Julian tersenyum melihat seorang gadis melambaikan tangan padanya dari sebuah toko bunga di seberang jalan.
"Gue udah beli buat lo juga, ayo sekarang kesana."ucap Jihan.
Jadi, Jihan dan Julian berencana pergi ke makam ayah Julian di pagi hari minggu ini. Ini rencana Jihan, ia ingin meminta maaf kepada mendiang ayah Julian atas nama kakaknya. Ia pergi ke toko bunga sendirian, kemudian mengabari Julian kalau ia sedang membeli buket dan mengirim alamat toko bunga yang harus Julian datangi.
Julian mengangguk "Ayo."katanya.
Sampai disana Jihan berjalan beriringan bersama Julian dengan sebuah buket bunga lili putih di pelukannya sedangkan Julian membawa buket krisan putih, ia sendiri yang mengusulkannya pada Jihan. Hening menyerang mereka berdua, ini pasti karena kemarin Julian menjauhinya. Padahal beberapa hari sebelumnya mereka cukup dekat.
Mereka berhenti tepat di pusara ayah Julian, terlihat cukup kotor dengan rumput liar yang tinggi.
Jihan dan Julian membersihkan pusara itu, mencabut rumput rumput hingga membuatnya terlihat lebih rapi.
"Hai ayah, maaf ian baru datang lagi."
Jihan menatap Julian yang berjongkok dan meletakkan buket bunga di pusara itu, si gadis tau bahwa laki-laki itu sedang merasa sedih, Julian pasti merindukan ayahnya. Jihan termenung melihat Julian mengelus pusara sang ayah sambil berceloteh seakan ayahnya bisa mendengar itu, semakin lama suara Julian terdengar parau.
"Halo, Om. Saya Jihan, temennya Julian."Jihan bergabung dengan Julian, menaruh buket bunga lily putih di pusara itu.
Jihan menipiskan bibirnya "Saya disini mau minta maaf atas perbuatan kakak saya, saya harap om bisa memaafkan kesalahan kakak saya, walaupun saya tahu ini adalah kesalahan yang sangat besar. Semoga tenang disana ya om."
Jihan menoleh pada Julian, laki-laki itu tengah menahan tangisnya. "Nangis aja gak papa, lo pasti kangen sama ayah lo."ucap Jihan memegang pundak Julian.
"Sini,"
Tanpa ragu Jihan merentangkan tangannya untuk memeluk tubuh Julian yang lebih besar darinya. Julian menangis saat itu juga, meluapkan emosi yang selama ini ia pendam sendiri.
"Lo bisa nangis sepuasnya."ucap Jihan sembari mengelus punggung Julian teratur.
Untuk pertama kalinya Julian merasa malu karena harus menangis dihadapan Jihan, ia sungguh tidak suka terlihat lemah didepan orang lain.
"Sakit hann, gue kangen ayahh."
"Hati gue sakit, gue capek."
"Gue tahu ada luka di hati lo, pasti sakit banget. Tapi Ju, lo bisa menjalani semuanya selama ini, lo pasti bisa ngobatin luka lo, sendiri ataupun bareng orang lain. "ujar Jihan menenangkan.
Julian melepaskan pelukannya, terasa aneh karena ini pertama kalinya ia memeluk seorang gadis. Julian tidak bohong, Jihan adalah yang pertama.
Mata sembab Julian menatap sendu gadis didepannya, bibirnya menyunggingkan senyum tipis yang terlihat manis. Ia berterima kasih pada Jihan, karena gadis itu mengusulkan untuk menjenguk ayahnya.
"Makasih han, gue minta maaf sempet jauhin lo."
"Gak usah minta maaf Ju, lo lupa? dulu gue bahkan lebih parah dari lo. Gue yakin ini pasti karma buat gue."
"Hmm,"Julian berdeham.
Sekali lagi hening menjumpai mereka, kali ini tidak disertai canggung. Mereka terdiam menatap pusara ayah dan bergelung dengan pikiran masing-masing, menikmati semilir angin yang menerpa wajah mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
FEEL IT ; a smile that you have || end
Teen Fiction"Gue gak suka cowok friendly yang suka tebar senyum ke cewe sana sini" Itu yang Jihan ungkapkan sebelum akhirnya ia merasakan gelenyar aneh dalam dirinya setiap bertemu satu laki-laki yang ramah tamah, baik hati dan sangat murah senyum. Dia Julian...