Jihan berjalan perlahan, takut takut jika langkahnya menimbulkan suara bising di sunyinya ruangan putih dengan bau obat yang kental. Kedua tangannya memegang boneka domba putih yang Julian berikan padanya tempo hari, mata jernihnya menatap seorang laki-laki yang tertidur lelap di atas sofa dan wanita yang tertidur tenang di brankar rumah sakit secara bergantian.
Tadinya Jihan berjanji belajar bersama Julian untuk ujian besok. Ya, ujian sekolah sudah dimulai jadi tinggal beberapa hari lagi menuju kelulusan dan pengumuman SNBP, tapi laki-laki itu malah ketiduran. Jihan menaruh boneka domba itu di sebelah Julian lalu duduk di sisi sofa yang kosong.
"Bahkan gue sendiri gak nyangka kalau dulu gue begitu benci sama lo karena hal sepele yang gak jelas itu."monolog Jihan.
Melihat Julian tertidur nyenyak membuat Jihan mengingat masa dimana laki-laki itu sibuk bekerja, melupakan masa remaja yang seharusnya dapat ia nikmati. Ini kedua kalinya Jihan melihat Julian terlelap dan satu yang ada di pikirannya, Julian menggemaskan.
Jihan menghela nafasnya lalu tersenyum tanpa sadar, ia segera meraih bukunya untuk mulai belajar. Belajar bersama Julian itu menyenangkan karena caranya menjelaskan sesuatu begitu mudah dimengerti. Jihan ingat ketika Julian menjelaskan dengan detail bagaimana suatu rumus matematika, fisika dan kimia bisa didapatkan, Jihan heran mengapa Julian bisa sepandai itu.
Sesuatu mengusik tidur Julian, bukan sesuatu menyentuhnya atau apapun sejenisnya. Hanya saja tiba-tiba ia terbangun, merasa sesuatu mengganjal di hatinya. Julian menatap boneka domba putih yang ada di dekatnya, ia ingat boneka itu jadi ia melirik ke arah lain dan menemukan Jihan yang sedang berkutat dengan buku.
"Kenapa gak bangunin gue?"
Suara serak dan berat khas laki-laki yang baru saja terbangun dari tidurnya terdengar jelas membuat tubuh Jihan tiba-tiba meremang, gadis itu memutar kepalanya dan mendapati Julian yang sudah mengubah posisinya menjadi duduk.
Jihan meringis pelan sebelum berucap "Ya, gak enak aja."ucap Jihan.
Julian terkekeh pelan ia mengambil boneka domba itu dan mengangkat sebatas dada "Lo yang bawa ini?"tanya Julian dengan senyum tipis yang terpampang jelas.
Jihan mengangguk "Buat nemenin lo nanti malem."ujarnya.
Mata mereka bertemu, dalam diam menyalurkan hangat, tanpa mereka sadari suhu ruangan semakin dingin apalagi diluar tiba-tiba hujan lagi, gelap namun menenangkan.
Bunda menatap kedua remaja itu, ia sudah terbangun sejak Julian menanyakan kenapa gadis itu tidak membangunkannya dan Bunda tersenyum melihatnya, Bunda harap Jihan adalah yang pertama dan terakhir bagi Julian.
......
Beberapa hari kemudian
"SELAMAT JULIAN! GUE TAU LO PASTI DAPET!"
Lolos, satu kata yang membuat Julian begitu bahagia. Sekarang ia bisa melanjutkan impian sang Ayah, menjadi seorang psikolog. Julian membalas uluran tangan Jihan yang semangat sekali sedari tadi ia bertandang di rumahnya. Setelah mendapatkan kabar Julian lulus SNBP, gadis itu langsung melesat kemari dan menyelamati laki-laki itu.
Julian terkekeh, ia mengajak Jihan untuk masuk kedalam rumah dan bertemu bunda.
"Bunda!"
Jihan langsung memeluk wanita itu ketika mereka bertemu. Bunda mendengar betapa antusias Jihan terhadap kelulusan Julian.
"Julian keren banget ya bun?"ujar Jihan.
Bunda menyetujuinya, ia menganggukkan kepala sebagai balasan dari pertanyaan Jihan.
"Ian, udah kabarin kak Ara sama kak Ana?"tanya Bunda.
"Belum bunda, kan baru banget diumumin."ujar Julian.
KAMU SEDANG MEMBACA
FEEL IT ; a smile that you have || end
Teen Fiction"Gue gak suka cowok friendly yang suka tebar senyum ke cewe sana sini" Itu yang Jihan ungkapkan sebelum akhirnya ia merasakan gelenyar aneh dalam dirinya setiap bertemu satu laki-laki yang ramah tamah, baik hati dan sangat murah senyum. Dia Julian...