17

3.8K 423 26
                                    

Terdengar suara langkah kaki mendekat. Jarrvis tahu, Chavali sebentar lagi akan masuk ke ruangannya. Sekretaris yang begitu ceroboh di matanya. Bagaimana dia bisa menganggap perempuan itu ceroboh? Karena dia dengan mudah memintanya untuk menikah.

Tidak pernah ada dalam bayangannya untuk menikah walau sudah berumur 33 tahun. Ketika masih sendiri bisa menikmati kehidupannya, untuk apa menambah pikiran dengan berumah tangga.

"Ini kopinya, Pak."

"Terima kasih."

Jarrvis sadar, setelah sepakat akan menikah, Chavali jadi sering berdiri lama setelah meletakkan kopi di mejanya. Lalu dia hanya mengangkat kepala atau tetap sibuk dengan pekerjaannya. Setelah itu, Chavali akan segera pergi tanpa diminta.

Baginya, pagi adalah waktu paling tepat untuk mengecek pekerjaan. Bukan untuk sibuk berbasa-basi.

"Pak," panggil Chavali.

"Kamu masih di situ? Ada apa?" tanya Jarrvis setengah kaget, tak menyangka Chavali masih berdiri di dekatnya.

"Maaf. Tidak jadi, Pak."

Jarrvis hanya melihat punggung Chavali yang menjauh lalu memutar kursinya. Sejak memustuskan untuk menikahi sekretarisnya, tak jarang pikirannya jadi terpecah. Perempuan itu diam-diam membuatnya cemas.

Seperti saat Jarrvis tahu, perwakilan dari PT Persada adalah Hanza. Jarrvis sangat tahu, Hanza yang berbicara padanya adalah orang yang sama dengan Hanza yang ada di undangan pernikahan sekretarisnya dulu. Melihat sorot mata Chavali, dia tahu apa yang harus dilakukan. Menyingkirkan apa yang seharusnya tidak ada. Karena itu, Jarrvis mau bekerja sama dengan satu syarat, bukan lagi Hanza yang harus berurusan, bahkan menginjakkan kaki di kantornya.

"Sejak kapan kamu mau bersusah payah peduli begini?" tanya Damar setelah duduk di ruangan Jarrvis.

"Mungkin sejak aku memutuskan untuk menikah."

"Dengan Chavali? Sungguh? Aku bahkan belum pernah melihat kalian berhubungan di luar pekerjaan," balas Damar melihat ke belakang, memastikan suaranya tidak terdengar oleh Chavali yang baru saja ke luar ruangan.

"Chavali tanggung jawabku."

"Perempuan bukan sekadar ingin di... apa ya, istilahnya. Ini nggak sesimple mengurus kerjaan, Jarrvis."

"Tidak sesimple pekerjaan, tapi tidak serumit pemikiranmu, bukan? Aku single, dia single, kami akan menikah. Aku akan tanggung jawab penuh atas hidupnya."

"Pernah tidak, kamu mikir soal cinta? Aku tanya satu hal, bagaimana perasaanmu padanya?"

"Hidup yang terpenting adalah tanggung jawab atas pilihannya, bukan cinta."

"Tapi perempuan butuh cinta, Jarrvis."

"Semua yang jadi tanggung jawabku, tentu aku cinta."

"Cinta dalam arti versimu? Lagi-lagi Chavali kamu samakan dengan pekerjaan," seru Damar.

Jarrvis membuat Damar terheran-heran. Tapi itulah kenyataannya. Chavali Elvarette memang telah mengusik kehidupannya. Dia tidak bisa diam saja melihat perempuan itu tertekan, berusaha berdiri tegak di depan Hanza. Apa yang jadi tanggung jawabnya, berarti wajib dia jaga.

Tak hanya peristiwa dengan Persada. Masih banyak detik waktu yang membuatnya cemas, marah, tapi Chavali di matanya tetaplah sama sebagai tanggung jawabnya.

***

Padangan Jarrvis kosong, duduk di Kafe Coffee bagian teras. Menanti Chavali sembari mengingat tiap detik ketika dia diam dan berusaha  menyenangkan Chavali. Mencoba membagi waktu dengan kebiasaannya yang gila kerja. Sebelumnya Chavali tidak ada dalam rencana hidupnya. Dia memerlukan kebiasaan baru dan itu sulit, tapi tetap mengusahakannya. Jarrvis mengingat, pertama kalinya dia mulai memperhatikan sosok sekretarisnya.

Office RomanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang