Juliana; i need help

5 1 0
                                    

Aku terpaksa mengikuti perintah Lyon, aku bergegas mandi, ganti pakaian—pakaian milik pria genit itu tentu saja. Hingga akhirnya dia membantuku mengeringkan rambut dan memilah pakaian terkecil yang dia miliki, tentu saja kebesaran untuk tubuhku tetapi lebih baik dibanding memakai seragam bersimbah darah dan tanah.

"Aku yakin mereka menculikmu karena satu alasan."

Aku akhirnya memakai kaos hitam miliknya yang kebesaran hingga lutut, dengan celana pendek kecil sepaha. Aku berbalik melihatnya yang kembali tak acuh menatap langit-langit ruangan. Di luar sudah gelap, lampu ruangan tak dinyalakan hingga tempelan bintang biru muda glow in the dark bersinar di langit-langit kamar.

Aku menghembuskan napas gusar, tangan Lyon sibuk dengan handuk mengeringkan rambutku. Aku sempat menolaknya, tetapi dengan alasan konyolnya dia berkata bahwa dia tak akan membantu jika aku tidak menurut. Di sinilah aku, menjadi seperti anjing patuh yang dirawat oleh majikannya. "Alasannya jelas, pasti karena Keluarga Espargaro."

Lyon berhenti mengeringkan rambutku, menunduk dan mendekatkan wajahnya di depanku. Kami berada di ruangan yang gelap, bahkan tak dapat melihat satu sama lain dengan jelas, jadi aku mengabaikannya. Aku melanjutkan, "Aku berada di bawah naungan tiga keluarga, aku tak mau mengakuinya tetapi itu fakta. Namun, kedua keluarga yang kau katakan itu musnah. Tersisa Keluarga Espargaro. Mereka pasti musuh Kakek atau Dad."

"Espargaro ya?" Tangannya kembali bergerak mengeringkan rambutku yang sudah setengah kering. Terdengar suara detak jam mengisi kekosongan, aku tak dapat memberitahu apa yang dipikirkan Lyon. Dia sibuk dengan dunianya sendiri sembari mengeringkan rambutku. "Kami juga dulu adalah bagian dari Espargaro."

Mataku membeliak, aku menengadah menatapnya dalam kegelapan. "Sungguh? Kau ... adalah keluarga Dad?" Dia terkekeh, tampaknya mendapatkan sesuatu untuk menarik perhatianku, aku tidak bisa melihat reaksinya tetapi aku berpikir dia senang, seolah mendapat perhatian dari hewan peliharaan. Aku tahu itu menjengkelkan, tetapi itu faktanya.

"Dulu. Ayahku sering bercerita, dia adik dari Tuan David Espargaro." Aku semakin dibuat tercengang. "Adik dari Kakek?" Tentu, David Esargaro adalah ayah Dad, Kakekku sendiri. Anehnya selama ini Kakek tak pernah cerita.

"Ya, itu benar. Kau tak perlu terkejut begitu." Dia terkekeh pelan. Kali ini setelah rambutku kering dia mengambil sisir dan mulai menyisir rambutku. Aku tak tahu bagaimana dia melakukannya. Di tengah gelap gulita dia meneruskan, "Dia bilang, dia dijatuhkan oleh David. Harusnya dia yang meneruskan bisnis Keluarga Espargaro. Kau tahu, yang berkaitan dengan bisnis gelap." Aku tahu akan hal itu, Kakek memang memegang bisnis gelap hingga saat ini.

"Ceritanya panjang, tapi pada akhirnya David memegang kekuasaan teratas. Menjadi pimpinan Keluarga Espargaro. Ayahku yang tak terima melakukan pemberontakan. Hingga akhirnya ditendang dari keluarga."

"Lantas? Apa yang terjadi selanjutnya?"

"Tebak," candanya. Aku memukulnya dengan bantal, dia tergelak. Tampaknya dia sudah selesai dengan permainan mengurus hewan ini. Aku menatap bintang-bintang biru yang bersinar di langit-langit kamar. "Ayahmu membangun bisnis lain sendiri?"

"Langsung tepat." Dia menepuk-nepuk kepalaku, mengelusnya. Aku kali ini tak mengelak, bertahan dengan sikapnya yang menyebalkan. Aku masih membutuhkan informasi sebanyak mungkin, barangkali ada celah yang bisa kulewati. "Pembunuhan? Penyekapan?"

"Semua hal."

Aku termangu, melirik tidak percaya. Dia berhenti mengelus kepalaku, langsung rebahan di atas kasur. "Dia ingin menyaingi bisnis Keluarga Espargaro. Dia terobsesi, setengah gila mungkin." Dia mengatakannya seolah tidak ada beban di benaknya. Aku bangkit dari duduk, mengintip lewat jendela di mana penjaga mondar-mandir berkeliaran. Sulit untuk meloloskan diri. "Kenapa kau memberitahu ini?"

Dia mengedikan bahu. "Lagi pula kau tak bisa kabur. Kau terjebak di sini." Aku mendelik kesal, jadi dia seterbuka itu karena tahu aku tak dapat keluar? Itu menjengkelkan, aku benar-benar harus menghajarnya nanti.

"Tak ada yang pernah lolos dari sini. Jadi bermain saja denganku dibanding disekap. Pada akhirnya kau hanya mainan di tempat ini Juliana. Jadilah mainan yang patuh." Aku sudah mau menghajar hingga akhirnya dia menahan lenganku dan menjatuhkan diriku di atas kasur. Aku terhempas jatuh, napasnya yang menderu berhembus mengenai wajahku, dia terlalu dekat.

"Jika kau berani melakukan sesuatu aku akan menghajarmu," ancamku tak main-main. Aku bahkan bisa bersikap brutal dan menghabisinya tanpa ampun. Aku tentu bisa melakukannya, itu adalah hal remeh temeh. Aku bisa merasakan tangannya bergerak membelai pipiku. Dia mendesah, "Jadilah mainan yang baik."

Aku sudah merasakan alarm bahaya yang menyala, berkoar-koar agar aku minggat secepat mungkin. "Kau tahu kenapa aku mematikan lampu?" Aku tak menjawab, sibuk memikirkan cara meloloskan diri. "Itu karena di ruangan ini terdapat kaca yang langsung terhubung ke kamar ayahku. Dia pasti tahu jika kau ada di sini jika aku menyalakan lampu."

Aku seketika langsung menendang perutnya, dia terhempas jatuh ke lantai. Suara gedebuk terdengar nyaring, samar aku dapat melihat siluetnya yang bangkit dari jatuh. "Kau memang menarik. Pilihlah, terjebak bersamaku atau ditemukan Ayah?"

"Jangan mimpi. Aku tak akan tergoda semudah itu." Tampaknya dia geram karena yang terjadi dia bertepuk tangan, lampu secara otomatis menyala membiarkan aku menutup mata karena silau. "Pilihan buruk, Juliana. Kau membuatku kesal." Aku menyeringai, meludah ke arahnya. Dia semakin berang, rasanya memuaskan.

Walau begitu terdengar suara derap kaki berhamburan menuju tempat ini. Kedua pilihan yang ditawarkan Lyon sungguh buruk, aku tak mau memilihnya. Dia bukan pria baik-baik. Aku sadar betul saat ini. "Kau lupa? Aku Juliana Zehra Espargaro. Aku bisa melakukan apa pun yang kuinginkan."

Suara pintu didobrak terdengar, pintu terbuka. Kali ini aku menepuk tanganku, lampu kembali mati total. Aku berlari menyelinap keluar dari kamar. Lyon bertepuk tangan, lampu kembali menyala. "Tangkap dia." Dia menunjuk ke arahku.

Aku kembali bertepuk tangan, lampu kembali mati. "Cari gadis itu!" pekik salah satu penjaga, mereka berbaris di depan pintu keluar. Menghalangiku untuk lewat, tetapi itu bukan keinginanku. Aku sudah menyelinap keluar dari jendela, kakiku melaju kencang melewati pekarangan, bersembunyi di balik pepohonan.

"Kejar dia! Kita semua akan mati jika dia tidak ditemukan!"

Napasku tersengal-sengal, kakiku nyeri karena berlari tanpa alas kaki. Aku menengok sekeliling mencari tempat persembunyian, hingga akhirnya aku menemukan tangga yang terjulur dari salah satu pohon, tanpa pikir panjang aku menaiki tangga kayu dan menemukan rumah pohon di sana.

Aku masuk dan bersembunyi. Seru-seruan para penjaga memenuhi langit malam. Aku bergerak cepat, mencari sesuatu yang bisa digunakan hingga akhirnya aku menemukan telepon kabel. Aku dengan cepat menekan nomor Dad, tetapi nomor tak dapat dihubungi jadi aku meninggalkan pesan. "Dad, jika kau mendengar pesan suara ini segera lacak lokasinya." Aku terdiam beberapa saat, kemudian meneruskan, "Pelakunya adik Kakek."

"Aku mencintai kalian, jadi cepatlah datang."

Ini sudah cukup, aku keluar dari rumah pohon agar tak dicurigai sudah menghubungi keluargaku. Aku turun, bersiap menyerahkan diri. Dan dan Mom akan datang, aku percaya itu.

Bersambung ....

20 Juni 2024

The Way I Hate YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang