Here you go!
Kalau ada typo, komen aja yaa 🫶
_________________________
"Aku trauma."
Daisy menghening beberapa saat. Dilihatnya Narendra dengan lekat. "Trauma apa?"
"Aku pernah terjatuh dari ketinggian," ujar Narendra. "Bersama ibuku. Dia meninggal dan aku tidak."
Barulah saat itu Daisy terdiam senyap. Gadis itu terbungkam, terkejut dengan jawaban Narendra yang sungguh di luar ekspektasinya.
Narendra memejamkan matanya sembari mengarahkan kepala ke sisi samping. Seolah kepalanya sedang menampilkan suatu memori buruk. Wajahnya tampak menahan sesuatu yang menyakitkan.
"Naren..." Daisy menggenggam tangan Narendra dengan kedua tangan.
Setetes demi setetes air mata kembali jatuh. "Dia melindungiku. Dia memelukku. Dia mengorbankan nyawanya demiku."
"Udah, udah, Naren. Jangan bercerita kalau kamu nggak bisa. Udah, ya?" pinta Daisy. Gadis itu menghapus air mata lelaki di sebelahnya. "Jangan menangis..."
Perlahan dengan itu, Narendra membuka matanya untuk melihat Daisy. Daisy menatap mata Narendra lekat.
"Aku minta maaf. Aku sungguh minta maaf," ucap Daisy. "Aku yang mengajakmu ke tempat ini. Aku juga yang mengajakmu bermain Tornado. Maaf karena aku nggak bertanya dulu apakah kamu mau atau keberatan. Aku sungguh minta maaf."
Narendra mengukir senyum. "Aku nggak marah sama kamu."
Daisy merasa sangat bersalah. Gadis itu menunduk sedikit, merenungi keegoisannya. Sejak tadi dialah yang memaksa Narendra. Narendra melakukan semuanya. Tapi Daisy tidak pernah bertanya, apakah Narendra mau melakukan hal itu atau tidak.
Narendra melihat tangannya yang masih bergenggaman dengan Daisy. "Makasih."
Daisy menaikkan kepala sedikit. "Hm?"
"Makasih nggak ngelepas tanganku saat aku takut."
Daisy semakin menggenggam tangan Narendra erat. "Sekarang aku nggak akan ngelepasin tanganmu lagi. Sampai kamu benar-benar tenang."
***
Malam yang hening. Narendra mengantar Daisy hingga ke gerbang rumah, masih dengan tangan yang saling bergenggaman. Padahal mereka sudah bersenang-senang lagi setelah bermain wahana. Tapi tetap saja berpegangan.
Mungkin nyaman.
Narendra diam sesaat memandang besarnya gerbang rumah mewah itu. Bangunan megah tampak begitu jauh dari gerbang sebab adanya kebun besar dan jalan masuk kendaraan. Kendati demikian, istana itu masih bisa dijangkau mata saking tinggi dan besar bangunannya.
"Narendra... Makasih udah ngantar aku, ya." Daisy tersenyum memandang Narendra.
Atensi Narendra teralih. "Ooh iya... Sama-sama. Selamat beristirahat."
"Maaf untuk yang tadi."
"Gak pa-pa," tutur Narendra halus. "Kalau begitu, aku duluan, ya? Sudah malam. Kamu pasti dicari oleh orang tuamu. Aku juga nggak enak bawa kamu pulang selarut ini."
"Jangan ngerasa bersalah. Kan aku yang ngajakin kamu seharian ini," balas Daisy.
Narendra melepas tangannya. "Aku pamit, ya." Ia berjalan menuju mobil sambil melambaikan tangan.
"Iya, dadaaah!"
Daisy semangat mengucapkan salam perpisahan itu pada Narendra. Narendra sekali lagi melambaikan tangan ketika telah berada di dalam mobil dengan kondisi jendela mobil yang terbuka. Mesin bergerak berwarna hitam itu melaju pergi. Mata Daisy tidak juga berhenti menatap mobil itu, sebab orang yang membuatnya merasa bahagia hari ini ada di dalam sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNSPOKEN 2
Teen FictionSEQUEL UNSPOKEN (VERSI CETAK) Raflie Adhinata Bhanu Jaya Kusuma, konglomerat terkenal dengan berbagai macam perusahaan ternama. Banyak mata tertuju padanya sebab ketampanannya yang di luar logika. Namun pria itu hanya mencintai satu wanita yang tel...