Hong Jisoo kini tengah terduduk di kursi halte menunggu hujan sedikit mereda. Ini adalah hari terakhir masa orientasi sekolahnya, sejauh ini ia tidak melakukan kesalahan yang begitu besar hingga ia tidak perlu mengulangi masa kelamnya di jenjang sekolah sebelumnya.
Ia bangkit dari tempat duduknya lalu berjalan perlahan karena ragu. Haruskah ia menerobos hujan atau ia hanya perlu bersabar menunggu hujannya reda?
Langkahnya kembali mundur bersamaan dengan lengan miliknya yang ditarik lembut oleh seseorang. Ia memutar tubuhnya terkejut, tatapannya bergetar saat melihat figur sang kapten basket yang diminati oleh banyaknya siswa sejak masa orientasi.
Choi Seungcheol, pria itu memiringkan kepalanya perlahan, "Jangan terlalu maju, nanti kena air hujan, emang mau bajunya basah-basah? Sekarang dingin tau..."
Tak ada jawaban yang Jisoo berikan. Ia justru hanya menatap Seungcheol dengan ekspresi yang tak terbaca, netranya pun beralih pada genggaman Seungcheol pada pergelangan tangannya. Menyadari kemana larinya atensi sang adik kelas, Seungcheol mulai melepaskan genggamannya.
"Eh, Sorry..."
Kembali tak ada jawaban. Jisoo hanya kembali memutar tubuhnya lalu menutupi kepala miliknya menggunakan topi hoodie yang ia kenakan. Kakinya melangkah cepat menerobos hujan, menjauhi figur sang kakak kelas.
Ia tentu harus melakukan hal itu bukan? Jika tidak, mungkin ia akan kembali berakhir sebagai korban perundungan.
Seungcheol yang masih berdiri diam di halte bahkan tak menyadari bahwa senyumnya mulai berkembang. Entah, ia bahkan tidak mengerti apa yang tengah terjadi pada dirinya.
-
Benar dugaannya, di pagi hari ini ia mendengar cukup banyak bisikan dari para siswa beberapa tingkat ketika melihatnya berjalan menyusuri koridor. Ia tak ambil pusing, dipasangkannya earphone yang sejak awal sudah tersambung dengan ponsel miliknya.
Kakinya kini melangkah masuk ke dalam kelas yang sudah dibagikan pada seluruh siswa tahun ajaran baru. Mendekati kursi miliknya, ia mulai terjatuh saat seseorang menarik kursi yang seharusnya menjadi tempat duduk miliknya.
Gelak tawa dapat ia dengarkan dari balik Earphone miliknya. Gelak tawa yang begitu keras, namun Jisoo memilih untuk bungkam dan segera bangkit untuk meraih kursinya kembali.
Kursi itu kembali di tendang oleh salah satu siswa di kelasnya. Siswa itu menarik Earphone yang terpasang di telinga Jisoo kasar.
"Baru awal-awal udah berani gatel ke Kak Seungcheol"
Jisoo meringis kesakitan saat tubuhnya didorong cukup kuat hingga terjatuh membentur lantai. Beberapa tendangan dan lemparan kertas ia terima di sekujur tubuhnya.
"Minggir."
Suara seseorang membuat para perundung itu menghentikan kegiatannya lalu meninggalkan Jisoo yang masih setia terduduk di lantai. Tak berasa pikir Jisoo, ia selalu mendapatkan hal yang lebih dari ini.
Ia sedikit menoleh menatap figur seseorang yang masih setia berdiri di belakangnya, "maaf..." Jisoo segera bangkit lalu menarik kursinya pada posisi semula.
Figur yang sedari tadi menunggu dirinya untuk menyingkir mulai berjalan dan terduduk di hadapannya. Terlihat bahwa ia memutar kepalanya, sedikit melirik ke arah Jisoo.
"Sakit?" Tanyanya.
Jisoo hanya menggelengkan kepalanya pelan lalu kembali menggunakan Earphone miliknya walau sudah tak bersuara akibat tarikan kasar tadi.
-
Sudah beberapa minggu terlewati, Jisoo tidak menerima kekerasan fisik yang begitu berat. Namun pukulan kecil serta olokan masih selalu ia dapatkan setiap saat. Tapi siapa sangka, di hari ini, dia harus mengenal apa itu siksaan yang sesungguhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hey, Merimi? [CheolSoo]
Fanfiction"Gagal nikah ya kak? Sama..." "Kalau gitu kita nikah aja." Kalau kriteria suami idaman bagi banyak orang itu mapan, setia, penyayang. Itu gak berlaku buat calon mertua dari Choi Seungcheol. Lamaran pria yang memenuhi semua kriteria itu justru ditola...