42

2.1K 260 44
                                    

"zeee kak ara pergi kekampus dulu yaaa" teriak ara sambl membuka pintu rumahnya

"astagfirullah kaget banget ci shaniiii" ara pun tersentak ketika melihat shani yang sudah berdiri didepan pintu rumahnya

"hay araa"  sapa shani sambil sedikit tertawa, ara pun hanya mengangguk kemudian menutup pintu rumahnya, kemudian menatap shani yang masih setia tersenyum sambil memperhatikan ara

"ci? cici ngapain disini pagi - pagi?"

"aku mau pergi kekampus bareng kamu boleh?" ara sedikit terdiam kemudian mengangguk

"yaudah mana kuncinya?" ara pun memasukan kunci motornya kedalam tasnya 

"ih ga naik mobil" ucap shani membuat ara menaikan alisnya bingung

"lah terus naik apa?"

"naik motor kamu"

"tapi kan?"

"boleh kan sayang? aku pengen naik motor kamu" ara sedikit tertegun mendengar shani memanggilnya dengan kata kata 'sayang'

"hah?"

"gapapa kan aku panggil kamu gitu?" tanya shani. ah iya ara ingat sekarang, shani kan bersikeras untuk bisa menggantikan posisi chika dihatinya. dan ara pun sudah mengiyakan untuk mempersilahkan shani untuk melakukannya. harusnya ia tidak kaget akan perubahan shani yang semakin terlihat ini.

ara pun tersenyum dan menggenggam erat tangan shani "iya boleh, yaudah yuk berangkat sekarang"

perlakuan ara saat ini sangat - sangat membuat shani tambah jatuh dalam pesonanya, cara ara memperlakukannya, memakaikan helm, menurunkan pijakan kaki. shani lemah dengan semua ini. lesung pipinya tambah terlihat karna dirinya yang tidak bisa berhenti tersenyum. fix ara bisa bikin shani gila.

"lucu banget ci, pipinya bolong" ucap ara sambil terkekeh dan menusuk pelan pipi shani

"diem deh ra" shani salah tingkah

"pipinya ci shani merah"

"araaaaa"

ara pun tertawa, ia sedikit membenarkan poni yang sedikit berantakan karena helm yang dikenakan shani, ara tersenyum sambil menatap mata shani. bisa ara rasakan ketulusan shani dalam menatapnya ia semakin tidak tega jika suatu saat ia malah menjadi sumber sakit hatinya.

"kenapa?" tanya shani karna ara tidak berhenti menatapnya

"ci shani cantik" ucapnya sambil tersenyum

"gombal"

"ci"

"hmm?"

"ara takut nyakitin ci shani, ara takut apa yang cici lakuin cuman sia - sia, ara takut seakan - akan memberikan harapan palsu ke ci shani, ara takut buat ci shani nangis, ara takut ci" keresahan - keresahan yang ara rasakan pun akhirnya ia luapkan. bukan ia tidak bersyukur ada shani di hidupnya, tapi ia bingung, bagaimana kalau sampai akhir pun ia tetap tidak bisa mencintai shani, bagaimana kalau sampai kapanpun ia tidak bisa menganggap shani lebih dari seorang kakak, bagaimana kalau ia hanya bisa menyakiti shani. tidak ada jaminan yang bisa menjamin perasaannya akan berubah seperti yang shani inginkan.

shani pun tersenyum, digenggamnya tangan ara dengan erat, diusapnya punggung tangan anak itu

"aku udah bilang kan, dari awal aku yang menawarkan diri, dari awal aku yang kekeh buat bisa ngobatin sakit hati kamu. kalau pun akhirnya ga sama kayak yang aku pengenin itu semua bukan kesalahan kamu. ada didekat kamu aja aku udah seneng ara. kamu gapernah nyakitin aku, kamu gaperlu tanggung jawab sama rasa sakit yang bakal aku terima kedepannya. biar itu jadi tanggung jawab aku. aku yang dengan percaya diri menawarkan diri kekamu, berarti aku udah siap dengan segala resikonya besok"

Janji YaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang