Melambung terlalu tinggi, kalau jatuh memang sakit. Seperti yang Chavali rasakan, ucapan Damar melambungkannya tinggi. Tapi nyatanya, Jarrvis tidak mengatakan apa pun sampai matahari tepat berada di atas kepalanya. Hingga dia makan siang bersama Kafa, Jarrvis masih sibuk sendiri dengan pekerjaannya.
"Kenapa muka?" tanya Kafa.
"Memang kenapa?" tanya balik Chavali.
"Nggak seceria biasanya. Banyak kerjaan?"
"Nggak juga, sih. Cuma lagi badmood."
"Wah, kalau perempuan udah bilang badmood, perlu hati-hati, nih."
"Memang kenapa?" Chavali berhenti menyendok makanannya.
"Apa pun yang dilakukan lelaki akan selalu salah," jawab Kafa.
"Nggaklah. Aku yang salah."
Kafa menaikkan kedua alisnya, menunggu kelanjutan ucapan Chavali tapi ternyata hanya sampai di situ. Dia memilih kembali menyantap makan siangnya.
Jika biasanya Chavali makan siang dengan cepat, kali ini dia menikmatinya tanpa memikirkan hal itu. Lebih tepatnya, berusaha tidak memikirkannya. Untuk makan siang Jarrvis, dia akan membawakan setelah makan siangnya berakhir.
Pukul 1 kurang 10 menit, barulah mereka menyelesaikan makan siang dan kembali ke kantor. Chavali berjalan kaki dari restoran di samping gedung perkantorannya bersama Kafa.
"Kenapa ikut jalan?"
"Memastikan kamu selamat sampai kantor."
Langkah Chavali berhenti, dia menoleh pada Kafa. Yang dilihatnya tetaplah Kafa, tapi yang ada diingatannya adalah Jarrvis. Bosnya pernah mengatakan hal yang hampir serupa.
"Kenapa? Ada yang ketinggalan?" tanya Kafa.
"Nggak. Aku balik sendiri saja, nanti kamu jadi harus berjalan jauh. Bolak-balik, mobilmu kan di restoran."
"Aku bukan jompo, jalan begini tidak membuatku sakit pinggang," balas Kafa dengan tawa khasnya dan menular pada Chavali.
Makan siang bersama itu sedikit mengobati kekecewaannya. Chavali memasuki lift dengan senyuman. Dia benar-benar melupakan makan siang Jarrvis.
Saat sampai di lantai 9, Chavali bengong di depan pintu lift. Merasa ada yang ganjil. Tidak ada bungkusan makan siang di tangannya. Buru-buru Chavali masuk ke ruangan Jarrvis dengan setengah berlari. Tapi yang dicari tidak ada di ruangannya. Chavali mencoba menghubungi, tapi teleponnya baru dijawab setelah berkali-kali dicoba.
"Halo."
"Halo, Mas. Mas di mana?" Chavali lega akhirnya Jarrvis menjawab teleponnya.
"Di lobi. Ada apa?"
"Mas udah makan siang?"
"Belum."
"Mas mau makan apa? Maaf, saya lupa belum beli makan siang," ucap Chavali semakin pelan di akhir kalimat.
Kebiasaannya bertahun-tahun sempat dilupakan membuat alasan itu amatlah tidak masuk akal. Tapi dia benar-benar lupa walau niat awal tak begitu. Dia hanya ingin menikmati makan siangnya, bukan lupa dengan makan siang Jarrvis.
"Saya makan siang di luar saja. Kamu kembalilah bekerja."
"Tapi..."
"Saya pergi dulu. Kalau ada yang mencari, 1 jam lagi saya kembali."
Sambungan telepon diputus sepihak. Chavali tidak merasa kesal, malah merasa bersalah. Dia jadi uring-uringan sendiri di mejanya, sulit berkonsentrasi. Pesan dari Kafa pun diabaikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Office Romance
RomanceChavali adalah perempuan berusia 28 tahun. Meski sudah lebih seperempat abad, ia terlihat tidak tertarik dengan kehidupan percintaan dan lain-lain. Yang ia jalani hanya bekerja, bekerja, dan bekerja. Hal ini tentu membuat Mila, sahabatnya, ikut gere...