Stare and Glare

139 23 0
                                    

Julian menampakkan senyumnya saat berpapasan dengan empat perempuan yang ia kenal. Pengecualian untuk satu diantaranya, Jihan. Julian tidak terlalu mengenal gadis itu, bahkan sekarang gadis itu menatapnya sinis.

"Ju, nebeng dong."

Itu suara Mediana, yang berhasil membuat mereka menoleh padanya.

"Lo itu bukan nebeng, yang ada gue nganterin lo pulang. Sorry ya gue sibuk."ucap Julian lalu berjalan dengan langkah besarnya menuju parkiran.

"Lo sedeket itu sama Julian?" tanya Jessika pada Mediana.

Mediana menoleh dan tersenyum kecut, "Gak juga sih, gue sama Julian kan temenan dari SD ya gitulah."

"Selama ini jok belakang Julian belum pernah tersentuh cewek ya."ucap Hani diangguki Mediana.

"Darimana lo tau."ucap Jihan dengan tatapan julidnya pada Hani.

"Kan gue sering merhatiin dia kalau dia pulang ehehehe."

"Lo suka ya sama Julian?"tanya Jihan.

"Hehe, iya Ji. Lu gausah cemburu gitu dong."

Jihan langsung memelototi Hani. Dimana letak kecemburuan seorang Jihan?!.

"Tipe Julian bukan cewek kayak gue,"lanjut Hani.

Gadis itu cemberut sambil menendang daun kering pada lantai lapangan dengan kakinya yang terbalut sepatu.

"Tapi kalau gak dapet Julian, temennya boleh juga hihihi."

"Gendeng."ucap Jihan menabok lengan Hani.

"Temennya yang mana satu nih?"tanya Jessika.

"Naren dong, kan gue pemuja cowo berbahu seluas samudera AHAHAHAHAHAHAHAHAHA,"

"Sumpah ni, lo orang tergaje yang pernah hinggap di hidup gue."ucap Jihan.

o0o

Akhir-akhir ini Julian sering berpapasan dengan Jihan, kadang sendiri atau saat bersama teman-temannya. Yang aneh adalah tatapan sinis yang selalu ditunjukkan gadis itu untuknya. Julian selalu menatap Jihan lama saat berpapasan, memastikan tatapan kematian itu memang untuknya atau bukan.

"Ju, tu cewek kenapa sih?"tanya Naren setelah melihat Jihan sudah jauh dari jangkauan mereka.

"Ntahlah, gue juga bingung."

"Sebelumnya gak ada satupun yang natap lo begitu, Ju. Semua cewek mah lemah liat senyum lo doang. Cicak aja pingsan liat lu lewat. "

"Gak usah hiperbolis. Hidup harusnya emang gitu, kalau banyak yang suka pasti segitu juga yang gak suka. Gue gak ambil pusing masalah begini."

"Hidup lo simpel banget Ju, gue iri"

"Yang lo lihat gak semuanya Ren. Hidup gue emang keliatan simpel di luar, karena hidup gue yang asli itu ribet. Jadi gue gak mau ngurusin masalah sepele kayak gini, yang ada waktu gue terbuang percuma."

Naren tertegun, ia lupa dengan fakta bahwa hidup Julian bahkan lebih menyedihkan dari hidupnya. Naren harusnya bersyukur keluarganya masih lengkap.

"Sorry bro,"

"Don't mention it, lo gak salah."

Ucapan Julian membuat Naren bernafas lega. Ia tahu Julian memang tidak pernah membesar-besarkan masalah sepele.

"Darimana heh? gue nyariin juga."

Itu suara Devano yang berkacak pinggang di depan pintu kelas mereka.

"Lah, siapa suruh dipanggil gak nyahut."

"Orang tidur gimana caranya nyahut bego."

"Ya itu tau!"

FEEL IT ; a smile that you have  || endTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang