13. Theo: Dead End

225 20 3
                                    

THEO
"Dead End"

○●○

TINGGAL DI NEW YORK ada dalam daftar checklist milikku. Aku menyadarinya sejak aku masih kecil yang masih penuh dengan imajinasi di luar nalar manusia. Kehendak untuk tinggal di New York semakin tinggi setiap umurku bertambah, entah karena dorongan diriku yang ingin tetap ada bersama dengan Gabby, atau karena aku sangat marah dengan dunia dan ingin menunjukkan bahwa aku juga merupakan seorang yang berkeinginan.

Bekerja paruh baya semenjak berada di akademi kuliner dengan beasiswa pemerintah membawaku satu langkah lebih tinggi untuk meraih bintang di langit malam Kota New York. Aku rasa motivasi tersebut tidak redup meskipun aku berusaha untuk mengakhirinya beberapa kali dalam hidupku.

Lalu aku bekerja di salah satu restoran terkenal di Amerika Serikat selama beberapa tahun, berusaha untuk mencari semua kemungkinan portofolio dan pengalaman yang dapat aku raih hanya dengan menjinjitkan kaki. Keringat dan peluh membasahi kening setiap hari, tapi motivasi masih terbayang di depan mata. Harus pergi ke New York.

Tahun berikutnya aku punya kesempatan sekali seumur hidup untuk mencoret checklist yang aku punya saat aku masih belia. Dengan bolak-balik dari DC menuju ke New York, aku menemukan sebuah visi baru yang dapat membawaku untuk meraih bintang.

Aku membuka restoranku sendiri. Banyak riset, uang, dan energi yang aku tuangkan demi menemukan sebuah kebahagiaan yang sudah aku janjikan kepada beberapa orang. Aku pikir aku mendapatkannya dan akan hidup bahagia selama-lamanya.

Tapi aku tahu semua itu tidak nyata.

Dan sekarang aku kembali menderita.

Duduk di dalam kantor, aku berusaha menelepon kontraktorku untuk membatalkan persetujuannya dengan Valentino Voclain karena restoranku masih berdiri di atasnya. Satu minggu, dan ia masih bersikeras bahwa Valentino akan membeli tanahnya dari pria tersebut. Pria tua tersebut tidak bisa menolak karena Valentino juga menjanjikan biaya pengobatan istrinya yang sakit koma di rumah sakit. Pria berengsek tersebut sudah memikirkan semuanya.

Manhattan bukan merupakan tempat tinggal yang ramah dengan bangunan-bangunan murah, dan aku bersumpah serapah karena aku tahu aku tidak dapat mengganti apapun karena semua hal yang aku punya bahkan tidak setara dengan gaya hidup Valentino dalam satu bulan.

Berbagai macam bangunan yang dikontrakkan sudah aku lihat di balik komputer milikku. Aku bisa saja keluar dari New York seperti apa yang Valentino inginkan, tapi di sisi lain aku tidak akan membiarkan pria berengsek itu untuk menang dalam sekian kalinya. Aku bekerja sangat keras untuk mendirikan restoran ini, aku tidak akan membiarkan pria konglomerat itu untuk menginjak-injakku seenaknya.

Aku masih belum mengatakannya kepada Gabby atau Ben atau Dany, terlalu banyak masalah bagi mereka dan aku tidak mau untuk menambahkan masalah mereka. Ben masih harus pergi ke rumah sakit untuk memeriksa kankernya, itu saja yang harus ia pikirkan dalam usianya yang sudah tua. Itu juga satu-satunya caraku berterima kasih karena telah mengasuhku dan Gabby dalam masa kelamnya. Lagipula sudah cukup mereka mendengar mengenai berita mengenaiku di internet dan televisi, aku tidak dapat menyusahkan mereka lebih lanjut.

Aku menatap semua karyawan yang bekerja di dapur, mereka sudah kuberitahu tentang beritanya. Aku yakin wajah mereka penuh dengan suatu pertanyaan mengenai "Apakah aku akan memecat mereka karena aku butuh banyak uang untuk memindahkan restorannya?" atau pertanyaan mengenai bagaimana nasib mereka di masa depan enam bulan dari sekarang.

Tiga hari yang lalu aku menemukan sebuah berita bahwa wajahku ada di seluruh siaran televisi nasional Amerika Serikat. Entah apakah itu merupakan sebuah kutukan atau keajaiban, tapi aku melihat lebih banyak orang masuk ke dalam restoranku, beberapa merupakan seorang jurnalis yang ingin lebih tahu banyak mengenai hubunganku dengan anak dari dari seorang konglomerat Amerika Serikat. Beberapa hanya ingin mengetahui lebih banyak mengenai restoranku, memesan banyak makanan dengan tip bagi karyawanku yang tidak seberapa.

Heart Shatter [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang