Jihan merapikan rambutnya sebelum mencoba untuk memanggil pemilik rumah yang ada dihadapannya.
"Permisi! Julian! bunda!"
Pagar terbuka kurang dari semenit setelah Jihan berteriak dan menampakkan presensi Julian yang lebih tinggi dari si perempuan.
"Gue udah pesenin taksi, gue yang bayar, lo gak boleh nolak."Ceroscos Jihan.
Jihan kemari naik taksi, karena Juan ada kegiatan di kampusnya sehingga mungkin saja kakaknya itu tidak bisa pulang malam ini, maka dari itu Juan tidak bisa mengantar Jihan, walaupun sebenarnya ia ingin.
"Gue gak mau ngerepotin lo, nanti gue ganti tarifnya."ucap Julian.
Jihan menggeleng "Gak boleh, lo gak boleh ganti, gue ikhlas."ucapnya.
"Ayo kesana sekarang, bunda udah siap kan?"tanya Jihan sambil berjalan melewati Julian saat melihat laki-laki itu hendak membuka suara.
Jihan tau bahwa Julian akan menolaknya, tapi Julian harus tahu, kalau Jihan itu keras kepala. Jihan tidak akan membiarkan Julian mengganti uangnya nanti.
"Bundaa,"
"Jihan?"Bunda sudah mendengar dari Julian kalau gadis ini ingin menemaninya ke rumah sakit.
"Ayo bun, taksinya udah nunggu di depan."ucap Jihan dengan senyum cerahnya.
Bunda tersenyum dan mengangguk pelan. Jihan menolehkan pandangannya pada ambang pintu utama yang terbuka, ada Julian yang baru saja masuk.
"Ayo ian."ucap Bunda.
Julian mengangguk "Oke."laki-laki itu kemudian menuntun kedua perempuan itu untuk keluar rumah.
Julian mengunci pintu lalu menyusul Jihan dan bunda yang sudah ada di taksi. Bisa Julian lihat Jihan menunggunya diluar mobil, gadis itu menyuruh Julian untuk duduk di sebelah bunda, sedangkan ia sendiri duduk di kursi sebelah kemudi.
Keadaan di mobil tidak canggung, bahkan sang supir ikut nimbrung pada percakapan mereka, sangat menghidupkan suasana saat itu.
Jihan menatap Julian dari kaca spion di depan, Julian tertawa kecil sembari mengobrol dengan bunda, rasanya sesuatu yang tidak terlihat menyengat tepat pada ulu hatinya, membuatnya merasakan getaran yang asing, perasaan yang tidak pernah ia rasakan. Jihan yakin ini bukan perasaan jatuh cinta, ia tidak sepolos itu, ia pernah jatuh cinta, dan itu rasanya berbeda.
Julian tiba-tiba melihat ke arah spion dan mendapati Jihan yang tengah menatapnya, gadis itu segera mengalihkan pandangannya. Julian merasa ada yang aneh pada dirinya, perasaan yang benar-benar asing hinggap di hatinya. Ia memutuskan untuk terus melihat kaca spion itu yang menampakkan presensi Jihan yang sedang melihat jalanan di depan, tapi saat ia melihat Jihan kembali menatapnya lewat kaca itu, tiba-tiba saja ia mengalihkan pandangannya, bukan hanya Julian, Jihan juga.
Ada yang aneh pada mereka, Jihan maupun Julian tidak pernah merasakan ini. Sangat asing dan menyesakkan, membuat tidak nyaman dan gelisah, mereka tidak suka ini.
......
Mereka sudah pulang dari rumah sakit, bunda sudah dirumah dan kedua remaja SMA tingkat akhir itu sedang berada di minimarket tempat Julian bekerja. Jihan datang bersama Julian kemari, Jihan ingin menemani dan membantu laki-laki itu, ia juga ingin merasakan bekerja seperti Julian.
"Kerjaan gak banyak, gue udah biasa sendiri juga."
"Kalau gitu gue nemenin disini, nunggu kak Juan jemput gue."ucap Jihan.
Julian mengalah, ia membiarkan gadis itu menemaninya. Sebenarnya tidak terlalu buruk, ia tidak bosan karena ada Jihan yang berceloteh ria di sebelahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
FEEL IT ; a smile that you have || end
Teen Fiction"Gue gak suka cowok friendly yang suka tebar senyum ke cewe sana sini" Itu yang Jihan ungkapkan sebelum akhirnya ia merasakan gelenyar aneh dalam dirinya setiap bertemu satu laki-laki yang ramah tamah, baik hati dan sangat murah senyum. Dia Julian...