25

3.8K 364 14
                                    

Bagaimanapun, Jarrvis harus menjawab pertanyaan Chavali yang menyudutkannya.  Jarrvis duduk di samping Chavali. Diam, memikirkan jawaban yang paling tepat walaupun pasti akan salah di mata Chavali.

Seolah dapat bisikan, Jarrvis tersenyum tipis. Wajahnya mendekat hingga Chavali mundur dan salah tingkah. Jarrvis semakin mendekat dan berbisik.

"Sekarang, saya hanya ingin menikmati jadi pengantin baru. Haruskah saya membahas seseorang yang tidak punya tempat di hati saya?"

Chavali menelan salivanya berulang kali. Bisikan Jarrvis menggelitiknya, bulu kuduknya berdiri antara geli dan tergoda. Tenggorokannya seolah tercekik, hingga suara yang ingin dikeluarkan hanya jadi angan di pikiran.

"Saya harap, kamu bertanya sesuatu yang bisa membuat saya senang."

"A ... apa?"

Jarrvis menjawab dengan mengecup pipi Chavali, lalu berdiri.

"Saya bereskan belanjaan dulu. Jangan marah lagi."

Chavali bengong. Hanya seperti ini? Jantungnya nyaris copot, tapi ternyata hanya seperti ini hasilnya.

"Mas..." seru Chavali nyaris berteriak hingga Jarrvis menoleh kaget.

"Ada apa?"

Chavali mengacak-acak rambutnya sendiri, gemas dengan Jarrvis yang sukses membuat emosinya naik turun. Tak hanya itu, hasratnya pun tergoda, tapi detik berikutnya merana. Bayangannya berumah tangga dengan Jarrvis yang begitu mudahnya, buyar semua.

"Nggak jadi."

"Yakin?" tanya Jarrvis.

Chavali memasang ekspresi seolah berpikir, lalu meminta Jarrvis mendekat dengan jari telunjuknya. Dia akan mempertaruhkan harga dirinya. Kalau sampai cara ini tak mempan, maka dia akan berhenti bicara pada Jarrvis.

"Apa?"

"Mas duduk sini." Chavali menarik tangan Jarrvis agar duduk di sebelahnya.

Seperti boneka, Jarrvis mengikuti arahan Chavali. Duduk di sebelah Chavali, dan memasang wajah datar. Tapi ekspresi itu berubah seketika, saat Chavali tiba-tiba duduk di pangkuannya. Jarrvis bahkan sempat menahan napas.

Sementara Chavali menebalkan wajah. Walau sebenarnya dia gemetar tapi nekat duduk di pangkuan Jarrvis dan mencium bibir suaminya yang terpaku. Ketika tangan Jarrvis mulai menangkup wajahnya, Chavali menjauhkan wajahnya.

Kini gilirannya meninggalkan. Chavali berdiri setelah mencium bibir Jarrvis cukup lama.

"Biar saya saja yang bereskan belanjaan," ucap Chavali dengan senyum licik, membalas perlakuan Jarrvis dengan puasnya.

"Chav..." ucap Jarrvis dengan tatapan speechless. Kecewa tapi tak bisa berbuat apa-apa melihat Chavali keluar dari kamar.

Seolah melayang tinggi, lalu tiba-tiba terjatuh. Rasanya sakit bukan main, hingga kepala Jarrvis nyaris meledak.

"Chavali..." panggil Jarrvis mengikuti Chavali ke dapur.

"Ya?" balas Chavali dengan santainya, sementara Jarrvis menatapnya dengan tatapan mata gelap.

"Ada apa, Mas?" tanya Chavali lagi karena Jarrvis hanya berdiri, diam menatapnya.

"Apa saya boleh menciummu lagi?"

"Jawab dulu pertanyaan saya soal Hiva, baru boleh."

Jarrvis menutup matanya, mengambil napas panjang. Mengendalikan diri untuk tak menyentuh Chavali adalah hal tersulit, saat ini. Tapi Chavali sungguh menguji keimanan Jarrvis.

Office RomanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang