23

3.4K 374 8
                                    

Wajah lelah terlihat jelas pada raut Jarrvis yang baru saja sampai di apartemen, setelah dinas luar kota selama 3 hari, yang seharusnya hanya 2 hari. Dia memang tak memberi tahu Chavali tentang kepulangannya. Jadilah dia pulang tanpa sambutan. Jarrvis tak mempermasalahkan hal itu. Toh biasanya dia pulang selalu disambut sepi dan ruangan yang gelap.

Jarrvis terlonjak kaget melihat Chavali tidur di sofa dengan pakaian yang tersibak ke atas. Dia mengusap pangkal hidungnya, lalu mendadak pusing, tak hanya kelelahan. Dia heran dengan cara tidur istrinya yang sangat aneh. Perlahan Jarrvis membopong Chavali, berniat memindahkan ke kasur. Tapi Chavali terbangun, kaget, dan mendorong Jarrvis hingga mereka berdua jatuh bersamaan.

Chavali mengaduh kesakitan, matanya membuka lebar, lalu menyipit mempertajam pandangannya karena cahaya di kamar remang-remang.

"Mas?"

"Ya. Mana yang sakit?" tanya Jarrvis.

"Mas udah pulang?"

"Iya. Kamu bisa bangun?" tanya Jarrvis seraya mengangkat Chavali.

Saat itu juga, Chavali membeku. Tak pernah ada dalam bayangannya akan dibopong seperti ini. Sejenak, Chavali menahan napas.

"Tidurlah lagi."

"Mas sudah makan?" Chavali menarik ujung kemeja Jarrvis yang hendak pergi.

"Belum."

"Mau saya masakkan?"

"Nggak usah, kamu tidur aja."

"Mas mandi aja, saya masakkan."

Chavali langsung bangkit, berdiri di ujung kasur. Matanya mengikuti arah pandang Jarrvis, dan seketika dia ingin menghilang detik itu juga. Dia lupa, lebih tepatnya, memang sengaja tidur hanya dengan kaos ukuran besar. Dia pikir, Jarrvis tidak pulang malam ini.

Menghindari hal-hal yang diinginkan terjadi, Jarrvis langsung membalikan badan. Tapi sialnya, Chavali justru beranggapan bahwa dia tidak tertarik pada istrinya.

Chavali memeluk suaminya dari belakang. Harga dirinya jatuh sampai ke lantai dasar karena merasa diabaikan.

Susah payah Jarrvis menelan salivanya. Terasa ada yang mengganjal di tenggorokan. Dia mencoba melepaskan pelukan Chavali, tapi rupanya, pelukan terlalu erat.

"Chav..."

Perlahan Chavali melepas pelukannya dan melangkah mundur. Kepalanya menunduk malu. Dia merutuki keberaniannya yang cenderung nekat. Jarrvis yang awalnya ragu, meraih wajah Chavali. Butuh ekstra tenaga agar dia bisa tetap bersikap tenang.

"Kamu baik-baik saja?" tanya Jarrvis.

"Hah?"

"Kenapa?" tanya Jarrvis lagi yang kehabisan kata-kata. Dia tak tahu harus bersikap bagaimana.

"Apanya yang kenapa?" tanya balik Chavali ikut bingung.

"Maaf," ucap Jarrvis lalu mencium Chavali. Dia tidak bisa menahan diri lagi.

Niat awal hanya mencium singkat, tapi nyatanya, ciuman itu berulang hingga mereka lupa segalanya. Hasrat telah merobohkan pertahanan diri, terutama bagi Jarrvis. Dia tak ingin membuat Chavali menyesali segalanya. Tapi pikiran jernihnya sudah tak bersisa.

Masak pun hanya jadi angan Chavali, karena saat ini, dia pun lupa niat awalnya. Ciuman Jarrvis mengikis kesadarannya hingga merasakan hal luar biasa yang baru pertama kali dia rasakan.

***

Berat rasanya untuk membuka mata, Chavali bergerak merenggangkan badannya yang terasa kaku. Lalu kembali meringkuk tanpa berniat membuka matanya. Dia ingin tidur lebih lama lagi.

Office RomanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang