— Φ —
"Jadi katakan, apa tujuanmu melakukan ini semua, Raja Renjun?"
"Aku tidak memiliki jawaban untuk menjawab pertanyaanmu barusan, Tuan Jihoon, karena aku tidak merasa melakukan hal yang buruk."
Jihoon terkekeh sinis, "ah, begitukan? Bukannya kau tidak mau menjawab karena telah melakukan sesuatu. Seperti menyebabkan kekacauan sambil bersembunyi?"
"Apa maksudmu?"
"Menjadi dalang dari para pemberontak itu? Hanya perumpamaan, jangan tersinggung."
Renjun jelas tahu itu sebuah tuduhan yang dikemas sedemikian rupa hingga menjadi sebuah kalimat perumpamaan yang tak masuk akal. Ia sudah menduga sebelumnya kalau ternyata mereka akan mencurigainya dan telah memperhitungkan itu semua, tapi ia sedikit tak menyangka kalau mereka memilih bertanya padanya langsung.
Itu di luar perhitungan. Ia mau Jihoon menyelidikinya diam-diam hingga dia bisa mencari jawabannya sendiri. Bukan tugasnya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu hanya untuk mematahkan asumsi buruk mereka.
Karena mau dijelaskan bagaimanapun, Renjun menganggapnya percuma dan waktunya belum tepat. Ia tidak bisa bertindak seenaknya, karena keputusannya harus disetujui sosok lain yang tidak mereka ketahui.
"Jadi maksudmu, aku adalah orang dibalik aksi pemberontakan itu?" Renjun mulai menaikkan nada bicara, "jaga bicaramu, Raja Jihoon. Aku bisa saja menahan tapi aku juga memiliki batas kesabaran."
"Begitupun dengan kami. Dan sekarang, batas kesabaran itu sudah berada di puncak," Jihoon menatap tajam ke arah Renjun yang berusaha meredam emosinya sendiri, "kenapa kau menyembunyikan Yuna dari kami? Siapa dia?"
"Sial," batinnya berteriak. Ia benar-benar terdesak sekarang. Renjun memilih untuk diam sebentar, memikirkan solusi agar dia bisa keluar dari situasi tegang ini. Matanya dia bawa ke manapun selain menatap ketiga orang yang sedang menuntut jawaban keluar dari lisannya. Tidak, mau dipaksa sedemikianpun Renjun tidak akan menjawabnya.
Saat otaknya sedang bekerja keras dan irisnya menatap sembarang arah, ia malah membekukan sorotnya ke arah pintu ruangan pribadinya. Sebagai penyihir, ia memiliki kemampuan untuk dengan mudah merasakan aura seseorang yang ada di sekitarnya meskipun matanya tak melihat secara langsung wujudnya. Jika biasanya kaum lain hanya bisa merasakan aura sesama dan itu juga berlaku untuk kaum penyihir, dia tidak. Apapun jenis makhluknya, entah Vampir ataupun Duyung sekalipun, ia bisa merasakan aura mereka.
Tiap penyihir memiliki kekuatan khusus yang berbeda-beda tiap individunya, dan itulah keahlian pribadi miliknya, peka terhadap aura. Dan ia merasakan ada aura seseorang yang berdiri di depan pintu.
Tidak, itu bukan aura pengawal ruangannya. Tapi dia sangat mengenal aura itu."Sialan! Kenapa kau datang di waktu yang salah!"
"Tidak bisa menjawabnya?" Renjun mengerjap kala suara Jihoon kembali menyadarkannya, "berarti benar, kau menyembunyikan hal besar dari kami."
Renjun menarik napasnya lebih dulu sebelum menjawab, "sudah kubilang, aku memiliki hak untuk tidak menjawab pertanyaan kalian."
Mengingat ada seseorang yang tidak boleh diketahui dulu keberadaannya oleh ketiga orang di hadapannya, Renjun semakin berusaha memutar otaknya. Kali ini, situasinya benar-benar dalam bahaya.

KAMU SEDANG MEMBACA
[iii] Become A King
Fiksi PenggemarSejak ditunjuknya ia sebagai raja, Jihoon telah bertekad tak akan seperti ayahnya atau pemimpin terdahulu ketika memimpin. Tak ada yang berhak mengaturnya kecuali rakyatnya sendiri, sekalipun itu para bangsawan. Immortal Kingdom Series III Become A...