We start together

106 19 1
                                    

Julian menatap bunda yang masih setia memejamkan mata. Laki-laki itu akan pergi sekolah pagi ini, ia mencium punggung tangan bundanya dan merapikan rambut wanita kesayangannya itu.

"Bundaa, bangun bun. Ian kangen bunda."

Tiga hari berlalu, bunda belum siuman sejak kejadian itu. Julian menjadi semakin khawatir dengan keadaan bunda, mengingat biaya rumah sakit ditanggung oleh ayah Jihan membuatnya semakin tidak  enak hati. Laki-laki itu menelungkupkan kepalanya di sebelah tubuh bunda, membiarkan sakit menjalar di kepalanya karena begitu banyak hal yang menjajah pikirannya.

"Maafin Ian bun, Ian harus kerja. Ian gak bisa bergantung sama orang lain."

Julian menggenggam tangan bunda "Ian harus tinggalin bunda sebentar, jangan takut. Ian pasti balik lagi. Minimarket tempat Ian kerja kan deket dari sini, bunda jangan khawatir."

Sebenarnya begitu berat bagi Julian untuk meninggalkan bunda di saat-saat seperti ini. Tapi hati Julian tak bisa berbohong bahwa ia tidak bisa menerima bantuan ayah Jihan, bukannya kenapa. Julian hanya tidak biasa bergantung pada orang lain.

......

"Hei, Julian? waktu ini lo mau ganti jadwal ke weekend kan, kok tiba-tiba ganti lagi?"tanya William setelah mendengar dari samg ayah bahwa laki-laki yang sudah bekerja paruh waktu selama hampir tiga tahun itu ingin kembali bekerja seperti dulu setelah pernah mengatakan ingin di shift weekend dengan alasan fokus sekolah.

"Bunda dirawat di Rumah sakit kak."jawab Julian.

Untungnya pemilik minimarket ini berbaik hati pada Julian, ia sudah menganggap Julian seperti anaknya layaknya William. Jadi walaupun Julian sudah beberapa kali meminta perubahan jadwal, ayah William menyanggupinya setelah berdiskusi dengan pegawai lain.

"Astaga Julian, ngapa gak bilang sih lo. Sekarang gimana keadaannya?"tanya William.

Julian menunduk dan menghela nafas pelan "Bunda masih belum siuman."ucapnya.

William manggut-manggut, ia menepuk pundak Julian dan tersenyum hangat. "Yang sabar Ju, lo harus semangat demi bunda lo. Kalau bunda udah siuman kabarin ya, gue mau jenguk."

"Iya kak."

Kebetulan sekarang William juga bertugas menjaga minimarket. Malam ini ada pengiriman beberapa barang dan William yang mengaturnya. Mobil box berhenti di depan minimarket, William menghampiri dan mengecek barang yang datang sedangkan Julian membantu untuk mengangkut semua barang ke dalam.

Setelah semua selesai, Julian seperti biasa bertugas di bagian kasir. Malam ini William sibuk dengan pengecekan barang ditemani suara deru hujan deras yang tiba-tiba saja mengguyur kota malam ini. Minimarket sepi, tidak ada yang datang lagi setelah beberapa pengunjung yang datang untuk berteduh telah pergi.

"Itu siapa sih?"

Celetukan William yang berdiri di belakang Julian spontan membuat Julian mengikuti arah pandang yang lebih tua. Gadis yang menggunakan dress sederhana berwarna biru dengan rambut digerai terdiam ditengah derasnya hujan sembari menatap kearahnya. Sialnya, Julian tahu siapa gadis bodoh yang membiarkan dirinya basah kuyup di malam hari seperti ini. Tanpa sepatah kata keluar dari bilah bibirnya, Julian menghampiri gadis itu dengan payung yang ada di minimarket.

"Lo ngapain disini?!"bentak Julian pada gadis itu.

Sedangkan gadis itu menatap Julian dengan mata sayunya, bibir pucatnya gemetar hingga kesulitan mengeluarkan kata. Julian segera menarik gadis itu menghindari guyuran air hujan lalu menutup payung yang tadi ia gunakan. Ia kesal, sangat kesal, bagaimana bisa gadis ini diam saja ketika hujan deras mengguyur dirinya.

FEEL IT ; a smile that you have  || endTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang