01 : : Rumah dan Cemaranya

273 25 32
                                    

Jika tentang waktu, manusia sering tidak sadar bagaimana waktu berlalu. Di benak kerap kali teringat bahwa hari kemarin masih menjalani masa anak-anak. Kemudian dihadapkan dengan kenyataan bahwa dirinya sudah beranjak dewasa.

Seorang anak berumur empat belas tahun datang ke kamar ibunya sembari mengelap tangan yang basah ke celana.

"Dharsan?" tanya Olive.

Dharsan.

Sejak putra ketiganya berumur empat tahun, ia tidak lagi dipanggil 'Dharma'. Melainkan 'Dharsan' yang merupakan singkatan dari 'Dharma Jaya Hasan'. Sengaja dipanggil begitu karna terdengar unik di telinga.

"Habis dari mana kamu basah-basah gitu, Nak?" tanya Olive sambil memasukkan baju yang telah tertampih rapi ke dalam lemari.

"Habis mandiin Yupi."

Yupi itu adalah kucing peliharaan keluarga mereka. Ada juga kucing satu lagi, namanya Milkita.

Hahaha, unik memang. Bhanu yang memiliki ide memberikan nama kucing-kucingnya demikian. Agar mudah diingat katanya.

Begitu melihat sang ibu manggut-manggut, Dharsan berbicara, "Bunda, Dharsan minta uang dong..."

"Mau ke mana pagi-pagi gini?" tanya Olive.

"Mau coba toast yang baru buka deket stadion. Katanya enak," balas Dharsan.

"Sepedaan?"

"Kalau boleh motoran sih, lebih bagus. Hehe..."

"Bawa motor?" Olive menutup lemarinya. "Baru aja kemarin kamu kena tilang polisi karena ngebut dan nggak pakai helm."

Dharsan tersenyum canggung. Ia menggaruk kepalanya. "Ehee..."

"Dimarah Ayah lagi, tau rasa kamu. Bunda nggak suka lihat kamu ngebut-ngebut gitu bawa motor. Sok-sokan nggak pakai helm. Kalau jatuh gimana?" omelnya.

"Dharsan jago."

"Jago, jago! Bahaya tau nggak? Syukur kamu ditilang polisi."

Dharsan tertawa. Anak itu duduk di kasur. "Bunda aneh!"

"Aneh?"

"Ya aneh. Masa anaknya kena tilang polisi malah syukur?"

Olive mendekati putranya. "Ya syukurlah. Daripada kamu jatuh di jalan raya? Mending Bunda lihat kamu di-stop polisi daripada kenapa-napa di jalan."

Perempuan itu berdiri di depan anaknya. "Kamu itu masih kecil, San. Masih SMP kelas sembilan."

"Bentar lagi juga SMA, Bunda..."

"Tapi, kan—"

Ponsel Olive berdering. Perempuan itu melihat nama yang tertera di layar, lalu mengangkatnya. "Halo, selamat pagi..." Ia berjalan sedikit menjauh.

"DAFFA MONYET!" Suara teriakan terdengar dari luar ruangan, berhasil mengalihkan perhatian mereka.

"WOI, ANJING!!! JANGAN LARI, BRENGSEK!! SINI!!" Daisy mengejar Daffa yang berlari tunggang langgang setelah tidak sengaja menjatuhkan skincare milik Daisy hingga pecah berkeping-keping.

Dharsan keluar untuk melihat apa yang terjadi. Ia lantas terkekeh ketika kakak perempuannya seperti ingin menghabisi Daffa.

"Woi, Setan!" Daisy langsung menyerang Daffa. Menjambak rambut pendeknya dengan kedua tangan.

Daffa tak ingin kalah. Dia ikut menjambak rambut panjang Daisy yang tergerai hingga berantakan. Alhasil mereka saling jambak-jambakan.

"Lepas rambutku wahai manusia jahanam!" ucap Daffa. Kaki Daffa yang gatal ingin bertempur, akhirnya memilih untuk ikut andil dalam penyerangan ini.

UNSPOKEN 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang