11. Theo: Circle of Future Past

208 22 2
                                    

THEO
"Circle of Future Past"

○●○

"Bagaimana kabarmu?"

AKU MASIH MENGGORESKAN cat air ke atas lembar kertas, campuran warna acak terlukis di lembar kertas pucat yang ada di atas meja.

"Kontraknya berakhir, sekarang aku hanya perlu fokus kepada Ben," gumamku, kembali menggambar bentuk abstrak pada kertasku yang ada di meja. Noah, terapisku yang duduk bersila di hadapanku sesekali mencatat progres gambarku dengan mata menyipit.

"Apa yang kau lakukan minggu lalu?"

Rahangku mengeras, pikiranku memburam dengan seketika. Tanganku yang menggenggam kuas erat masih terasa kaku di atas meja. "Aku tidak ingat jelas."

Noah mengangguk santai, masih memperhatikanku menggambar abstrak dengan warna tidak beraturan pada kertas penuh warna terang milikku. Dulu aku pernah menganggap bahwa kegiatan ini hanya akan membuang-buang waktuku saja, tapi setelah beberapa sesi, aku menyadari bahwa ketimbang harus duduk di atas sofa tanpa melakukan apapun, aku bisa menggambar untuk mengalihkan pikiranku.

Aku memang bukan pelukis yang baik, tapi aku menemukan pikiranku berada pada zona kestabilan setiap aku mulai memegang kuas. Aku rasa Noah juga menyukainya, ia menghabiskan banyak waktu untuk menemukan jenis pertemuan terapi yang cocok denganku. Aku harap ia melakukannya, aku membayarnya banyak untuk ini.

"Apa yang kau ingat?"

Lidahku meraba gigi bagian dalam, otakku kembali memutar peristiwa yang terjadi minggu lalu, tapi yang aku temukan hanya keburaman dan adegan acak tidak jelas. Aku masih dapat melihat peristiwa besar seperti saat aku ada di gedung Empire State, dan juga pertemuanku dengan Julia. Aku juga mengingat bahwa aku mengunjungi Ben di rumahnya dan Dany sambil mengurus dokumen kesehatannya.

"Hanya seperti biasa; aku mengunjungi Ben, aku berada di dapurku dan semua menu yang aku masak saat itu, juga pertemuanku dengan Julia." Aku membersihkan kuas basah milikku menggunakan air yang sudah disediakan Noah.

"Apa yang ingin kau bicarakan sekarang?" Pria tersebut bertanya dengan penasaran, aku menatapnya sekilas sebelum kembali melanjutkan gambarku. "Kau pernah berkata jika kau lebih suka sesi interaktif saat menggambar, apakah itu berubah sekarang?"

Aku menggelengkan kepala, ada sepuluh detik keheningan di antara kami sebelum aku kembali berbicara, "Aku ... menyukainya, tetap berbicara."

"Oke, oke, baiklah." Pria penuh rambut beruban itu tersenyum kecil, kembali mencatat sesuatu di dalam catatannya dengan tenang.

Aku benci bertengkar dengan jiwa psikologisnya. Aku selalu berpikir bahwa membaca orang merupakan suatu keahlian terbesarku, tapi menghabiskan waktu dengan Noah selama lebih dari dua tahun menyadarkan kepadaku bahwa aku tidak terlalu pandai membaca tubuh dan wajahnya. Ia merupakan terapis yang paling kompeten yang pernah aku temui. Entah karena faktor apa, tapi aku kadang ingin tahu apa yang ada di dalam pikirannya setiap aku memberitahunya mengenai keseharianku dan masa laluku.

"Bagaimana restorannya? Masih berjalan baik?" Noah mengangkat satu alisnya ke arahku.

"Ya, aku memperbaiki beberapa kerusakan atap dan dindingnya."

Pria tersebut meneliti gambaranku yang sangat tidak beraturan. Banyak benturan warna dan pola yang semakin berbentuk tubuh orang, bukan lagi menjadi abstrak yang aku inginkan.

"Oke, apa kau punya bacaan baru?" Ia bertanya.

Aku mendengkus, novel bacaan dewasa Julia hadir di depan mata seperti kilat yang tidak dicegah. Aku meringis, masih mengingat banyak adegan dewasa di dalamnya yang tidak dapat aku keluarkan dari pikiranku.

Heart Shatter [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang