00.53

7 0 0
                                    

Sehabis dari rumah mamanya, Azam tidak langsung pulang ia ke rumah Gavin yang sedang tidak kuliah. Azam mematikan teleponnya, kini ia sedang makan berdua dengan Gavin di teras belakang rumah.

"Lo boleh cerita apapun sama gue," ucap Gavin tiba-tiba membuat Azam tersedak.

Gavin sedari tadi menahan dirinya untuk tidak bertanya jika Azam tidak ingin menceritakan padanya. Tapi, Gavin yakin pasti ada sesuatu yang Azam sembunyikan karena biasanya jika ia ingin kumpul Azam menghubungi teman-temannya yang lain.

"Gue kelihatan banget ya kalau ada masalah?" tanya Azam terkekeh.

"Kita kenal udah berapa lama sih, Zam. Lo itu nggak bisa bohong sama gue, Rendy sama Nando kalau disini pasti dia juga tau," ujar Gavin.

"Gue nggak tau harus ngomong apa, gue nggak mau Lo ikut masalah gue."

"Orang tua Lo?" tanya Gavin mendapat anggukan dari Azam. "Kalau Lo belum siap cerita nggak apa-apa, tapi Lo harus ingat Lo punya gue, Rendy, sama Nando," lanjutnya.

"Makasih ya mau gue repotin," ucap Azam dengan senyumnya yang mengembang.

"Santai, anggap aja rumah sendiri."

Malam hari telah tiba, Azam bersiap-siap membuat Gavin bertanya. "Mau kemana Lo?" tanya Gavin.

"Ke arena."

"Jangan bilang Lo mau ikut balapan?" tanya Gavin lagi.

"Iya, gue ikut balapan. Muka Lo santai aja, ini bukan pertama kalinya juga gue ikut balapan," jawab Azam.

"Bukan itu masalahnya. Lo itu pasti kalau ada masalah mainnya ke arena. Gue minta Lo batalin aja mending," ucap Gavin.

"Gue nggak apa-apa doain gue menang ya."

"Goblok, gue doain Lo kalah biar sekalian Lo hajar musuh Lo. Ya lagian apasih susahnya tinggal batalin doang, apa gue yang batalin? Lagian Lo kok bisa dapet info kayak gini sih?"

"Cerewet kayak Mak Mak Lo. Serius gue nggak apa-apa, gue nggak mau batalin. Gue celaka pun mungkin juga nggak ada yang peduli," ucap Azam.

Mendengar itu Gavin langsung menampar pipi Azam. "Hati-hati kalau ngomong, omongan adalah doa. Jangan ngomong hal yang nggak baik kayak gitu," ucap Gavin.

"Hehe, gue cuma mau tau gimana reaksi orang tua gue. Gue cuma butuh orang tua gue lihat gue itu ada, nggak lebih."

"Tapi bukan gini caranya. Ini soal waktu, percaya sama gue suatu saat orang tua Lo pasti bakal kembali," ucap Gavin meyakinkan.

"Gue udah kurang berapa lama lagi buat nunggu hari itu, bilang sama gue," ucap Azam.

Gavin hanya diam tidak tahu ingin menjawab apa, namun tidak lama Rendy dan Ernando datang karena diberitahu oleh Gavin.

"Kok hawanya nggak enak gini?" tanya Ernando yang baru datang.

"Ni orang mau ikut balapan gimana gue nggak kesel?" tanya Gavin.

"Lo ada masalah?" tanya Rendy.

"Udah Lo disini aja, biar gue yang gantiin Lo. Di tempat biasa kan? Tolong jangan biarin Azam pergi," ucap Ernando.

"Nggak bisa gitu lah," ucap Azam namun Ernando tidak mendengar itu, ia pergi begitu saja.

"Apa? Lo butuh pelampiasan? Sini pukul gue," ujar Rendy menarik tangan Azam agar memukulnya.

"Nggak, jangan ngaco. Daripada gunain fisik mending Lo cerita sama kita mungkin bisa ngurangin beban Lo dan siapa tau kita bisa bantu," ucap Gavin.

"Lo masih ada kita, Lo nggak sendirian. Lo boleh cerita apapun, jangan sampai Lo lakuin hal yang bakal berakibat buruk pada Lo. Kalau ada masalah itu diselesaikan bukan lari apa lagi dilampiaskan sama hal yang nggak baik. Kita percaya Lo udah tau mana yang baik dan buruk buat Lo. Kita disini cuma mengingatkan agar Lo nggak bertindak lebih jauh," ucap Rendy.

About You A&DTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang