Seungcheol menghentikan laju kendaraannya lalu menoleh ke arah Jisoo yang tengah membuka seatbeltnya. "Semangat kerjanya, kalau ada sesuatu langsung telepon kak Cheol, oke?"
Jisoo melebarkan senyumannya lalu mengangguk berkali-kali membuat Seungcheol terkekeh gemas.
"Yaudah Shua masuk ya? Bye kak!!"
Ditutupnya pintu mobil milik Seungcheol, ia berjalan menjauhi kendaraan tersebut lalu melambaikan tangannya saat kendaraan itu mulai menyalakan mesinnya kembali dan melaju pergi.
"Kayanya ada yang harus diceritain deh kak" sebuah suara berhasil membuat Jisoo tercekat, ia memutar tubuhnya perlahan lalu menangkap figur Minghao yang tengah menatapnya seakan meminta penjelasan.
Jisoo membantah hal tersebut menggunakan pergerakan tangannya, "gak ada, gak ada, lagian apa yang perlu dijelasin dari kak Seungcheol nganter Kak Soo" ujar Jisoo berusaha membuat rekan kerjanya itu tau lebih jauh mengenai hubungannya dengan Seungcheol.
"Iya, itu gak perlu dijelasin" jawab Minghao, jari telunjuknya mulai menunjuk ke arah benda kecil berkilau yang melingkar di jari manis milik Jisoo. "Itu yang perlu dijelasin"
Yang lebih tua segera menyembunyikan tangannya di balik saku celana miliknya.
"Kak, hari itu Hao liat semuanya. Kak Han dan Kak Seungcheol selalu dateng ke cafe ini untuk ngobrol sama Kak Soo, Hao tau persis apa yang selalu Kak Seungcheol lakuin. Tapi di hari itu, Kak Soo seakan-akan jadi prioritas utama Kak Seungcheol dibandingkan Kak Han. Bahkan Kak Seungcheol minta kak Han untuk pulang demi Kak Soo tenang"
"Hao gatau apa masalah kalian sebelumnya. Tapi kejadian selanjutnya bikin Hao kaget. Kak Seungcheol ngeluarin cincin yang Kak Soo pake sekarang."
Wajah milik Jisoo memerah secara perlahan, "I-iya, setelah Kak Soo gagal nikah sama Kak Mingyu, dan Kak Cheol gagal lamaran. Kita berdua mutusin untuk nikah di tanggal yang seharusnya jadi tanggal pernikahan Kak Soo dan Kak Mingyu"
Dagu minghao terjatuh seketika, "jadi di hari kak Han ada disini, Kak Soo sama Kak Cheol udah—"
"KAK!"
Jisoo tersentak akibat teriakan Minghao secara tiba-tiba,
"Sst, udah, jangan dibahas lagi. Kita buka cafenya sekarang daripada terus-terusan ngebahas ini"
"Hao sih seneng-seneng aja denger cerita seru Kak Soo"
"HAO!"
Teriakan Jisoo dibalas oleh tawa pelan milik sang rekan kerja.
—
Seungcheol kini berjalan tergesa-gesa memasuki apartment miliknya. Panggilan mendadak dari sang ayah membuatnya harus kembali ke apartmentnya untuk membawa beberapa dokumen yang dibutuhkan secara mendadak.
Ia berjalan memasuki kamarnya lalu mengambil berkas-berkas tersebut. Ia berbalik lalu menatap sebuah lemari yang mengingatkannya pada sesuatu.
Album kenangan,
Secarik kertas,
Ia berjalan perlahan mendekat ke arah lemari tersebut lalu membukanya. Sebuah album kenangan terpampang jelas terletak diantara tumpukan pakaian milik Jisoo. Seungcheol tau ini adalah hal yang salah, tapi rasa penasaran akan isi dari album tersebut membuatnya segera membuka halaman pertama album tersebut.
Terdapat foto koridor tempat ketiganya pertama kali bertemu. Seharusnya hanya hal itu yang menjadi pembuka, namun album kenangan milik Jisoo memperlihatkan sebuah polaroid yang menampilkan halte di depan sekolah. Ia memutar cetakan tersebut,
"Tempat Shua pertama kali ketemu Kak Cheol. Orangnya baik sejak kita pertama ketemu, tapi shua terlalu takut sama reaksi orang lain. Rintikan hujan jadi saksi betapa jahatnya Shua yang lari ninggalin Kak Cheol sendirian"
Seungcheol tersenyum tipis, tentu saja ia mengingat tentang hal itu. Tapi baginya pertemuan pertama keduanya adalah saat tubuhnya secara tidak sengaja menabrak tubuh lemah milik Jisoo.
Jemarinya kembali membuka halaman baru. Jisoo selalu menambahkan polaroid dengan cerita dibalik kenangan tersebut. Mengapa Jisoo melarangnya untuk membuka album tersebut? Seungcheol justru cukup menyukai hiasan-hiasan yang sahabatnya itu berikan di album kenangan ini.
Ia meraih sebuah foto tangan yang terinfus di atas ranjang rumah sakit.
"Bunda..." lirihnya pelan lalu memutar cetakan tersebut.
"Kak Cheol suka sama Hann-ie ya? Gak tau sejak kapan, tapi Kak Cheol keliatan suka sama Hann-ie. Siapa sih yang gak bakal suka sama Hann-ie?! Semua hal baik, selalu Hann-ie borong, shua juga suka, suka dalam hal sahabat. Shua cerita sama bunda, bunda bilang gak baik untuk nyembunyiin sesuatu, tapi shua pikir Kak Cheol sama Hann-ie emang cocok satu sama lain. Lagian Shua masih punya bunda!"
Seungcheol tersenyum namun sedikit memiringkan kepalanya bingung. Jisoo mengetahui perasaannya pada Jeonghan jauh sebelum ia menceritakannya. Tapi, apa yang ia sembunyikan?
Ia kembali membuka halaman baru lalu meraih sebuah cetakan foto yang berisikan dirinya tengah bermain bola basket. Jisoo memotret dirinya secara diam-diam.
"Hann-ie bilang pertandingannya ngebosenin. Tapi menurut Shua ini seru, Kak Cheol selalu jago main basket. Kenapa Hann-ie gak sadar kalau Kak Cheol suka sama dia? Shua sadar, dan Shua gak suka fakta kalau shua tau itu semua. Shua ingin egois, tapi Kak Cheol dan Hann-ie bakal jadi pasangan yang baik"
Seungcheol mengerutkan keningnya, ia membuka cepat halaman-halaman selanjutnya lalu meraih salah satu polaroid yang diambil di hari terakhirnya sebagai kapten tim basket.
"Kak Cheol ngajak Shua pergi besok, kata bunda lebih baik diutarain sekarang. Udah 1 tahun dan Kak Cheol belum ngutarain perasaan apapun untuk Han, mungkin Shua salah ya?"
Halaman selanjutnya kembali terbuka, sebuah foto boneka tercetak disana. Boneka yang sama dengan yang ia berikan pada Jeonghan disaat ia mengutarakan perasaannya.
"Bener, kak Cheol suka sama Hann-ie. Shua ternyata diminta untuk milih boneka untuk Hann-ie. Shua ditolak ya? Kenapa bukan shua? Bener-bener bukan shua? Cuman itu yang bisa shua pikirin selama jalan pulang. Bahkan hal paling egois pun mulai menuhin kepala Shua. Kalau shua ngungkapin perasaan shua lebih dulu, Kak Cheol bakal pilih Shua kan? Dari sekian banyak orang di dunia, seharusnya Shua..."
Tetesan air mata terlihat membasahi kertas tersebut. Tinta pena yang tertoreh disana terlihat meluntur.
Seungcheol hanya terdiam membeku.
"Walaupun sakit, tapi rela itu cinta kan? Kak Cheol suka Han, gak ada yang bisa Shua lakuin selain rela. Shua selalu disini, shua selalu..."
Lagi dan lagi, jejak air mata menghapus sebagian tulisan tersebut. Seungcheol mengacak surainya kasar, bagaimana bisa ia tidak menyadari hal ini?
Hong Jisoo, jatuh cinta kepadanya.
Ia meninggalkan cetakan foto tersebut berserakan di kamar miliknya lalu mulai kembali bangkit untuk pergi menuju kantornya. Sial, ia akan bekerja dengan pikiran yang dipenuhi tentang Jisoo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hey, Merimi? [CheolSoo]
Fanfic"Gagal nikah ya kak? Sama..." "Kalau gitu kita nikah aja." Kalau kriteria suami idaman bagi banyak orang itu mapan, setia, penyayang. Itu gak berlaku buat calon mertua dari Choi Seungcheol. Lamaran pria yang memenuhi semua kriteria itu justru ditola...