4. Julia: Hold and Release

413 21 9
                                    

JULIA
"Hold and Release"

○●○

tw: minor sexual sequences

SENYUMKU SEMAKIN MEREBAK setiap aku membuka lembaran kertas baru di hadapanku. Tidur tengkurap di atas sofa, aku sesekali menutupi wajah dengan bantal agar aku kembali diterpa realita.

Apa aku boleh mengatakan bahwa dunia tulisan yang aku baca lebih menyenangkan daripada semua hal yang pernah aku sentuh di dunia nyata? Aku membayangkan diriku berada di dalamnya. Aku juga merasakan emosi semua karakternya.

Aku harap aku bisa menjerumuskan diri ke dalam kertas penuh tinta tersebut dan tidak pernah menoleh ke belakang lagi selamanya.

Telunjukku kembali menelusuri setiap kata, kalimat, dan paragraf sebelum otakku memproses untuk mengimajinasikannya. Meskipun aku tahu bahwa semua ini tidak nyata, aku masih membuat diriku buta setiap merasakannya.

Belum sempat aku membalikkan halaman, dua kucingku langsung berlari di sekitaran ruang tamu sebelum melompat ke atas kepala. Torrent tidak lupa memberikan bekas gigitan pada halaman bukuku yang bergerak karena angin. Aku langsung meringis, memeluk buku yang aku baca tadi ke dada sebelum mendesis di hadapan makhluk tersebut.

"Berhenti menggigit bukuku!" Aku mengibaskan tangan ke depan wajah kedua hewan tersebut sebelum mereka dengan cepat berlari meninggalkan ruang tamu.

"Mungkin itu pertanda bahwa kau harus berhenti membaca bukunya dan menghabiskan waktu denganku—kau tahu ... kekasihmu." Aku menoleh ke samping, Rowan berbicara dengan tubuh yang sepenuhnya masih menghadap ke layar laptopnya.

Aku memutar mata, membuka kembali novel yang aku baca sebelum menangis dalam hati karena lembarannya sobek akibat gigitan kucing tadi. Aku menempelkan bukunya ke depan wajah, menghirup aroma kertas cetak dan tinta yang membuatku tidak ingin ke mana-mana.

"Kemarilah." Rowan menarik tubuhku ke pangkuannya, ia mengecup punggungku sebentar sebelum kembali fokus ke layar laptopnya.

"Kau menyuruhku untuk berhenti membaca, padahal kau juga masih sibuk dengan kerjamu meskipun sekarang sudah jam sepuluh malam," ucapku masih duduk di pahanya, memperhatikan pria tersebut yang bolak-balik mengetikkan dokumen ke dalam laptopnya sebelum kembali berselancar ke internet.

Rowan menghembuskan napas kasar, memeluk pinggangku erat sebelum kembali mengecup punggungku dari belakang. Hembusan napasnya terasa di leher sehingga membuatku geli. "Aku harus mengurus proyek baru perusahaan. Ayah memintaku untuk mengurus bagian eksternalnya agar kami dapat memfinalisasi proyeknya tahun ini. Setelahnya dia harus pensiun dan aku harus mengurus segalanya—ada kemungkinan ia akan memajukannya, yang artinya dalam beberapa bulan ke depan aku mungkin akan menjadi pemiik sah perusahaan.."

Aku mengerucutkan bibir, mengalungkan satu lengan ke lehernya sebelum mengedipkan alisku menggoda sambil mengerucutkan bibir. "Tapi aku juga membaca buku karena hobi."

Rowan menatap mataku lembut. Pria itu menyibakkan anak rambutku ke belakang telinga sebelum mengecup bibirku dengan lembut. "Aku minta maaf, kita jarang menghabiskan waktu bersama akhir-akhir ini."

Aku menggelengkan kepala. "Aku tahu, tapi tidak apa, kau punya tanggung jawab."

Mataku bergerak menuju ke wajah kekasihku tersebut. Aku melihat keriput di matanya yang semakin terlihat, matanya memerah dan aku sesekali memperhatikan matanya yang tidak fokus.

Rowan seringkali menggumam tanpa ia sadari. Tangan dan bibirnya akan bergetar, lalu selanjutnya aku akan mendengarkannya meringis sebelum ia memijat kening. Pria tersebut bekerja terlalu keras. Berpacaran dengannya selama setengah dekade membuatku paham arti gesturnya tersebut sebelum ia menyadarinya.

Heart Shatter [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang