GEMINI || 73

185 48 0
                                    

Kondisi Rania sekarang kritis setelah selesai ditangani di ruang operasi. Telinganya dijahit dan luka di wajahnya diobati. Beruntung lukanya hanya kering tidak sampai infeksi. Namun kondisi Rania yang memang lemah membuatnya masih tak kunjung sadar bahkan setelah sejam operasi selesai.

Kevin memaksa untuk menemani Rania didalam. Menggenggam tangan yang pucat dan lemah itu. Hatinya tersayat melihat wajah cantik Rania yang penuh luka. Dikecupnya telapak tangan Rania dengan penuh perhatian. Ingin menangis, namun amarah dalam diri Kevin masih lebih dominan. Ia berjanji pada dirinya sendiri untuk membalaskan semua luka ini pada Jian dan Deandra juga.

"Gue janji akan bales semua luka ini" Kevin menjulurkan tangannya untuk membelai pelan kening Rania

"Cepet bangun Ran, gue takut tiap kali liat lo gini"

Air mata Kevin yang susah payah ia tahan agar tidak menetes akhirnya jatuh juga. Pertahanannya runtuh tak tega selalu melihat Rania dalam keadaan seperti ini. Padahal baru kemarin Rania terbebas dari jarum infus ditangannya dan sekarang kejadian serupa masih ia alami, bahkan lebih parah. Tangan Kevin terus mengusap surai lurus Rania dengan hati-hati sesekali ia menyeka airmatanya yang jatuh lagi dan lagi.

"Gue cinta lo Ran, jangan tinggalin gue"

Tangan Rania ditempelkan pada pipinya memberikan kehangatan pada jemari yang lemah itu. Di ruangan serba putih itu tak terdengar apapun kecuali tangisan Kevin dan cairan infus yang menetes. Jika bisa, ingin rasanya ia menggantikan posisi Rania yang sedang terbaring lemah dengan semua luka yang menggores kulitnya.

"Lo pasti bisa lewatin masa kritis hari ini. Lo harus bangun Ran gue akan selalu nunggu lo disini" Kevin menenggelamkan wajahnya ke lengan Rania yang masih ia genggam.

Suara mesin EKG juga memenuhi ruangan menambah horor suasana di sana. Yang Kevin takuti, ia tak bisa melihat Rania bangun jika sedang terpejam seperti ini. Berharap semoga mesin EKG tetap menampilkan denyut jantung Rania, bukan garis lurus yang mengerikan.

Kevin mengubah posisi duduknya menjadi lebih tegap, memandang wajah Rania yang terlihat begitu damai dengan mata terpejam. Tangannya beralih lagi membelai surai Rania lembut kemudian bersenandung kecil seirama dengan gerakan tangannya.

Rania menggeliat kecil "eungh.." mengeluh dalam tidurnya

Kevin langsung sigap pada Rania melihat Rania yang menggerakkan bahunya. Mungkin ia merasakan sakit akibat terlalu lama duduk dengan tangan terikat. Kevin memusatkan matanya fokus pada Rania. Terlihat lenguhan itu semakin kentara beriringan dengan mata Rania yang perlahan membuka.

Lagi-lagi orang pertama yang Rania lihat saat dia sadar adalah Kevin. Rasanya begitu sakit, bukan hanya badannya namun semuanya. Melihat Kevin yang memandang Rania dengan tatapan seperti itu semakin membuat Rania ingin menangis entah mengapa. Seolah ingin berkeluh kesah dan mengadukan semuanya pada Kevin namun karena terlalu sakit sampai ia sendiri tak mampu menceritakannya maka tangislah yang menjawab semua.

Kevin langsung mencondongkan tubuhnya lebih dekat dengan Rania "jangan nangis dulu ya kasian luka di wajah lo" kata Kevin mengusap pelan air mata Rania

"Vin.." suara atau Rania semakin menyayat hati Kevin

"Iya gue disini Ran gue akan jagain lo disini" Kevin menggenggam lagi tangan rania

"Gue takut.."

"Cerita nanti aja ya biar lo tenang dulu"

Rania kembali menangis dan Kevin tidak bisa mencegah itu. Bohong jika Kevin bisa merasakan rasa sakit yang Rania alami sekarang karena mungkin itu tidak akan seberapa dengan sakit yang benar benar Rania rasakan. Jadi Kevin membiarkan rasa sakit itu berubah menjadi air mata dan dia hanya akan mengusap air mata yang tidak berhenti itu.

--
Hari ini adalah pembagian rapor. Sesuai dengan tahun tahun sebelumnya, setelah class meeting selesai maka rapor akan dibagikan. Semua sudah antusias dengan nilainya dan ada beberapa yang tegang dengan hasil yang akan di terima.

Wali kelas masuk dan Kevin di belakang membantu membawakan semua rapor teman sekelasnya. Setelah rapor ia letakkan di meja Kevin kembali ke tempatnya. Saat melewati Jian dadanya begitu sesak ingin segera membalaskan rasa sakit Rania yang sampai membuat Rania tak berhenti menangis semalaman.

Perkataan Jian waktu itu pada Rania benar, pembagian rapor tengah semester kali ini Rania kembali mendapatkan pringkat dua sementara Jian berada di nomer 3. Jian kesal bukan main, tangannya meremat seragamnya dengan kuat sampai menampilkan semua urat dan tulang di telapaknya. Waktu itu Jian meretas komputer milik wali kelas untuk melihat nilainya. Jian bahkan menghitung semua nilainya sendiri kemudian membandingkannya dengan nilai Rania. Dia marah begitu menemukan hasil jika nilai Rania lebih besar dari pada dia. Jauh lebih tinggi melampauinya. Karena sudah tidak kuat menahan marahnya akhirnya Jian menculik Rania dan melakukan penyekapan ada Rania. Usahanya menyekap Rania saat ujian rupanya sia-sia karena Rania masih berhasil berada di pringkat dua.

Jian sudah berada di puncak amarahnya ingin cepat cepat menemui Rania di gedung penyekapan untuk membunuh Rania hari ini juga. Sebenarnya ia berpikir akan merasakan Rania seminggu semudian jika perkiraan tentang pringkat meleset. Namun ternyata Rania benar benar berada di pringkat dua. Jian marah bukan main ingin rasanya ia berteriak namun ia sadar sekarang ia masih Jian yang lugu dan polos namun setelah pulang dari sini dan menemui Rania, Jian berjanji akan langsung membunuh Rania dengan tangannya.

Sayangnya kenyataan tak sesuai dengan harapan Jian. Emosinya yang terlalu menggebu langsung pupus ketika sampai di gedung taman kanak kanak yang terlihat tak terawat dengan semua cat yang mulai luntur, terakhir pergj Jian merasa sudah mengunci pintunya dengan benar. Tapi sekarang ia lihat pintunya terbuka dan Rania hilang dari kursinya. Semua tali yang tadinya terikat kuat pada tangan dan kaki rania bergeletakan di lantai. Tidak menyisakan apapun kecuali tali dan bangku yang sudah kosong

"RANIA!!"

Jian berteriak meraung marah, ia berpikir Rania berhasil melepaskan talinya dan keluar meminta pertolongan. Jian keluar memeriksa, mungkin Rania belum jauh dari sana.

"Gak mungkin!"

"Gimana dia bisa lepas!"

"Awas aja lo Rania! Gue akan langsung bunuh lo kalo berhasil ketangkep!"

Jian mengacak rambutnya frustasi, tapi ia sama sekali tidak berfikir jika Kevin telah berhasil menemukan Rania. Dalam pikirannya ia terus menyangka jika Rania berhasil kabur melepaskan diri kemudian menggedor pintu meminta pertolongan. Jian kesal bukan main wajah Rania berhasil memenuhi pikirannya. Padahal tekadnya sudah bulat untuk membunuh Rania. Sudah dapat ia bayangkan bagaimana jerit kesakitan Rania saat ia membunuh ya perlahan dengan tangannya sendiri

Namun sekali lagi, setiap kejahatan memang akan kalah.

TBC

GEMINITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang