionRumah itu statis, manusia itu dinamis, lantas bagaimana kita menjadikan seseorang rumah sedangkan sifatnya saja berubah-ubah. JANGAN LUPA FOLLOW YA KAWAN