8

4.3K 449 52
                                    

Menjadi istri tak sama dengan menjadi sekretaris.

Ucapan itu terus terngiang di benak Chavali. Bahkan hingga pagi ini. Chavali mengaduk kopi hitamnya pelan seraya memikirkan perkataan Jarrvis.

Chavali mengerutkan kening ketika membayangkan menjadi istri Jarrvis dalam pemikiran versi terbarunya. Bukan sekadar menjadi sekretaris di kantor, tapi jadi istri di rumah. Chavali menyesal, tapi juga tak sepenuhnya menyesal. Jika menjadi istri orang lain, dia justru tak punya bayangan sedikit pun.

Menjadi istri Jarrvis berarti tinggal serumah. Lalu apa yang akan mereka lakukan? Chavali bergidik ngeri. Dia jadi berpikir, perlu melakukan perjanjian pranikah. Tapi dia tak punya keberanian sebesar itu. Dia sendiri yang meminta Jarrvis. Ya, sebenarnya Chavalilah yang pertama melamar, bukan Jarrvis.

Sejenak Chavali menunduk, mengembuskan napas berat. Dia tak punya pilihan lain lagi. Jalani seperti air mengalir saja, seperti biasanya. Dia mencoba meyakinkan diri, sebelum akhirnya membawa kopi itu ke ruangan si bos.

Sempat menunggu, tapi Jarrvis hanya mengatakan terima kasih seperti biasanya, tanpa ada perkataan lain, setelah secangkir kopi diletakkan di meja. Chavali merasa malu sendiri, tanpa sadar berharap Jarrvis mengatakan sesuatu selain terima kasih.

Chavali kembali ke mejanya, bekerja seperti biasa. Lalu memandangi cincin pemberian Jarrvis, memutarnya perlahan. Keberadaan cincin di jarinya ternyata tak mengubah apa pun. Harusnya dia tak perlu takut.

Suansana kantor tak ada yang berbeda hingga siang hari. Tapi Chavali merasa gelisah tanpa sebab. Harusnya dia lega tapi malah jadi berpikir yang tidak-tidak.

"Chav," panggil Damar.

"Chavali," ulang Damar.

"Pak Damar? Ada yang bisa saya bantu?" Chavali langsung berdiri.

"Kamu sedang melamun?"

"Maaf, Pak."

"Karena kita kedatangan tamu tiba-tiba dari perusahaan Persada, segera kamu reschedule jadwal Pak Jarrvis hari ini. Pukul 2 mereka sampai."

"Baik, Pak. Ada lagi?"

"Pak Jarrvis di dalam?"

"Iya, Pak."

"Makan sianglah. Ini sudah jam 12 lebih," ucap Damar sebelum masuk ke dalam ruangan Jarrvis.

Ternyata hari sudah siang dan saatnya untuk makan, tapi Chavali hampir saja melewatkannya. Dia pun bergegas turun ke kantin, memesan gado-gado.

"Tumben baru turun?" tanya Mila.

"Iya, ada urusan tadi."

"Selamat, ya. Bentar lagi jadi bu bos."

"Apaan sih, Mila."

"Ternyata diam-diam. Kenapa nggak cerita-cerita? Tahu-tahu udah mau nikah aja. Kaget tahu, aku dengernya."

"Denger dari siapa?"

"Gosip ... yang digosok makin sip."

"Jadi, aku bahan gosip lagi, nih? Ah, pasti beritanya nggak enak lagi. Bisa-bisa mereka gosipin aku batal nikah dulu karena milih Pak Jarrvis."

"Sedikit." Balas Mila dengan cengiran.

"Sudah kuduga. Biarinlah. Aku nggak mau ambil pusing."

"Jadi, kapan kalian akan menikah?" tanya Mila.

"Nggak tahu."

"Kok, nggak tahu?"

"Belum ada pembicaraan."

Office RomanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang