Happy reading!
_________________________
"Daffa, ikut olimpiade lagi, ya! Olimpiade Ekonomi."
Daffa menggaruk kepalanya. Haduh... Tes beasiswanya saja belum selesai, ditambah pula olimpiade Matematika. Sekarang ia diminta ikut olimpiade bidang Ekonomi?
"Pak... Maaf sebelumnya. Ekonomi itu, kan, ranah IPS. Sedangkan saya anak IPA. Apa nggak sebaiknya Bapak kasih kesempatan ini ke anak IPS aja ya, Pak?" tanya Daffa berusaha sesopan mungkin.
"Masalahnya anak IPS di sekolah kita nggak ada yang serius belajarnya. Nggak kayak anak IPS sekolah sebelah. Sekolah sebelah bidang IPS banyak raih juara. Sedangkan di sekolah kita, anak-anak IPS banyakan nggak fokus," ujar pria itu.
Daffa menghela napas berat. "Wah, gimana ya, Pak? Saya belum pernah belajar ilmu itu. Dasarnya saya belum ada."
"Nanti, kan, Bapak bina... Jangan khawatir."
"Tapi saya masih ada lomba yang belum selesai, Pak. Olimpiade Matik saya aja belum kelar. Ditambah tes beasiswa. Takutnya saya kurang maksimal..."
"Daffa, kamu itu termasuk orang yang belajarnya cepet lho. Sudah ada banyak guru yang mengakui itu." Dipegangnya salah satu pundak Daffa. "Bapak yakin kamu bisa, Daffa."
"Kalau nanti nggak sesuai harapan Bapak bagaimana?"
"Yaa nggak apa-apa. Hitung-hitung cari pengalaman, Nak... Lagian itu Ayahmu, kan, pengusaha. Itu pakai ilmu Ekonomi loh. Nanti ilmu Ekonomi ini bisa berguna buat kamu," katanya masih tidak mau menyerah. "Ikut, ya? Pak Kepsek juga setuju kamu diikutin olimpiade ini."
Sebenarnya Daffa ingin sekali menolak. Tapi apa daya, dirinya juga tidak enak menolak permintaan guru. Apalagi kepala sekolah. Ujungnya Daffa berkata, "Baiklah, Pak. Saya akan coba."
***
"Samlekoommm." Dharsan masuk ke dalam rumah seraya menggendong ransel di punggungnya serta bungkus makanan di salah satu tangan.
"Waalaikumsalam..." Olive mendekat, membiarkan tangannya disalim oleh Dharsan. "Gimana lesnya, Nak? Belajar apa tadi?"
"Aman-aman aja, Bunda. Belajar Biologi sama Bahasa Indonesia," jawabnya.
"Udah mandi tadi sebelum les?"
"Udah dong, Bun. Kalau nggak mandi, cewek-cewek nggak mau deket nanti sama Dharsan."
Olive tertawa. "Dasar! Emang ada cewek yang mau deketin kamu?"
Dharsan mengangguk mantap. "Ada! Banyak. Dharsan, kan, ganteng."
"Iyain deh..." Olive terkekeh.
"Dara mana, Bun?"
"Lagi bobo siang di kamar. Capek habis main."
Dharsan manggut-manggut. "Oh iya, Bunda. Dharsan beliin Bunda rujak." Ia memperlihatkan kantong plastik berisi di tangan.
"Wahh... Pas banget! Bunda baru mau suruh orang keluar beli rujak." Olive mengambil rujak itu dari tangan Dharsan, lantas mencium pipi putranya. "Makasi ya, Sayang."
"Assalamualaikum..." Daisy pulang.
"Waalaikumsalam."
"Loh? LOH!" Dharsan kaget sendiri. "Ini hari apa?"
"Kenapa?" tanya Daisy.
"Perasaan hari ini bukan weekend." Dharsan berbicara.
"Terus?" tanya Daisy lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNSPOKEN 2
Teen FictionSEQUEL UNSPOKEN (VERSI CETAK) Raflie Adhinata Bhanu Jaya Kusuma, konglomerat terkenal dengan berbagai macam perusahaan ternama. Banyak mata tertuju padanya sebab ketampanannya yang di luar logika. Namun pria itu hanya mencintai satu wanita yang tel...