20. Confidential

41 3 0
                                    

Happy Reading

*

*

*

****

"Serapat apapun kamu menyembunyikan kebenaran, pada akhirnya akan tetap terbongkar. Jika bukan waktu, berarti seseorang juga ikut andil di dalamnya. "

Axen Selvano Atthan

****

"Luka dan rasa sakit tidak akan pernah bisa dilupakan. Sekecil apapun itu, manusia pasti akan terus mengingat meski sudah memaafkan. "

—Ankara SM—

****

11.p.m, Aussie— Australia.

Pria dengan kaos hitam tipis melekat di tubuhnya itu berdiri sambil menatap indah nya negara yang ia tempati sekarang. Dengan secangkir kopi di tangan kanannya, dan tangan kiri berada di saku celana training nya.

Arion, laki laki yang sudah berumur kepala empat itu sedang berdiri di balkon apartemen nya. Sudah Dua hari ia berada di negara asing ini. Dan, selama itu Arion tidak melakukan apapun selain duduk diam sembari meminum kopi. Memandangi bagaimana kinerja alam yang dengan mudahnya berjalan seperti biasa, tanpa tahu salah satu dari penduduknya sedang gundah gulana.

Arion menghela nafas panjang dan menoleh saat ada panggilan masuk di ponselnya. Berjalan mendekati meja berukuran kecil dan duduk di kursi yang ada di sana. Tangannya meraih benda pipih itu, memijat tombol pengeras suara pada layar ponselnya, yang dibiarkan di atas meja.

"Ada apa? " Tanya Arion saat tau siapa yang menelpon nya.

Terdengar helaan nafas panjang dari seberang sana. "Tidak ada. Hanya memastikan apa benar kamu di Aussie? " Suara dari ponsel menyahut.

"Ya, aku memang ada di Aussie. Ada meeting mendadak di sini. Kamu tau? " Jawabnya datar. Sahabatnya itu pasti mengetahui nya dari Arron ataupun Fahri—asisten pribadinya.

"Meeting? Fahri bilang tidak ada jadwal meeting di sana, Ari. " Kekehnya. "Sudahlah, tidak usah berbohong pada ku. Kamu tidak jago. "

Arion memutar kedua bola mata malas mendengar penuturan sahabatnya itu. "Kamu paksa Fahri lagi? "

"Menurut lo? Oh ya, nggak usah sok formal gitu. Gue jijik dengernya. Gue belum setua itu harus pake aku-kamu. "

"Lo sendiri yang mulai, Xen " Sungut Arion.

"Hahaha.... Betewe, mau sampek kapan lo di sana? Nggak kangen sama anak sendiri? Udah cukup lo ngalah selama ini, Ari. " Kata Axen kembali pada topiknya.

Mendengarnya Arion berdecak. "Gue nggak tau. " Ucapnya dengan intonasi rendah. Terdengar terlihat putus asa di telinga Axen.

"Ini bukan lo, Ar. Lari dari masalah dan pergi ke negara lain hanya untuk sebuah pengalihan itu nggak etis. Mentang-mentang punya perusahaan di Aussie, lo gunain cuma buat pelarian. Mau sampek kapan? "

Inilah yang Axen tidak sukai pada diri Arion. Terlalu cepat putus asa dan terlihat lemah jika sahabatnya itu sudah kehilangan arah. Sedari kecil Axen dan Arion bersahabat, membuat Axen hafal dengan sifat dan sikap Arion. Jadi, sudah menjadi tugasnya jika Arion berada di keadaan seperti ini. Memilih sesuatu yang sangat berperan dalam hidup adalah hal yang paling sulit.

AKSARAZIVA (ON GOING) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang