"Safe travels, alright?" Hermione membawa kedua tangannya untuk memelukku dengan sangat erat, mengusap-usap punggungku seraya membenamkan wajahnya di salah satu bahuku. "Jangan lupa menulis surat untukku, promise?"
Aku mengangguk, balas memeluknya dengan sepenuh hati. "I'm gonna miss you, Hermione."
"I'm gonna miss you, too," balasnya lembut, menarik diri dari pelukan kami dan menatap mataku dalam-dalam sambil tersenyum hangat.
"Kita akan bertemu lagi dalam dua minggu, don't worry," aku terkekeh, mencoba menghindari buliran air mata yang hampir jatuh dari kelopak matanya, lalu Hermione langsung ikut tertawa dan mengelap wajahnya.
Seperti yang aku bilang sebelumnya, kakakku itu memang agak sensitif, jauh sensitif melebihiku. Padahal, jangka waktu liburan cuma dua minggu, tapi dia bersikap seolah-olah kami tidak akan bertemu selama dua tahun.
"Kamu yakin tidak mau ikut, Hermione?" Ginny bertanya seraya sibuk mensleting koper besarnya di atas kasur. "Pasti seru kalau ka—"
"Oh, thank you, Ginny," balas Hermione halus. "Kamu tahu, aku dan Ron tidak bisa meninggalkan Harry sendirian di kastil ini, apalagi setelah dia mengetahui tentang ayah baptisnya yang menjadi buronan Azkab—" tiba-tiba dia terkesiap, matanya melebar, dan langsung cepat-cepat menutup mulutnya.
Wait a moment, apa yang sedang dia bicarakan?
"Ayah baptis?" tanyaku, mengernyit.
"Buronan?" tanya Ginny kemudian.
Hermione memejamkan mata frustasi, lalu menggosok-gosok kasar wajahnya. "No way," dia bergumam, kemudian menatap kami bergantian dengan sorot lemas. "Please, keep it secret, ok?"
"Tunggu," Ginny menyelak, bertukar pandang denganku sambil berpikir keras. Melihat ekspresi wajahnya membuatku mengerti, seperti memasang potongan puzzle menjadi satu gambaran utuh. Setelah beberapa saat, kami berdua akhirnya menoleh ke Hermione lagi.
"You mean Harry's godfather—" aku memulai.
"Sirius Black?" sambung Ginny.
Kakakku itu langsung menghela nafas berat sebelum mengangguk perlahan-lahan. "Aku mempercayai kalian berdua, yeah?" dia memasang wajah memohon. "Kami juga baru mengetahuinya kemarin, waktu di Hogsmeade."
Aku menggigit bibir dengan gugup, tidak tahu harus bereaksi seperti apa. "Tapi, bagaimana bisa? Maksudku— apakah keluarga Black dan Potter saling berhubungan?" tanyaku khawatir.
"Mereka bersahabat, Sirius dan James," jawab Hermione, matanya menatap lantai seperti sedang menerawang. "Sirius adalah penjaga rahasia keluarga Potter, tapi dia berkhianat kepada— uhm, you-know-who— saat mereka sedang dalam kondisi bersembunyi," jelasnya.
Ekspresi horor langsung menyergap seluruh wajah Ginny. "Hermione, tolong jangan biarkan Harry bersikap bodoh, kita semua tahu kalau—"
"Bersikap bodoh seperti?" potong Hermione.
"Seperti mencoba mencari Black dan berniat membunuhnya," aku menjawab. "Yeah, bukan tidak mungkin dia akan berpikiran seperti itu."
"Jangan konyol, Y/n," sirat panik terdengar jelas dalam suara Hermione. "Harry tidak akan membunuh siapapun, dia tidak seperti itu."
Suara pintu tiba-tiba saja berayun terbuka, kami langsung memutarkan kepala dan mendapati sosok Lilac yang sudah rapih dengan pakaian serba ungunya, tidak lupa juga bersama Morro dan Edgar yang berjinjit-jinjit di kedua sisinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐋𝐢𝐭𝐭𝐥𝐞 𝐆𝐫𝐚𝐧𝐠𝐞𝐫? | Draco Malfoy X Reader
Fanfiction"𝑰 𝒓𝒆𝒂𝒍𝒍𝒚 𝒉𝒂𝒕𝒆 𝒚𝒐𝒖, 𝑴𝒂𝒍𝒇𝒐𝒚 ... " "𝑻𝒉𝒆 𝒑𝒆𝒐𝒑𝒍𝒆 𝒚𝒐𝒖 𝒉𝒂𝒕𝒆 𝒕𝒆𝒏𝒅 𝒕𝒐 𝒃𝒆𝒄𝒐𝒎𝒆 𝒕𝒉𝒆 𝒐𝒏𝒆𝒔 𝒚𝒐𝒖 𝒍𝒐𝒗𝒆 𝒕𝒉𝒆 𝒎𝒐𝒔𝒕, 𝑮𝒓𝒂𝒏𝒈𝒆𝒓 ... " "𝑨𝒏𝒅 𝑰 𝒉𝒂𝒕𝒆 𝒕𝒉𝒆 𝒘𝒂𝒚 𝑰 𝒅𝒐𝒏'𝒕 𝒉𝒂𝒕𝒆 𝒚𝒐𝒖...