Selesai dengan barang terakhir mereka. Seungcheol segera menjatuhkan tubuhnya diatas sebuah sofa lalu menutup matanya perlahan. Jisoo menggoyangkan tubuh tersebut, "kak! Tata dulu barang-barangnya..."
"Capek..."
"Shua juga capek, tapi biar selesai hari ini..."
Seungcheol membuka matanya lalu memohon ke arah Jisoo dengan tatapan memelas miliknya, "besok lagi ya?"
Jisoo menggelengkan kepalanya, "Besok Shua udah mulai kerja lagi di cafe. Gak mungkin Shua biarin Hao sendirian terus"
"Yaudah besok aja, kak Cheol beresin semuanya sendiri ya?"
"Enggak. Kak Cheol besok kerja kan? Masa mau libur terus"
Jisoo meninggalkan Seungcheol lalu mulai menata beberapa barang sendirian. Seungcheol bangkit dari posisinya lalu memeluk tubuh dihadapannya erat, "jangan marah..."
"Shua gak marah..."
Seungcheol memutar tubuh Jisoo untuk meneliti wajahnya, "kapan terakhir kali shua marah sama kak cheol?" Tanya Jisoo
"Gak pernah"
"Itu jawabannya"
Jisoo kembali terfokus pada kegiatannya, sementara Seungcheol kini ikut meraih beberapa barang.
"Bakal selalu kaya gitu?" Tanya Seungcheol
Jisoo menaikan bahunya, "mungkin? Tergantung seberapa besar kesalahan kak cheol sampai bikin shua kecewa"
Seungcheol mengangguk paham.
"Soal apartment, gak masalah kan kita tinggal disini?"
"Kenapa jadi masalah?" Tanya Jisoo kembali.
"Kita tinggal di apartment dan lantai yang sama, kita tetanggaan sama Mingyu" jelas Seungcheol membuat Jisoo menghentikan kegiatannya.
"Gak masalah, mingyu, shua, kak cheol sibuk kerja. Kita ada di sini cuman untuk tidur, mingyu gak mungkin dateng malem-malem kan"
"Kalau dateng?"
"Shua punya Kak Cheol"
Seungcheol tertawa lalu mengusak surai Jisoo gemas. "Iya, Shua punya Kak Cheol"
Seungcheol sedikit membungkuk untuk meraih barang lainnya, ia mengerutkan keningnya lalu tersenyum tipis saat tangannya secara tidak sengaja meraih sebuah album kenangan berisikan torehan masa lalu ketiganya.
"Masih ada? Yang kak cheol kayanya udah ilang..." ucap Seungcheol sembari membuka cover album tersebut perlahan.
Jisoo mengerutkan keningnya tak mengerti, namun jantungnya berdegup begitu kencang saat Seungcheol tengah membuka album tersebut perlahan. Ia menghampiri Seungcheol lalu menutup kembali album itu lalu merebutnya dari genggaman Seungcheol, "jangan dibuka!"
Seungcheol yang masih terkejut dengan pergerakan cepat Jisoo mulai menatapnya curiga, "kenapa?"
"Shua jelek banget waktu sma, jangan dibuka..." Jisoo berjalan memasuki kamar lalu meletakan album tersebut di lemari miliknya.
Sementara, tanpa ia sadari, Seungcheol merunduk untuk mengambil secarik kertas yang tergeletak di lantai akibat tarikan paksa Jisoo pada album tersebut. Ia membukanya perlahan,
"Kak Cheol suka sama Hann-ie. Pasti."
Seungcheol mencoba mencerna coretan pada kertas tersebut.
"Kak?"
Seungcheol tersadar dari lamunannya dan segera menyembunyikan secarik kertas itu ke dalam saku pakaiannya.
"Ya?"
"Kenapa?"
"Enggak, ayo lanjut lagi..."
Jisoo hanya mengangguk lalu kembali menghampiri Seungcheol untuk menata barang-barangnya.
—
Malam sudah tiba, keduanya terbaring di atas sebuah ranjang yg sama. Jisoo masih setia memunggungi Seungcheol berusaha membuang jauh rasa canggungnya. Ia masih setia membuka matanya sementara pria di sampingnya sudah tertidur lelap sejak beberapa jam yang lalu.
Matanya mulai berair saat lenguhan pelan lolos dari bibir pria itu. Sebuah nama terpanggil pelan, membuat air mata miliknya mulai menetes perlahan.
Bukankah keputusan bodoh ini atas persetujuannya? Lantas mengapa kini ia menyesali keputusan tersebut?
"Awalnya, Shua gak pernah ingin ngegantiin posisi Han disini. Di umur 16 tahun, Shua benci hidup, tapi semuanya berubah waktu Kak Cheol dan Han masuk ke cerita hidup Shua."
"Sekarang, Shua sadar, Kenapa Shua nerima tawaran Kak Cheol?"
"Di hari itu, waktu kita berdua sama-sama hancur. Di hari Shua ngeliat Kak Cheol punya banyak luka, Shua sadar tentang Han yang beruntung dapet cinta sebesar itu dari Kak Cheol. Kenapa? Kenapa Shua gak pernah ada di posisi Han?"
Air matanya kembali menetes begitu deras. "Orang yang seharusnya nikah sama Shua ternyata gak pernah cinta sama Shua. Shua tau perasaan Kak Cheol, tapi, Shua gak tau kalau akhirnya sesakit ini"
"Sebelumnya kita sahabat, Han selalu jadi penghibur Shua, tapi Shua justru ngelukain hati Han sekarang. Shua terpaksa ngelakuin hal yang Shua gak suka, Shua egois, Shua ngerebut Kak Cheol dari Han."
"Itu, terlalu sakit"
"Kenapa Shua setuju sama rencana ini? Sejujurnya, Shua ingin ngelakuin hal ini. Shua pikir sekarang waktunya untuk ngebales semua kebaikan Kak Cheol, Shua janji bakal bikin Kak Cheol bahagia, Shua capek ngalah sekali lagi untuk Han, Shua gak mau ngelepas Kak Cheol lagi"
Isakannya semakin terdengar, Jisoo hanya terus berharap bahwa pria yang tengah ia tatap itu masih terus terlelap.
"Shua pikir, Shua ingin meluk Kak Cheol selama mungkin." Ia mendekatkan tubuhnya ke arah Seungcheol lalu memeluknya erat.
"Shua minta maaf karena Shua egois, Shua terima apapun hukumannya. Tapi tolong jangan lepasin Shua..."
"Tapi walaupun Shua tau kalau Han masih jadi pemenangnya, apapun yang terjadi, kalaupun waktu bisa diulang, Shua tetep bakal ngelakuin keputusan bodoh ini, Shua bakal bawa Kak Cheol untuk pergi bareng Shua."
Tangannya meremat pakaian milik Seungcheol erat, wajahnya ia benamkan pada dada bidang pria itu. Tangisan tak henti-hentinya keluar dari dirinya. Ruangan itu seakan menjadi saksi bisu atas pengakuan terbuka milik Jisoo.
Namun, Seungcheol menjadi saksi hidup yang mendengarkan cerita panjang disertai rasa sedih itu. Ia membuka matanya perlahan saat nengetahui Jisoo tengah membenamkan wajahnya, tangannya terkepal, menahan dirinya untuk tidak membalas pelukan dari tubuh tersebut.
Ia mendengarkan cerita Jisoo sedari awal. Namun semua kalimat tersebut layaknya kepingan puzzle yang harus ia selesaikan.
"Maaf..."
Suara itu kembali terdengar.
Namun kini wajah itu mendongak perlahan, kedua netranya bertemu, "kak maaf..."
"Sssttt, tidur..."
Seungcheol menarik tubuh Jisoo untuk kembali mendekat ke arahnya, ia memberikan dekapan erat pada tubuh tersebut. Begitu erat seakan ia tidak ingin tubuh itu terlepas dari dekapannya.
Kehidupan memang menuliskan garis takdir yang begitu rumit untuk ketiganya. Jisoo mungkin merasa terluka karena Seungcheol masih berada pada pihak Jeonghan, tapi ia tak menyadari bahwa dialah yang mendapatkan pelukan pria itu di tengah rasa sedihnya. Jauh berbeda dengan seseorang yang tengah menangis dibalik selimut miliknya, sendirian.
Baik Jisoo ataupun Jeonghan, keduanya sama-sama terluka atas satu nama.
Choi Seungcheol.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hey, Merimi? [CheolSoo]
Fanfiction"Gagal nikah ya kak? Sama..." "Kalau gitu kita nikah aja." Kalau kriteria suami idaman bagi banyak orang itu mapan, setia, penyayang. Itu gak berlaku buat calon mertua dari Choi Seungcheol. Lamaran pria yang memenuhi semua kriteria itu justru ditola...