Bara dan Melody berakhir menjeda hubungan mereka. Keduanya saling menjauh untuk sementara waktu. Bagi Melody, apa yang dia lakukan ini adalah sebuah pertaruhan. Karena dia tidak tahu apakah akan bisa kembali bersama Bara setelah ini. Tapi mungkin ini memang pilihan terbaik. Mereka sama-sama emosi saat ini, jadi lebih baik menjauh dan saling meredakan emosi masing-masing sebelum nantinya bertemu lagi.
Melody memang sengaja memberikan waktu untuk Bara berpikir. Membiarkan Bara untuk menata ulang pikiran dan hatinya yang mungkin sudah mulai goyah. Melody hanya tidak ingin kalau nantinya Bara hanya terpaksa bersama dirinya.
Walaupun berat hati, Bara menuruti kemauan Melody. Mungkin memang lebih baik seperti ini untuk sementara waktu. Agar mereka bisa instropeksi diri dan berdamai dengan amarah mereka masing-masing.
Setelah mengantar dan memastikan Melody masuk rumah. Bara bergegas kembali ke rumah. Dia butuh ketenangan untuk saat ini. Biasanya, Bara akan mengadu pada Eliza saat dia kebingungan menyelesaikan masalahnya. Tapi sayangnya, sampai sekarang dia tidak tahu dimana sahabatnya itu.
"Gue mau ngomong sama lo."
Bara baru saja melangkah masuk rumah dan langsung disambut oleh Affan dengan raut wajah yang tidak bersahabat.
"Bisa nanti aja nggak? Gue butuh waktu sendiri," pinta Bara sedikit memohon. Karena dia benar-benar butuh waktu untuk menenangkan pikirannya. Dia tidak masalah kalau kakaknya itu akan marah atau menegur, Bara akan dengan tenang mendengarkan. Tapi tidak untuk saat ini, disaat pikirannya sedang kacau.
"Gue pernah bilang, kalau gue akan dukung apapun keputusan lo. Tapi bukan kayak gini, Dek. Bukan dengan lo nyakitin hati dua cewek sekaligus kayak gini."
Affan sama sekali tidak menghiraukan wajah memelas Bara. Dia tidak memberikan waktu untuk Bara beristirahat sebentar saja. Affan tetap memberikan sedikit teguran untuk adiknya itu.
"Gue tahu gue salah. Tapi gue bingung, disatu sisi gue itu pacarnya Ody dan harusnya lebih perhatian ke Ody bukan ke El, tapi gue nggak bisa Bang. Gue juga sayang sama El," erang Bara frustasi. Bara meremat tangannya kuat, tanpa peduli kalau nantinya akan terluka.
"Kalau gitu jangan temui keduanya. Yakinin perasaan lo buat siapa. Gue tahu lo udah mulai goyah sekarang," ucap Affan tepat, karena memang Bara sudah mulai goyah. Dia mulai menaruh hati pada Eliza entah sejak kapan. Atau mungkin memang sejak awal hati Bara sudah dicuri Eliza, hanya saja sang pemilik masih denial.
"Gue akui, gue mulai goyah. Entah sejak kapan, Eliza selalu jadi orang pertama yang gue pikirin." Bara mengakui semuanya di hadapan Affan. Dia hanya bisa pasrah mengiyakan saran Kakaknya. Toh, dia juga harus meyakinkan dirinya sendiri dulu. Dia tidak ingin menyesal nantinya hanya karena gegabah dalam mengambil keputusan.
"Sebenernya gue tahu sejak awal, lo itu udah tertarik sama Eliza. Cuma lo denial mulu dan sembunyi dibalik status sahabat. Begitu juga El, dia terlalu takut buat ngakuin perasaanya, takut nantinya akan ngerusak persahabatan kalian." Affan mengungkap sedikit kebenaran yang dia tahu selama ini.
Bara mendongak, dia terlihat kaget mendengar ucapan kakaknya. Bagaimana mungkin Eliza menyimpan perasaan untuk dirinya dan bodohnya Bara tidak menyadari semua itu. Ah atau sebenarnya menyadari, tapi tidak mau mengakui.
"Kalau lo penasaran soal Eliza. Dia sempet sakit kemarin karena kecapekab, tapi lo nggak usah khawatir, dia baik-baik aja sekarang. Mungkin untuk kedepannya lo akan jarang lihat dia karena dia akan semakin sibuk nantinya."
Tanpa diminta Affan menjelaskan keadaan Eliza pada Bara. Dia tahu, adiknya itu sangat menyayangi Eliza. Walaupun mungkin saat ini mereka saling menghindar, tapi Bara akan tetap memperdulikan Eliza.
Bara mengangguk paham, dia merasa lega karena Eliza baik-baik saja setelah kejadian di lapangan tempo hari. Setidaknya Bara sudah tidak perlu khawatir karena banyak yang peduli dengan Eliza.
"Gue ke kamar. Thanks, karena udah jagain Eliza dan hibur dia disaat gue justru jadi penyebab dia terluka kayak gini," ucap Bara tulus, merasa senang karena memiliki kakak dan juga sahabat yang selalu mendukungnya dalam keadaan apa pun. Bahkan ketika Bara berbuat salah, mereka tidak akan langsung menyalahkan Bara dan dia sangat bersyukur karena hal itu.
Bara berdiam diri di balkon, dia merenungi semua hal yang baru saja terlewat. Banyak hal yang Bara abaikan akhir-akhir ini, salah satunya Melody dan dia baru menyadari itu sekarang. Sedikitnya Bara paham dengan apa yang dirasakan Melody selama ini.
"Sejahat itu gue selama ini, tanpa sadar nyakitin Melody sebegitunya," monolog Bara sambil menatap gelapnya langit malam. Dia merasa bersalah sekarang, pada Melody dan juga Eliza.
Bara menengok ke arah balkon kamar Eliza yang terlihat gelap. Sepertinya Eliza memang sengaja tidak menyalakan lampunya. Bara teringat kebiasaan mereka berdua, biasanya dia dan Eliza akan melihat bintang bersama apabila pikiran mereka terlalu penuh.
Bara masih ingat, sabahatnya itu pernah berkata kalau melihat bintang bisa membuat pikiran sedikit lebih tenang. Walaupun memang tidak menyelesaikan masalah tapi setidaknya bisa sedikit mengalihkan pikiran.
Bara jadi merasa rindu pada Eliza. Tapi dia tidak mungkin memaksakan untuk bertemu dengan Eliza sekalipun dia ingin. Karena dia sudah berjanji untuk tidak menemui Eliza sampai dia yakin dengan perasaannya sendiri.
"Woy! Sini turun. Ngapain lo bengong di balkon sendirian. Nggak cocok lo galau kek gitu." Grady berseru dari halaman, bermaksud mengganggu Bara.
"Berisik! Naik lo, nggak usah teriak-teriak dari bawah." Bara membalas ucapan Grady dengan suara yang agak lebih keras agar Grady bisa mendengarnya.
Tiba-tiba lampu kamar dan lampu balkon Eliza menyala. Sepertinya sang empunya kamar terganggu dengan suara Bara dan Grady yang cukup berisik. Dengan cepat Bara masuk ke kamar sebelum Eliza melihatnya melamun di balkon dengan raut wajah yang menyedihkan.
"Kenapa malah masuk? Nggak mau ketemu Eliza? Padahal gue sengaja lho, biar kalian bisa ketemu," ucap Grady dengan raut berpura-pura kecewa.
"Gue belum siap, lagi pula gue dilarang ketemu Eliza sama Bang Affan."
"Harusnya nggak masalah, kecuali lo ada rasa sama El dan takut akan semakin goyah."
Bara mengangguk pasrah, tebakan Grady sangat tepat. Dia takut akan semakin goyah kalau memaksakan untuk bertemu dengan Eliza.
"Yakinin perasaan lo. Setelah itu baru lo nyari solusi buat beresin semua masalah yang ada," ucap Grady sambil menepuk pelan pundak Bara untuk sedikit menenangkan sahabatnya itu.
Mungkin benar, Bara membutuhkan waktu untuk sekadar memikirkan masalahnya dan meyakinkan perasaannya sendiri. Apakah benar untuk Eliza atau itu hanya perasaan yang datang sementara karena Bara terlalu sering bersama Eliza.
=======
Rhain
16072023
KAMU SEDANG MEMBACA
FRIENDZONE [TERBIT]
RomanceTentang Eliza yang terjebak dalam kukungan rasa yang tak seharusnya tercipta dalam sebuah ikatan persahabatan. Rasa yang membuat hatinya terus merasa bimbang. Akankah mempertahankan persahabatannya Atau justru mengikuti kata hatinya? =============...