"Katanya mau pulang? Kok malah ke sini sih Kak?" Eliza menatap heran Affan yang justru membawanya ke daerah Dago. Yang benar saja sore-sore seperti ini malah pergi ke daerah Dago atas.
"Sekali-kali, Dek. Jarang-jarang kan gue ajakin lo jalan berdua. Biasanya rame-rame atau bertiga sama Reva," sahut Affan santai sambil tetap mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang.
Sebenarnya Affan hanya ingin menghibur Eliza. Dia tahu, suasasana hati Eliza sedang tidak baik sejak kemarin. Mengingat insiden Melody sengaja merusak lukisan yang dikerjakan Eliza dengan susah payah.
"Mau mampir nggak? Atau cuma jalan-jalan doang." Affan bertanya pada Eliza. Karena memang tujuannya untuk menyenangkan Eliza. Jadi Affan akan menyerahkan semua keputusan pada gadis itu.
"Kemana ya, Kak? Gue jarang banget sampai sini, jadi kurang tahu tempat nongkrong yang enak," ucap Eliza sedikit kebingungan.
"Ice cream atau kopi?" Affan menatap Eliza dan bertanya tiba-tiba.
Refleks Eliza menjawab dengan cepat juga dan pilihannya jatuh pada ice cream. Tanpa kembali bertanya Affan membelokan mobilnya ke halaman parkir District Dago dan membiarkan Eliza memilih sendiri apa yang dia inginkan.
"Sana pilih, sekalian camilannya kalau mau." Affan sedikit mendorong Eliza agar lebih dekat dengan eatalase gelato yang dipamerkan.
Eliza tidak perlu berpikir lama, karena pilihannya pasti tidak jauh-jauh dari rasa coklat. Jadi sudah bisa ditebak Eliza pasti akan memesan mintchoco dari banyaknya varian yang ada.
"Nggak sekalian sama camilannya?" Affan bertanya lagi saat Eliza kembali hanya dengan membawa satu cup gelato mintchoco.
Eliza menggeleng, hari ini dia sedang tidak ingin camilan yang lain. Jadi cukup satu cup gelato mintchoco. Setidaknya hari ini suasana hati Eliza sedikit lebih baik.
"El, lo mau sampai kapan kayak gini terus? Lo dan Bara itu sama, keras kepala dan egois."
Eliza yang mendengar ucapan Affan seketika menghentikan makannya. Eliza menatap lelaki yang sudah dianggapnya kakak itu dengan tatapan bingung. Dia sama sekali tidak paham apa maksud ucapan Affan.
"Apa maksudnya?" tanya Eliza.
"Soal perasaan lo, perasaan yang lo pendam buat Bara. Mau sampai kapan lo bohongin diri lo sendiri? Sampai kapan lo akan bersembunyi dibalik persahabatan." Affan mencecar Eliza dengan banyak pertanyaan dalam satu waktu.
Eliza bergeming, dia tidak menyangka kalau Affan mengetahui rahasianya sejauh itu. Eliza merasa bingung, bagaimana dia akan menjelaskan semua itu pada Affan disaat dirinya sendiri pun masih ragu dangan perasaan yang dia miliki.
"Gue nggak tahu kak, gue nggak bisa kalau harus nunjukin perasaan gue untuk Bara. Gue nggak mungkin merusak hubungan Bara dan Ody. Lagi pula, gue nggak mau di cap menjadi perusak hubungan orang." Eliza menjelaskan alasannya setelah sejak tadi hanya diam.
Affan mengangguk paham dan tidak lagi bertanya. Karena dia tidak ingin membuat mood Eliza kembali jelek. Tujuan awal Affan adalah membawa Eliza agar memperbaiki moodnya. Kalau sampai karena pertanyaan Affan itu mood Eliza kembali jelek, bisa-bisa dia kena amuk oleh Reva, kekasihnya.
Affan mengajak Eliza untuk kembali ke rumah. Tapi semenjak Eliza berpisah dengan Affan hingga sekarang, pikirannya justru tidak bisa beralih dari obrolan di mobil tadi. Ucapan Affan tergiang jelas dalam benaknya.
"Apa-apaan sih ini? Kenapa gue jadi kepikiran omongannya Kak Affan. Yang benar saja gue jujur sama Bara, bisa-bisa Ody makin benci sama gue," gumam Eliza kesal sendiri karena pikirannya tidak mau lepas dari pembicaraannya dengan Affan siang tadi.
Eliza akhirnya menyerah, dia memilih mengambil kanvas kosong miliknya dan mulai megoreskan kuasnya. Eliza belum tahu akan melukis apa. Tapi dia akan dengan senang hati mengikuti isi pikirannya. Entah akan menjadi lukisan apa nantinya, tapo setidaknya pikirannya itu bisa tertuangkan dan tidak mengganggu lagi.
Bara is calling...
"Gue lihat-lihat kamar lo masih nyala. Berhenti ngelukis, simpen alatnya dan istirahat."
Bara tiba-tiba menelpon dan langsung memarahi Eliza begitu telponnya dijawab. Seharusnya Eliza merasa kesal, tapi anehnya Eliza justru merasa senang. Karena itu artinya Bara masih peduli dengannya.
"Gue nggak bisa tidur, makanya bikin lukisan. Lagian lo sendiri ngapain belim tidur coba, pasti begadang buat main game lagi kan?" todong Eliza membuat Bara langsung terdiam. Karena memang tebakan Eliza tidak salah.
"Sok tahu lo, gue ngerjain tugas. Tidur sana lo, besok masih ada kelas pagi." Bara kembali memerintah Eliza agar segera tidur tapi Eliza tetap keras kepala dan memilih untuk mematikan panggilan. Dia lalu melanjutkan lukisannya.
Tapi lagi-lagi hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Eliza melukis untuk melupakan obrolannya dengan Affan soal Bara. Tapi sekarang Eliza justru tanpa sadar melukis wajah Bara.
"Kenapa jadi kepikiran Bara mulu sih, mana bisa-bisanya gue ngelukis wakah Bara kayak gini. Mau ditaruh mana muka gue kalau ketahuan Grady, abis diejek kalau gini caranya." Eliza meletakan alat lukisnya dengan kesal. Dia enggan untuk melanjutkan lukisannya yang masih setengah jadi itu.
"Gue bilang berhenti ngelukis dan tidur Eliza!" ucap Bara yang entah sejak kapan berdiri dibalik pintu balkon kamar Eliza.
Menyadari keberadaan Bara, dengan cepat Eliza menutup lukisan setengaj jadi miliknya. Eliza tidak ingin Bara atau bahkan Melody tahu soal lukisan ini. Karena lukisan ini pasti akan menimbulkan masalah nantinya, mengingat Melody amat sangat membenci Eliza bila itu berkaitan dengan Bara.
"Apasih? Balik sana, ngapain malem-malem ke kamar cewek. Nggak sopan lo," ketus Eliza tidak suka. Dia memang sedikit marah dengan kelakuan Bara kali ini, yang sama sekali tidak sopan.
"Tidur makanya, nanti gue balik. Lagian juga ngapain marah sih. Udah biasa kan gue kayak gini. Ayah sama Bunda juga udah hapal sama keboasaan gue yang satu ini," ucap Bara santai dan malah berjalan mendekati alat lukis Eliza. Dia bermaksud untuk membantu Eliza merapikannya.
"Jangan sentuh lukisan dan alat gue!" Eliza berseru penuh penekanan. Dia tidak ingin Bara sampai melihat lukisan setengah jadi miliknya itu.
Bara tentu saja menurut, karena lelaki itu tidak ingin membuag keributan di malam hari seperti ini. Bisa-bisa dia dijewer keliling kompeks kalau sampai nekat.
"Okey, gue nggak akan sentuh. Tapi tolong dirapikan sekarang dan lo istirhat. Gue nggak mau lo demam dan malah nggak bisa hadir dipembukaan pameran lo nanti." Bara berucap kembut sambil mengelus kepa Eliza penuh sayang.
Eliza luluh juga akhirnya, dia memilih menuruti Bara. Dengan cepat Eliza memunguti kuas dan paletnya yang tadi dia taruh di lantai begitu saja dan menutup lukisannya tadi dengan kain tanpa mengubah posisinya. Karena memang sengaja disembunyikan dari Bara.
======
Rhain
22082023
KAMU SEDANG MEMBACA
FRIENDZONE [TERBIT]
RomantizmTentang Eliza yang terjebak dalam kukungan rasa yang tak seharusnya tercipta dalam sebuah ikatan persahabatan. Rasa yang membuat hatinya terus merasa bimbang. Akankah mempertahankan persahabatannya Atau justru mengikuti kata hatinya? =============...