"Mengapa Anda sekalian terburu-buru? Kita bahkan belum membahas acara apa yang akan dipersiapkan." Aku bergerak masuk ke dalam ruang rapat. Para investor sudah hadir di sana—menanti diriku datang. Aku merunduk, kemudian duduk di salah satu kursi bersitatap dengan investor dari Perusahaan Lekan.
"Anda bisa tenang, pembahasan ini akan panjang," beber salah satu klien menampilkan senyum formalitas. Mereka terdiri dari lima orang—mungkin mereka semua utusan dari Perusahaan Lekan, proyek ini bukan hal main-main, pasti hal besar. Aku lantas menerka-nerka, apa yang hendak mereka katakan? Bagaimana mereka bisa memberikan jumlah uang yang besar? Bahkan sebelum menyuguhkan acara yang mereka inginkan.
"Saya tidak tahu Perusahaan Lekan akan menjadi investor stasiun televisi," ungkapku jujur, mereka mengangguk sebagai respon membuatku melanjutkan, "Selama ini Lekan berkontribusi di industri pakaian. Saya mengira mungkin Anda sekalian ingin membuat iklan, menjadi sponsor acara variety show atau acara sejenis. Apa perkiraan saya salah?"
Aku menatap para tamu yang hadir, mereka tampak tak tertarik dengan pembahasan yang aku bawakan. Lalu apa? Aku memutar otak, melirik ke arah jendela, mengetuk-ngetukkan jari pada meja. "Begini, Tuan Fahri." Aku menegakkan tubuh, memperbaiki postur tubuh segera menghadap klien.
"Perkataan Anda tak ada yang salah. Memang benar kami kemari karena ingin membangun kerja sama." Pria paruh baya dengan rambut hitam pekat bersalur uban bicara, postur tubuhnya tegap dengan tubuh besar. Dibanding pengusaha dia terlihat lebih seperti tentara, tukang pukul, pria keras. "Lantas apa yang hendak Anda tawarkan?"
"Ekhem!" Dia melirik ke arah sekretaris yang duduk di sampingku. Dia menoleh ke para tamu, semua mata memandangnya. Paham dia diusir secara halus, dia beranjak pergi keluar ruangan. "Saya mengerti, saya akan menunggu di luar Pak Direktur." Ini membuatku lebih heran, mengapa mereka hendak asistenku minggat?
"Kami minta maaf atas ketidaknyamanannya." Yang terjadi selanjutnya membuatku langsung memasang kuda-kuda, dua pria dengan setelan jas berdiri menjaga pintu keluar. Berdiri tegap, menghalangi siapa saja yang akan masuk dan hendak keluar. Dua orang yang lain menutup jendela dengan tirai, membuat ruangan gelap temaram, mereka menyalakan lampu. "Saya tidak tahu apa yang Anda rencanakan tapi, saya bisa berkelahi," tukasku mengepalkan tangan siap meninju.
Pria paruh baya itu tergelak, dia menggeleng memandangku hormat. "Kita belum sempat berkenalan, Tuan Fahri. Saya Bagas, utusan dari perusahaan Lekan." Dia dapat melihat aku yang masih memasang kuda-kuda, bersiap meninju, dia menjulurkan tangan—mempersilakan aku duduk, "silakan duduk, pembahasan kita akan panjang."
Aku masih tidak percaya, mereka tampak bukan hanya seorang pengusaha. Mungkinkah mereka tukang pukul yang dikirim oleh Lekan? Akan tetapi untuk apa? Selama ini kami tak pernah berselisih. Aku mendudukkan diri, membenamkan tanganku yang diperban di saku jas, masih bersiaga penuh. "Jadi apa maksud kalian kemari? Tentu selain bisnis berkaitan dengan televisi."
Bagas tertawa, dia menangkupkan tangan di atas meja. Matanya jeli memandangku lekat, aku menatapnya balik, tak lengah. Dia kemudian tersenyum tipis merogoh sesuatu dari tas menampilkan lembaran kertas yang berserakan di atas meja. Belum sempat aku bertanya, apa yang dia bawa, apa yang diinginkan dan berbagai macam pertanyaan serupa dia berhasil menyela, "Apa Anda tahu Keluarga Espargaro?"
"Siapa yang tidak tahu." Aku medengkus, ekspresiku tidak senang, "mereka ialah keluarga pendatang yang baru membangun perusahaannya 15 tahun silam." Bagas mengangguk-angguk, menyodorkan salah satu lembaran kertas. "Apa Anda tahu sebenarnya Keluarga Espargaro sudah ada sejak lama, bahkan 100 tahun silam."
"Itu tak mungkin," sanggahku. Aku ingat betul, Keluarga Espargaro adalah keluarga yang dibawa Bryan hingga membawanya ke puncak kesuksesan. Mungkin karena dia kaya, El mau bersamanya? Karena dia lebih tampan? Tidak, aku lebih tampan dibandingnya. Aku menghentikan pikiranku, segera membaca dokumen yang ditunjukkan Bagas. "Keluarga Espargaro adalah keluarga yang bergerak di dunia hitam? Maksudmu mereka menjalankan bisnis gelap?"
"Tepat sekali," ujar Bagas, seringai ganjil timbul di wajahnya, sementara dia memintaku membuka lembaran lain. "Judi, narkoba, penyelundupan senjata bahkan pembunuhan ... semua yang berhubungan dengan bisnis gelap berada di tangan Keluarga Espargaro." Aku meletakan dokumen, tak suka dengan arah pembicaraan ini.
Dia buru-buru menatapku lagi, kali ini mencondongkan tubuhnya lebih dekat. "Saya tahu Anda pasti tidak mengerti kenapa kami memberitahu hal ini." Aku menaikkan sebelah alis, melipat kedua tangan di depan dada, bersedekap. Bagas melanjutkan, "Intinya kita berada di atas kapal yang sama."
"Maksudmu?"
Dia kembali tersenyum. "Perusahaan Lekan juga dulunya pernah bekerja di bidang yang sama." Mendengar hal itu segera saja aku menjadi waspada, tubuhku menegang menatap waswas. Mungkinkah mereka memberi uang banyak di muka agar aku menyimpan rahasia ini? "Mungkin Anda tak tahu seperti apa bisnis gelap, kami dengan mudah bisa saling menyerang, membuat tipu muslihat, bahkan membunuh ...."
"Jadi apa yang Anda maksud?" kataku tak nyaman. Dia mengerti lantas suaranya setengah berbisik kembali berkata, "Lekan sebelumnya adalah bagian usaha gelap dari Keluarga Espargaro. Kami berada di bawah naungan keluarga kejam itu." Tiba-tiba saja suaranya menjadi serak, aku dapat melihat tangannya mengepal, urat-uratnya terlihat, wajahnya memerah karena geram. "Mereka mengkhianati kami, menghabisi keluarga Lekan. Hanya saya yang tersisa."
Tangan Bagas mulai bergetar, dia terlihat berang. Aku bisa melihat sirat amarah yang bergejolak, kutangkap maksud dari ucapannya. "Maksud Anda kita berada di kapal yang sama ... Anda ingin balas dendam pada Keluarga Espargaro?" Wajahya yang memerah segera pudar, dia menengadah menatapku tepat di bola mata, menampilkan seringai buas yang hendak menerkam mangsa, aku bergidik. "Anda benar."
Aku menatap ke bawah, kertas-kertas yang berisi informasi soal Keluarga Espargaro. "Jadi uang yang Anda berikan untuk kerja sama hal ini? Tidak untuk bisnis?" Bagas tergelak, dia menunjuk salah satu dokumen. "Kami juga membahas bisnis periklanan, seperti yang Anda tawarkan di awal. Untuk sekarang kami ingin Anda menyetujui rencana ini. Rencana balas dendam pada Keluarga Espargaro. Bencikah Anda pada mereka? Mereka mengambil putri Anda."
Aku tahu mereka berniat buruk, ada satu hal dalam diriku yang mencegah pembicaraan ini lebih jauh, tetapi tak bisa. Aku ingin mendapatkan Juliana, aku ingin mendapatkan putriku. "Apa yang kalian pikirkan?" Aku butuh tahu rencana apa yang mereka hendak lakukan. Aku takut ini akan menyakiti Juliana dalam prosesnya.
"Kami berniat menculik putri Anda."
"Aku tak setuju." Mau dibutakan dengan hasrat pun, aku tak mau mengulang kesalahan yang sama. Tampaknya Bagas sudah tahu akan responku kini menunjuk isi dokumen perjanjian. "Kami tak akan menyakiti putri Anda. Hanya membuat gempar Keluarga Espargaro. Menculik pewaris mereka, kita bisa memeras mereka sementara putri Anda aman di tangan Anda." Aku masih tak setuju, ini menyangkut keselamatan Juliana.
"Bahkan tanpa Anda setujui kami akan menjalankan rencana ini dan akan kembali menarik dana yang sudah kami keluarkan. Anggap saja tidak pernah ada perjanjian di antara kita." Aku ternganga, melihat Bagas yang sudah mengambil celah, mengetahui kelemahanku. Jika dana ditarik, ini akan membuat saham perusahaan anjlok. Mereka begitu licik, tidak bisa dipercaya.
Aku mungkin bisa mengakali apa pun soal perusahaan, tetapi tidak dengan Juliana. Aku kini sudah tahu bahwa Juliana diincar dan akan lebih tak aman jika aku tak terlibat. Mungkin mereka bisa bertindak lebih jauh, menyakiti Juliana. Aku menggeleng, aku tak mau itu terjadi.
Jadi kuambil pena, membaca surat perjanjian dan menandatanganinya.
Kulakukan ini bukan demi perusahaan, tetapi demi Juliana, putriku tercinta.
Aku harus menjaganya.
Bersambung ....
24 Mei 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
The Way I Hate You
RomanceSetelah 15 tahun menghilang, Amelie- pelukis yang pergi tanpa pesan kembali hadir menggemparkan media massa. Dia membawa seorang putri yang memiliki wajah persis seperti Fahri- pengusaha lajang yang tengah berada di puncak kesuksesan. Amelie tak be...