20

4.3K 420 16
                                    

Cermin besar memantulkan sosok Jarrvis berjas. Dia sudah terbiasa memakai pakaian seperti itu, tapi hari ini berbeda. Pakaiannya jadi terasa berat. Jarrvis mengambil napas panjang sebelum melangkah keluar ruangan. Pernikahannya di depan mata. Hanya butuh beberapa menit, statusnya akan berubah.

Jarrvis duduk di kursi pelaminan di mana penghulu dan papa Chavali duduk di hadapannya. Belum ada Chavali di sana. Jantungnya berdebar kencang menanti calon istrinya.

Suara seseorang yang mengatakan mempelai perempuan memasuki ruangan membuatnya menoleh. Di saat itu juga, Jarrvis terpesona. Chavali terlihat lebih cantik berkali-kali lipat dari biasanya.

Setelah Chavali duduk, acara ijab kabul dimulai. Jarrvis tentu saja gugup, tak pernah dia merasakan segugup ini meskipun sebelumnya pernah bertemu klien besar untuk presentasi. Rasanya jauh berbeda. Tangannya terasa dingin menjabat tangan penghulu dan bibirnya menjadi kaku.

Tegang. Sikap itu mendominasi, tapi semua terasa lapang saat terdengar suara dari sekeliling menyerukan kata sah. Jarrvis sedikit lega telah melewati fase menegangkan. Diliriknya Chavali yang menunduk.

Jadi suami, Jarrvis masih tak percaya, akhirnya melewati masa ini. Dia tahu, semua akan berubah, tapi tak tahu perubahan seperti apa yang akan terjadi, selain status.

Mata Chavali merebak dan setetes air mata meluncur begitu saja. Jarrvis mengusap pipi Chavali, perempuan yang sudah sah menjadi istrinya. Tangannya seolah merasakan energi lain saat menyentuh wajah Chavali.

"I will take care of you," ucap Jarrvis sebelum mengecup pipi istrinya.

Air mata Chavali makin deras meluncur hingga mereka menunggu cukup lama untuk foto bersama. Menanti tangis Chavali yang reda oleh pelukan Jarrvis. Hal mendebarkan selama hidup, dialami Jarrvis hari ini. Dimulai resah sepanjang malam hingga pagi menjelang. Bahkan sampai saat ini.

***

Chavali berdiri kaku di dalam kamar hotel yang begitu luas. Matanya menyapu ke seluruh penjuru setelah membersihkan diri di kamar mandi dari segala macam make up yang melekat di wajahnya. Lalu pandangannya berhenti pada sosok Jarrvis yang tengah berdiri tegak menghadap jendela dengan tangan dimasukkan ke dalam saku celana. Dia gugup sekaligus berdebar, diam-diam mengagumi Jarrvis yang terlihat keren hanya dari belakang. Setelah resmi menjadi istri, Chavali bukannya menjadi santai, justru debaran jantungnya semakin cepat.

Saat Jarrvis membalikkan badan, mata mereka bertemu dan waktu seolah berhenti. Tubuh Chavali semakin kaku.

"Sudah selesai?" tanya Jarrvis.

"Ya," jawab Chavali gugup.

Jarrvis melewati Chavali begitu saja menuju kamar mandi. Chavali yang sempat menahan napas saat Jarrvis melewatinya, mendadak speechless. Jarrvis lewat begitu saja, dia merasa diabaikan. Hatinya sakit seketika tapi ditahannya, perlahan duduk di tepi kasur, dan berulang kali menarik napas panjang.

Ponsel Jarrvis terus berdering. Awalnya Chavali ingin mengabaikannya karena untuk bergerak saja rasanya sulit. Dia sudah dalam posisi enak, merebahkan punggungnya yang pegal seharian, berdiri menyalami tamu. Tapi suara itu mengganggunya, apalagi suasana hatinya sedang buruk.

Chavali mendekat, meraih ponsel hitam di atas nakas. Nama Hiva tampak jelas di layar. Chavali pun mengurungkan niat untuk menjawabnya.

"Dari siapa?" tanya Jarrvis tiba-tiba.

"Hiva," jawab Chavali pelan.

Raut wajah Jarrvis sempat berubah, lalu mengambil alih ponsel di tangan Chavali dan mematikannya. Meletakkan lagi ke tempat semula. Sementara Chavali tak memiliki keberanian untuk bertanya. Jadilah malam ini malam yang terkikuk bagi mereka.

Office RomanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang