THEO
"The Lively Man"○●○
CUACA BERPUTAR SERATUS delapan puluh derajat di bulan November. Memang belum ada antisipasi salju turun di tengah derasnya angin yang melaju hingga hampir membutakan mata. Bau bekas daun-daun musim gugur yang memenuhi saluran pembuangan air masih menempel di hidung, jutaan tikus masih merajalela seperti biasa, lebih banyak tunawisma yang berkeliling di trotoar demi meminta uang sebelum hari thanksgiving seminggu lagi.
Di dalam mobil aku melihat Julia yang melamun menatap jendela, tepatnya ke arah para tunawisma yang duduk di depan toko sambil meminta-minta. Kalung yang aku berikan kepadanya sebagai kado ulang tahunnya hari ini ia mainkan di antara jarinya. Hanya bunga matahari berwarna merah muda dengan perak yang mengelilinginya. Dany membantuku membuatkan kalung tersebut di rumahnya. Aku bisa saja membelinya di toko perhiasan dan memberikannya kepada Julia, tapi bukan itu yang aku mau. Aku ingin membuatnya merasa spesial, hanya untuk dirinya
Julia akhirnya menoleh ke arahku setelah aku menatapnya selama sekian waktu di bawah lampu merah. Boks kayu yang aku buat untuknya sebagai wadah kalung masih ia pegang erat-erat. "Apa ada yang salah denganku?" Julia mengecek seluruh tubuhnya sebelum kembali menatapku.
Aku memperhatikan rok selututnya yang tertutup sweter tebal, kerah kemejanya terlihat di depan sweternya, dengan permak angsa di kedua sisinya. Rambut platinumnya ia potong sebahu, pita menghiasi bagian belakang rambutnya tersebut. Aku melihat beberapa tindik yang sebelumnya absen semasa ia balet muncul kembali di telinganya. Tato belati mini ada di jari tengahnya, ditambah dengan tato planet yang ada di jempolnya, sama seperti milikku yang ada di balik telinga.
"Tidak ... seharusnya kita menggunakan kereta bawah tanah, aku lupa jika bulan ini selalu ramai dengan turis-turis mancanegara." Aku kembali menekan pedal, berjalan lambat menuju ke rumah sakit untuk bertemu dengan Gabby dan yang lainnya.
Julia mengangguk, menyibakkan rambutnya ke balik telinga sebelum ia menarik napas. "Kau benar."
Sekarang masih pukul sembilan, matahari baru saja muncul. Meski begitu, aku dan Julia sudah punya rencana untuk mengunjungi Gabby di rumah sakit setelah ia melahirkan. Seorang bayi perempuan, lahir normal dan ... entahlah, aku tidak mendengar setelahnya karena Julia menarik ponselku dari telinga saat aku masih menghubungi Gabby.
"Mau makan terlebih dahulu? Aku yakin Gab sedang istirahat sekarang." Aku bertanya, memutar setir mobilku ke pinggir jalan. Hari ini aku bangun lebih telat dari biasanya, pembangunan lantai kedua restoran yang sempat dibatalkan karena pekerja bangunan jelas tidak mendengarkan ucapanku mengenai tata letak ruangnya. Aku harus mengontrak pekerja bangunan lainnya dan melakukan rapat agar mereka mendengarkanku atau aku akan menghentikan kontrak mereka. Tadi malam berakhir bagus dengan semua orang, hari ini Jim akan memberikanku informasi berkaitan dengan pembangunannya, aku masih belum mendapatkan informasi, jadi asumsiku mereka belum mengerjakan tugas mereka.
"Tentu, kita bisa makan di mobil jika kau tidak apa." Julia siap membuka mobilnya saat aku mencari tempat parkirnya yang masih kosong.
Dua puluh menit berikutnya kami kembali di mobil, dengan Julia yang mengunyah salad alpukatnya dengan lahap, sambil sesekali menyuapiku sambil tertawa dengan pancake yang aku beli.
"Aku harap Gab menyukai kado dari kita berdua." Ia mengunyah makan, menengok ke belakang untuk melihat boks merah muda yang kami pilih bersama kemarin di toko bayi. Kumpulan buku interaktif bergambar untuk bayi dan juga selimut mahal yang Julia beli meskipun aku berusaha menolak.
"Tentu saja, bayinya akan suka dengan selimut mahal yang kau beli," ujarku sarkas, membuat Julia menepuk pahaku kasar sebelum ia berhenti menyuapi pancake milikku, jadi aku akhirnya memakannya sendiri saat kami kembali ada di depan lampu merah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heart Shatter [END]
Romance🏅"Spotlight Romance of February 2024" Reading List by WattpadRomanceID Ketika satu pasang jantung pecah menjadi kepingan mati rasa, hanya paradigma cinta keduanya yang dapat kembali membangun kembali sebuah kata rasa. Theo Wright, pria dengan aura...