27. Feel Blue

736 85 5
                                    

Adisty harus pergi sementara dari Indonesia dengan derai air mata

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Adisty harus pergi sementara dari Indonesia dengan derai air mata. Kedua orangtuanya melarang keras gadis itu untuk tinggal. Apalagi setelah tahu jika alasan besarnya itu karena sekarang ia sudah punya seorang pacar.

"Kakak, jagain Raikal ya," ujarnya dengan segukan sambil erat memeluk sang Kakak, Naura.

Naura yang saat itu dirundung suasana biru mendadak mendengkus. Detik-detik perpisahan yang membuat air matanya mengalir kini seakan langsung terhenti usai mendengar kalimat yang diucapkan oleh Disty.

"Nanti kuliah disana belajar yang benar, jagan nyusain Papa sama Mama. itu yang harus lo pikirin, Dis, bukan malah repot minta jagain Raikal, dia udah gede, bisa jaga diri sendiri."

Bukan hanya Naura yang melepas Edgar, Elisa dan Disty, ada Jevan juga yang dari awal sengaja membantu sejak awal hingga mengantarkan mereka ke bandara.

Edgar merentangkan tangannya lalu memeluk singkat Jevan. "Papa pergi dulu, Jev. Ingat pesan Papa tadi malam, Papa tidak main-main, kamu tidak boleh macam-macam sama Naura atau kamu akan tahu akibatnya."

Bagi Jevan itu bukan nasihat, bukan pula semacam wejangan untuk bekal pernikahannya dengan Naura. Kalimat itu berupa ancaman yang dilayangkan dengan serius oleh Ayah mertuanya.

Dengan kikuk Jevan mengangguk sambil tersenyum. "Iya, Pa. Jevan janji nggak bakalan berani macam-macam sama Naura. Jevan bakal jaga Naura selama Papa sama Mama nggak disini."

Elisa yang mendengar hal itu lantas ikut tersenyum. Dalam benaknya, ia sudah sedikit lebih tenang melepas Naura selapa kepergian mereka yang tidak sebentar.

Usai menunggu kurang lebih setengah jam, akhirnya jam keberangkatan pesawat Edgar, Elisa dan Adisty tiba. Semuanya berpisah dengan lambaian tangan.

Naura masih berdiri ditempatnya mematung menatap kesudut dimana ketiga anggota keluarganya menghilang.

"Ayo kita pulang, Nau," ajak Jevan sambil menarik lembut lengan sang istri.

Naura tidak mempunyai tenaga untuk menolak. Dengan perasaan yang tidak menentu, ia melangkah beriringan dengan Jevan dengan bahu yang lesu.

Di dalam mobil, saat Jevan mengemudikan range rover hitamnya untuk membelah ruas jalan basah sehabis hujan, keheningan membuatnya jengah.

Ditatapnya Naura yang saat ini nyaman dengan kesunyian. Diamnya seakan mampu membuat isi kepala ributnya Jevan terdengar dengan jelas ditelinga pria tersebut.

"Ada sesuatu yang mau lo makan, Nau?"

Tentu saja Jevan berusaha mencari cara agar sedih wanitanya tidak berlarut.

"Atau ada tempat yang mau lo datengin?"

"Mau cepat sampai rumah aja bisa nggak, Jev?" Dengan suara serak Naura menyahut. Gadis itu bahkan tidak mau repot memalingkan wajahnya dari pemandangan luar kaca sebelah kirinya.

Married with EnemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang