Bab 31 - Eliza dan Perasaannya

71 2 0
                                    

Akhirnya hari pameran tiba. Eliza, Kevin dan Reva sudah menantikan hari ini sangat lama. Mereka merasa senang karena pameran berjalan dengan lancar.

Eliza masih sibuk bolak-balik mengecek segala hal yang berkaitan dengan pameran. Karena Reva bertugas di bagian depan. Dia jauh lebih berpengalaman dibagian itu, jadi Kevin menyerahkan semua tugas terkait guide pada Reva. Sedangkan dia bersama Eliza mengurusi bagian yang lain.

"Sibuk banget sih kalian. Udahan kenapa, udah perfect semuanya," ucap Grady yang pusing melihat Eliza dan Kevin dengan kesibukannya sejak tadi.

"Beneran, gue takut ada yang kelewatan dan bikin semuanya nggak sesuai rencana."

Eliza terlihat benar-benar khawatir dengan pameran hari ini. Padahal menurut Grady semuanya sudah bagus dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi.

"Udah aman El, sekarang mendingan kalian siap-siap. Masa mau opening pameran tapi pemilik karyanya masih pada kucel gini," timpal Affan sambil berjalan mendekat bersama Bara dan Melody.

Eliza menyimpan rasa penasarannya ketika melihat Melody, karena dia harus buru-buru bersiap sebelum pembukaan secara resmi dilaksanakan. Mungkin nanti setelah pameran selesai dia akan bertanya langsung pada Bara.

Pameran seni berjalan dengan lancar dan sesuai dengan ekspektasi Eliza. Kerja kerasnya bersama Reva dan Kevin tidak sia-sia karena banyak pengunjung yang menyukali hasil karya mereka. Bahkan ada dosen yang tertarik dan berniat membeli salah satu lukisan Eliza.

"Wah, keren nih sahabat gue. Lukisannya dibeli Pak Dosen dong," goda Grady ketika pengunjung sudah mulai sepi.

"Gue juga nggak nyangka, tapi lumayan deh. Setidaknya berkat pameran ini, gue dikenal seantero kampus," pamer Eliza merasa senang karena hasil karnyanya diapresiasi.

"Selamat ya, El," ucap Melody tulus dan memeluk Eliza.

Khusus hari ini, Melody berusaha mengesampingkan perasaanya. Karena bagaimanapun Eliza juga sahabatnya. Jadi tidak ada salahnya hari ini dia datang dan memberi selamat dengan tulus.

Eliza hanya pasrah menerima pelukan dari Melody, karena dia masih berusaha memproses. Tapi Eliza juga bersyukur karena Melody masih mau datang.

"Malah bengong, nih bunga buat lo. Selamat ya beb, lo keren banget." Bara menyerahkan buket bunga mawar yang sengaja dia siapkan untuk Eliza.

"Lo juga keren, selamat ya." Affan juga tidak mau kalah dengan adiknya, dia juga memberikan sebuket bunga mawar merah untuk Reva, kekasihnya.

Kevin mencebik, karena hanya dia yang tidak mendapatkan buket bunga. "Ini gue doang yang nggak dapet, kok kalian pilih kasih," protesnya sambil berekspresi sok sedih.

"Nggak usah sok sedih, nggak cocok." Affan menoyor kepala Kevin pelan karena menurutnya ekspresi Kevin sedikit menjijikan.

"Jahat lo,"

"Diem atau gue timpuk lo pakai sepatu," ancam Affan yang sudah kepalang kesal karena tingkah Kevin yang tiba-tiba tidak jelas seperti itu.

Kevin terbahak karena berhasil menjaili Affan. Dia langsung bersembunyi di balik badan Eliza yang jelas-jelas tidak berpengaruh karena Eliza lebih pendek dari Kevin.

"Tenang, khusus buat lo hadiahnya beda. Gue udah booking Hanamasa buat malam ini," ucap Affan yang langsung mendapatkan sorakan bahagia. Tentu saja mereka merasa senang, siapa yang tidak senang kalau mendapatkan traktiran.

"Makasih, tapi kalian duluan aja. Gue mau bicara sama Eliza dulu. Nanti kami menyusul," Bara menarik pelan Eliza dan membawa gadis itu sedikit menjauh ke tempat yang lebih sepi.

"Gue tahu sebenarnya ini bukan waktu yang tepat. Tapi gue udah kepalang penasaran sejak kemarin, apa alasan lo bikin semua lukisan itu?" tanya Bara tampak sangat perasaran.

Eliza memalingkan wajahnya, dia enggan menatap Bara. Eliza terlalu takut untuk menjawab jujur pertanyaan Bara itu. Karena sebenarnya sebagian besar lukisan yang dia pamerkan hari ini adalah ungkapan perasaan terpendamnya untuk Bara.

"Gue merasa jadi orang paling bodoh El, gue jahat banget sama lo. Bisa-bisanya gue nggak pernah menyadari perasaan lo. Bahkan gue memilih denial dengan perasaan gue sendiri dan baru mau mengakui itu tempo hari." Bara berucap lirih, dia menyesali kenapa tidak menyadari sejak awal soal perasaan Eliza untuk dirinya.

Eliza menggeleng dengan mata berkaca-kaca. Dia tidak setuju dengan ucapan Bara. Karena bukan Bara yang bodoh, hanya saja waktu sedang tidak memihak mereka berdua.

"Gue minta maaf, El. Karena sebegitunya menyakiti lo dan mungkin masih akan menyakiti lo. Tolong, mulai sekarang hapus perasaan lo untuk gue, agar lo nggak terluka lagi nantinya."

Bara memilih egois, dia memilih untuk menyakiti Eliza ketimbang membuat Eliza terus menerus terluka karena dirinya nanti. Jahat memang, tapi bagi Bara inilah yang terbaik untuk mereka. Walaupun mungkin Eliza akan membenci Bara tapi itu tidak masalah. Asalkan Eliza terbebas dari rasa cemburu Melody.

Bara memeluk Eliza sebentar sebelum meninggalkan gadis itu. Karena Melody sudah menunggu di ruangan sebelah. Melody mendengar semuanya, semua yang diucapkan Bara. Karena memang inilah yang dijanjikan Bara padanya saat lelaki itu mengajak Ody datang ke pameran.

"Ayo pulang," ucap Bara sambil mengulurkan tangannya pada Melody.

Dengan ragu Melody menerima uluran tangan itu. Dia merasa tidak tega meninggalkan Eliza yang menangis dalam diam. Karena bagaimanapun mereka pernah dekat sebelumnya.

"Nggak usah khawatir, gue udah kabarin Grady buat jemput El nanti." Bara berucap tenang seolah bisa membaca pikiran Melody.

=======

Eliza berakhir pulang dengan Grady seperti yang dikatakan Bara. Tapi, Grady tidak membawa Eliza ke rumahnya seperti permintaan Bara, melainkan malah membawa Eliza kembali ke rumahnya.

"Gue nggak akan ganggu. Tapi kalau lo butuh apa-apa, gue ada di ruang tengah," ucap Grady sebelum menutup pintu.

Sepeninggalan Grady, Eliza menangis. Air mata yang sejak tadi dia tahan akhirnya meluruh juga. Eliza merasa bodoh karena mempertahankan perasaannya untuk Bara.

"Kenapa sih gue nggak bisa lepas dari lo, padahal lo udah nyakitin gue kayak gini. Kenapa gue masih aja berharap bisa dekat sama lo lagi walaupun tetap dengan status sahabat." Eliza merancau lirih dengan air mata yang masih mengalir dipipinya.

Eliza lagi-lagi kalah dengan perasaanya. Dia sama sekali tidak bisa membenci Bara. Padahal hari ini Bara sudah menolaknya. Tapi entah kenapa perasaan Eliza masih bertahan. Sebut Eliza bodoh, tapi memang seperti itulah kenyataannya. Perasaan Eliza untuk Bara bukan perasaan dangkal yang akan hilang begitu saja saat tertolak.

Eliza mengusap kasar pipinya, dia bertekad akan mulai menghapus nama Bara di hatinya, "Kalau Bara aja bisa mengesampingkan perasaannya, gue juga harus bisa melepaskan semua perasaan gue buat Bara. Lagi pula, setelah ini hubungan gue dengan Bara tidak akan mungkin kembali seperti dulu lagi. Jadi lebih baik mempersiapkan diri dari sekarang," ucapnya penuh tekad.

======

Rhain
25082023

FRIENDZONE [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang