04 : : Anugerah Tanda Kasih

133 20 29
                                    

Happy reading!

__________________________

"Tepar mereka berdua di belakang, Mas." Olive melihat ke jok belakang mobil sambil tersenyum kecil. Kedua anaknya tidur pulas, bahkan sampai terdengar dengkuran tipis.

Bhanu terkekeh. "Kekenyangan kayaknya mereka. Udah larut malem juga." Pria itu membelokkan mobilnya ke dalam rumah. Gerbang besar rumah itu terbuka dengan sendirinya, kemudian tertutup lagi secara otomatis.

Begitu sampai di tempat parkir luas, seorang satpam rumah menghampiri. Baru saja ia hendak membukakan pintu mobil untuk majikannya, Bhanu mendahului. Pria berpakaian rapi itu keluar dari dalam mobil dan tersenyum.

"Gimana, Pak? Mas Dharsan menang?" tanya sang satpam.

"Alhamdulillah..."

Olive keluar dari mobil. Perempuan cantik itu menenteng tasnya sambil menghampiri mereka. "Pak Harto belum tidur?"

"Belum, Bu. Tadi baru aja diajakin ngobrol sama Mas Daffa. Lama. Jadinya nggak ngantuk," balas pria bernama Harto itu.

"Loh, dia belum tidur? Dia tes loh besok." Olive benar-benar tidak mengerti dengan putranya.

"Dia tidur siang katanya tadi, makanya sekarang nggak bisa tidur. Saya disamperin, trus diajakin ngobrol sama Mas," terang Pak Harto.

"Kang Raman di mana?" tanya Bhanu. Kang Raman itu satpamnya satu lagi, kebetulan anaknya Pak Harto. Mereka hanya hidup berdua saja, maka dari itu Bhanu sekalian membuatkan rumah khusus satpam dekat kebun hijau luas miliknya.

Hitung-hitung supaya ramai. Juga supaya ada yang menjaga rumah ketika rumah sepi.

Harto dan Raman telah bekerja selama delapan belas tahun lebih, sejak awal pernikahan Bhanu. Mereka orang yang baik dan polos. Kesetiaan mereka telah terbukti selama bertahun-tahun hingga Bhanu dan keluarga sangat memercayai mereka.

"Raman izin tidur duluan, Pak. Katanya sudah mengantuk."

"Oooh gitu..." Bhanu manggut-manggut.

Pak Harto membukakan pintu mobil bagian belakang. Di jok terlihat Dara dan Dharsan yang sedang tertidur pulas.

Bhanu berjalan ke sisi satunya untuk membukakan pintu. Ia melepas sabuk pengaman Dara, lalu menggendongnya. Dara menangis.

"Ssst-sstt-sstt... Tidur lagi, Sayang... Ini Ayah." Bhanu mengelus rambut putri kecilnya.

Olive membangunkan Dharsan sembari berbisik, "Dharsan, bangun! Sudah sampai rumah, Nak. Ayo tidur di kamar!"

Mata Dharsan terbuka perlahan. Wajah mengantuknya terlihat jelas. Ia menguap untuk beberapa saat.

"Pak Harto, tolong bantu Dharsan ke kamarnya ya, Pak. Dia tadi cedera keras. Kakinya masih sakit," ujar Bhanu.

Pak Harto terkejut. "Ya ampun!" Ia langsung membantu Dharsan keluar mobil. Salah satu tangan Dharsan ia kalungkan di leher. "Mas nggak apa-apa?"

Dharsan dengan jiwa yang belum terkumpul hanya mengangguk-angguk. Ia berjalan sambil dibantu oleh Pak Harto. "Ini beneran udah sampai rumah? Kok cepet banget? Baru tadi Dharsan merem."

"Kamu udah tidur lama di jalan, Sayang... Kamu aja yang nggak ngerasa," kata Bhanu di belakang.

"Nggak mungkin..." Dharsan menolak percaya. Matanya setengah tertutup. Sepertinya dia sudah habis tenaga.

Daffa datang dari sisi berlawanan. "Eh, udah balik."

"Fa, kenapa kamu belum tidur?" tanya Olive. "Besok kamu tes loh!"

UNSPOKEN 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang